Converse, merek paling legendaris di kancah basket, kian serius kembali di jalur yang membesarkan namanya. Perekrutan pemain diawali Kelly Oubre Jr. tahun lalu. Kini, pemain berlabel juara NBA Draymond Green sudah diikat. Converse layak optimistis dengan apa yang sudah mereka lakukan.
Dua pemain ini boleh jadi mewakili dua hal. Oubre Jr. diproyeksi akan menjadi bintang di masa mendatang. Kegemilangannya disokong sponsor sepatu yang mumpuni. Posisi Green melengkapinya sebagai pemain sukses di mana Converse sanggup menggodanya untuk bergabung. Ini meningkatkan nilai merek yang dibangun di tengah sengitnya persaingan sepatu di NBA.
Saya kemudian teringat tentang momen Wade yang hengkang dari Converse lalu berlabuh dengan Jordan pada 2009. Bila ditotal, legenda Miami Heat itu berada di bawah lini perusahaan Nike selama Sembilan tahun sebelum bergabung dengan raksana olahraga Tiongkok, Li-Ning. Kontraknya dilanjutkan ke kontrak seumur hidup dengan nilai yang terbilang besar pada 2018.
Tahun 2001 jadi masa terkelam bagi Converse. Mereka mengajukan surat kebangkrutan ke Pemerintah Amerika Serikat. Perusahaan yang didirikan Marquis M. Converse itu dikhawatirkan akan tutup meski punya warisan cerita di kancah persepatuan yang sangat luas. Juli 2003, Nike membeli seluruh asset Converse seharga AS$300 juta menurut data dari ESPN pada 2005 dan menyelamatkannya dari pailit. Keputusan ini bersamaan dengan perekrutan Wade sebagai duta produk. Ia kala itu berstatus bintang muda potensial.
Draymond Green memperkenalkan Converse G4.
Tiga tahun bersama Nike sejak ruki, Wade bergeser ke Converse. Di era basket modern, inilah rekrutan terbaik mereka sebelum memutuskan rehat.
Mundur ke medio 2006, tiga tahun setelah masuk NBA, Wade sudah moncer. Ia telah menjuarai NBA musim 2005-2006. Didapuk pula jadi MVP di laga final. Olimpiade Athena 2004 dan Piala Dunia Basket 2006 pun telah dijelajahi.
Nama “D-Wade” dan “Wade” juga dikenalkan di bawah Converse sebagai penanda sepatu khususnya. Terdapat empat edisi Converse Wade yang pernah dirilis. Siluet kelima pun sudah muncul di internet kala itu namun tak pernah dijual ke publik. Sepatunya terbilang kuat dan menarik perhatian. Akan tetapi, perhatian publik lebih banyak mengarah ke sepatu khusus pebasket lainnyai terutama LeBron James dan Charmelo Anthony.
Ketidakpuasan itu membuat sebal Wade. Ia merasa harus punya sesuatu yang bisa diwariskan dalam hal ini sepatu khusus. Maka ia tergoda bergabung dengan Jordan. Akan tetapi, ia hanya bertahan dua tahun.
Kepergian Sang bintang dari Converse nyatanya membawa dampak yang besar. Setelah itu, mereka justru tak jua temukan sosok pengganti efektif. Lebih jauh, merek berlogo Star Chevron itu memutuskan untuk berhenti dari kancah perbasketan. Hal itu didukung pula dengan pemberhentian produksi sepatu basket secara massal. Converse kemudian fokus dalam membuat sepatu-sepatu gaya hidup seperti One Star, Chuck Taylor All-Star 1970’s, dan lain sebagainya.
Converse Wade 1.
Butuh waktu hingga enam tahun agar mereka kembali di jalur yang ditinggalkan. Di bawah naungan Nike, mereka mulai membangun lini Converse Basketball. Edisi perdananya adalah All-Star BB yang mulai dipasarkan pada 2019. Oubre Jr. juga didapuk sebagai duta dan memakainya di kancah NBA. Kini, Draymond Green adalah pebasket populer yang jadi duta terbesar Converse.
Rekam jejak Green terbilang moncer bagi Golden State Warriors hingga meraih tiga kali juara NBA pada 2015, 2017, dan 2018. Periode 2016-2018, ia terpilih dalam jajaran NBA All-Star. Mendapat gelar pemain bertahan terbaik setelah mengantongi steal terbanyak di musim 2017. Torehan yang terbilang menawan namun belum ada merek yang meliriknya.
Sesaat setelah Converse mengumumkan perekrutan, Bleacher Report mengabarkan bahwa Dwyane Wade mengirimkan pesan khusus ke Green. “Tolong pakai sepatu Converse D-Wade suatu saat nanti. Kamu harus bisa membuatnya layak dirilis ulang,” kata Wade di pesan tersebut. Duta seumur hidup Li-Ning itu tampaknya masih ingin melihat warisannya di merek lain.
Akan tetapi, Green hadir untuk Converse dengan kondisi yang berbeda saat Wade datang. Warriors tengah berada di musim buruk setelah pemain-pemain kuncinya cedera. Mereka berada di dasar klasemen wilayah barat. Di gim teranyar lawan Los Angeles Clippers, mereka kalah 131-107. Berbanding terbalik dengan Wade pada 2006 yang baru saja mengantarkan Heat juara.
Green kini punya dua mandat: memperbaiki posisi tim dan memasarkan Converse BB. Kondisi kompatriot di tim yang tak kunjung membaik membuat tugasnya kian berat. Charles Barkley meragukan kontribusi Green. “Bayangkan Draymond tergabung dalam sebuah grup vokal. Ia merasa semua bersorak kepadanya. Padahal, ia sedang berdiri di samping Justin Timberlake,” kala Barkley tampil di “The Dan Patrick Show” kemarin, 12 Maret 2020, waktu Amerika Serikat.
Terlepas dari adu mulut yang acap ditampilkan keduanya, Barkley meragukan kapabilitas Green. Argumennya mengisyaratkan bahwa Green hanyalah pelengkap di belakang Stephen Curry, Klay Thompson, dan Kevin Durant yang memang jadi poros permainan Warrior tiga tahun ke belakang. Pernyataan ini harus ditanggapi dengan sebagai motivasi pembuktian Green.
Lalu, layakkah Draymond Green disandingkan dengan Wade dari segi kontribusinya kepada sponsor? Mari kita tunggu pembuktiannya.
Foto: Jeff Chiu/Associated Press, Ezra Shaw/NBAE via Getty Images, Noah Graham/NBAE via Getty Images