Perkembangan zaman menuntut CLS Surabaya luwes mengikutinya. Pada 2007, klub tersebut menjelma menjadi CLS Knights Surabaya. Gelar juara liga bola basket profesional Indonesia yang mereka raih pada 2016 menyempurnakan sejarah panjang selama 70 tahun. (Tulisan sebelumnya)

---

LAMBANG tiga cincin yang bertautan menggambarkan semangat kebersamaan yang diusung CLS sejak didirikan pada 1946. Tiga cincin tersebut menggambarkan tiga kelompok pencinta basket di Surabaya. Merekalah pelopor klub itu.

Satu cincin mewakili kelompok pelajar. Dua cincin lainnya mewakili kaum buruh atau pekerja serta pedagang. ''Semua kalau sudah di lapangan basket menjadi satu. Tidak ada yang membeda-bedakan,'' ucap Sugandi Wijaya, salah seorang pemain CLS pada 1950-an.

Selain CLS, sebenarnya ada dua klub basket lain yang berdiri di Kota Surabaya pada era tersebut. Yaitu, TNH yang bermarkas di Jagalan, dan Mahameru yang me­miliki lapangan di kampung seng Sidodadi. Sayang, dua tim itu tidak bertahan sampai hari ini.

''Kalau tiga tim ini sedang tanding, wah, di sekeliling lapangan selalu penuh penonton waktu itu,'' ungkap Jongky Indiarto, pemain CLS era 1950-an lainnya. Jongky yang saat ini berusia 81 tahun duduk sebagai anggota De­wan Pembina Yayasan CLS.

Selain menelurkan nama-nama besar pemain, CLS pernah menciptakan pelatih andal. Misalnya, Widiarto Hartanu yang pernah dipercaya mengarsiteki timnas basket Indonesia.

Eksistensi CLS di liga basket tanah air era Kobatama berlanjut pada era-era setelah itu, IBL, NBL Indonesia dan IBL (lagi). Terus berlanjut hingga hari ini.

Di tengah kompetisi IBL 2007, CLS melakukan perombakan besar. Manajemen tim CLS yang mengikuti liga basket tanah air diserahkan sepenuhnya ke pihak profesional.

''Jadi, sekarang ada tiga struktur kepengurusan di CLS. Yang tertinggi ada yayasan, di bawahnya ada POR (Persatuan Olahraga), dan satu lagi tim profesional yang dikelola Christopher Tanuwidjaja,'' jelas Ming Sudarsono, ketua umum POR CLS.

Sejak dikelola secara profesional, prestasi tim CLS di kancah liga basket tanah air makin diperhitungkan. Maju pesat. Puncaknya, mereka merengkuh gelar juara di liga basket profesional Indonesia (IBL) pada 2016.

Itop -sapaan akrab Christopher Tanuwidjaja- menuturkan, ada idealisme yang sama antara dirinya dan CLS. Itulah yang paling membuatnya tertarik untuk bergabung. ''Terutama tentang atlet-atlet basket kami yang harus tetap bersekolah dan pintar,'' ucap managing partner CLS tersebut.

Gelar juara yang diraih CLS tahun lalu bukan akhir perjuangan. Dalam bayangan Itop, CLS harus terus eksis dan menjadi kebanggaan pencinta basket Kota Surabaya.

''Mempertahankan tentu lebih sulit daripada merebut. Kami ingin memberikan kebanggaan bagi warga Surabaya seterusnya,'' tegas suami eks bintang basket putri nasional Sherly Humardani tersebut. (*)

Foto: IBL

Komentar