Sekolah dengan Jarak Tempuh Terjauh ke Venue Honda DBL (bagian-1)
Setiap tahun. Perjuangan luar biasa harus ditempuh beberapa tim basket sekolah seantero nusantara. Demi berpartisipasi dan menggapai mimpi pada kompetisi basket pelajar terbesar tanah air, Honda Developmental Basketball League (DBL). Terkendala letak geografis menuju venue yang lazimnya digelar di ibu kota provinsi. Bukan jadi halangan bagi mereka untuk rutin berpartisipasi. Sekaligus membuktikan bisa menggapai prestasi. Walau harus menempuh perjalanan yang tak mudah. Melintas jalur darat, laut, atau udara. Dengan jarak tempuh ratusan kilometer. Dari kota/kabupaten asal mereka. Jauh dari dukungan teman dan keluarga.
Dari sekian ribu sekolah yang selalu tampil di Honda DBL tiap tahunnya, rekor jarak tempuh terjauh dipegang tiga tim basket sekolah dari Merauke. Kabupaten terluas sekaligus paling timur di Indonesia. Ketiga sekolah itu adalah SMAN 1 Merauke, SMAN 2 Merauke, dan SMA John 23 Merauke.
Untuk ikut merasakan atmosfer Honda DBL Papua Series di GOR Waringin, Jayapura, student athlete dari ketiga sekolah itu harus terbang sekitar 1 jam 15 menit menggunakan pesawat. Dengan rute penerbangan langsung dari bandara Mopah, Merauke, menuju bandara Sentani. Dilanjutkan perjalanan darat sejauh 23 kilometer hingga tiba di GOR Waringin yang terletak di Abepura, Kotaraja, Jayapura.
Tidak ada akses jalan darat langsung dari Merauke ke Jayapura. Jadi, jarak antara kota Jayapura ke Merauke via jalan umum adalah — N/A kilometer atau N/A mil. Karena itu, DBL.id menggunakan jarak antara titik-titik dalam koordinat dalam peta. Dan hasilnya, adalah sejauh 664 kilometer! Untuk mengatasi jarak ini dengan kecepatan kendaraan (mobil) rata-rata 80 kilometer/jam, membutuhkan sedikitnya 8,3 jam atau 498 menit.
Datang jauh-jauh dari ujung timur, rupanya sepadan dengan rentetan torehan prestasi yang dicatatkan tim-tim basket asal Merauke. SMAN 1 Merauke misalnya, yang nyaris tak pernah absen dari gelaran Honda DBL Papua Series sejak kali pertama digelar pada 2009 silam. Prestasi terbaik mereka adalah mengawinkan gelar putra dan putri pada edisi 2011. Hingga sekarang, SMAN 1 Merauke tercatat sebagai sekolah pertama dan satu-satunya yang mampu mengawinkan gelar di Papua Series.
Ada cerita menarik di balik keikutsertaan SMAN 1 Merauke saat Honda DBL Papua Series kali pertama digelar 2009 silam. Saat itu, dengan pertimbangan geografis, kecil kemungkinan sekolah dari luar Jayapura atau Sentani berpartisipasi. Namun, justru SMAN 1 Merauke yang ngotot dan menyakinkan penyelenggara bahwa mereka layak ikut.
”Saya sampai berseloroh ke rekan-rekan penyelenggara, kalau kami (SMAN 1 Merauke) tidak diikutkan, sebaiknya lagu nasional yang baitnya berbunyi Dari Sabang Sampai Merauke diganti saja menjadi Dari Sabang Sampai Jayapura. He he he,” kenang Frans Lucky Liptiay, pelatih tim basket sekaligus guru olahraga SMAN 1 Merauke saat itu.
Memang, lanjut Lucky, tidak mudah untuk mempersiapkan segala kebutuhan bagi anak didiknya. Termasuk soal biaya transportasi dan akomodasi selama jauh dari rumah. Apalagi, membawa rombongan yang jumlahnya bisa mencapai 50 orang. Terdiri dari 12 pemain putra dan 12 pemain putri, pelatih dan ofisial, termasuk tim dance.
”Pada awal-awal ikut (tahun 2009), kami harus berpikir dan bekerja keras untuk mengumpulkan biaya, baik untuk beli tiket pesawat PP hingga kebutuhan akomodasi selama di Jayapura. Saya dan anak-anak (anggota tim basket putra dan putri) sempat jualan ayam bakar,” kenang Lucky.
Di Jayapura, mereka tinggal di sebuah rumah kosong milik salah satu kerabat yang tak jauh dari GOR. ”Tidak ada kasur. Jadi, saya dan anak-anak tidur hanya beralas tikar. Untuk kebutuhan makan, kami memasak sendiri. Tiap anak saya wajibkan bawa beras masing-masing 5 kilogram, bawang merah dan bawang putih masing-masing 1 kilogram. Untuk lauknya, saya bawa ikan asin sebanyak 30 kilogram dari Merauke. Karena ikan asin di Merauke lebih murah,” lanjut Lucky.
Siapa sangka. Berangkat dari kabupaten kecil nan terpencil, ditambah kondisi serba sulit dan terbatas itu, tim putra SMAN 1 Merauke akhirnya berhasil keluar sebagai champion edisi pertama Honda DBL Papua Series (2009). Tahun-tahun selanjutnya, dukungan dana dan moril berdatangan. Baik dari Pemerintah Kabupaten Merauke, kepala sekolah dan guru, hingga pihak-pihak lainnya. Termasuk orang tua para student athlete.
”Di tempat kami (Merauke), mungkin bisa dibilang jarang ada aktivitas sekolah memberangkatkan jumlah pelajar sampai 50 orang naik pesawat ke Jayapura. Paling banyak, hanya 5 orang. Suasana saat di bandara saat melepas maupun menyambut kedatangan juga sangat ramai dipenuhi orang tua dan keluarga. Termasuk mengarak anak-anak keliling kota saat kami juara. Itulah yang membuat saya bangga sampai sekarang,” pungkasnya.
Tidak hanya SMAN 1 Merauke yang membanggakan. Prestasi yang dicatatkan SMA John 23 Merauke juga luar biasa. Di pentas Honda DBL Papua Series, SMA John 23 adalah sekolah yang sangat disegani. Pada dua edisi terakhir (2019 dan 2018), mereka sukses melangkah ke final. Walau sayang harus puas menjadi runner-up.
Prestasi luar biasa dicatatkan SMA John 23 pada Honda DBL edisi 2013 hingga 2015. Kala itu mereka sukses menorehkan three peat atau tiga kali beruntun meraih champion. Rekor (three peat) ini belum bisa ditandingi oleh sekolah manapun pada Honda DBL Papua Series. Hingga saat ini. Sementara SMAN 2 Merauke, baru ikut berpartisipasi pada dua edisi terakhir ini.
Dari Merauke pula, beberapa talenta muda berbakat mengorbit ke jagad basket nasional melalui Honda DBL. Diantaranya bahkan sukses menembus skuad elite Honda DBL Indonesia All-Star. Menyisihkan puluhan ribu talenta berbakat tanah air, tak terkecuali dari kota-kota besar sekalipun. (roq)
Foto: DBL Indonesia