CLS Knights telah menjadi kebanggaan Surabaya. Bahkan menjadi simbol perkembangan bola basket di Kota Pahlawan. Rabu malam, 18 September 2019, tim ini resmi mengumumkan vakum dari basket profesional Indonesia. Ini menandai berakhirnya romantisme CLS Knights.
CLS berdiri bulan Februari tahun 1946, sebagai sebuah wadah penggemar bola basket di Surabaya. Pada tahun 1949, Yayasan CLS Surabaya berhasil membangun sebuah lapangan basket luar ruang (outdoor) sebagai sarana utama dalam pengembangan olahraga bola basket bertepat di Jalan Indrapura, kota Surabaya.
Pada tahun 1990 Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur menyediakan sebidang tanah untuk membangun sebuah gedung olahraga tertutup bertaraf internasional khusus untuk olahraga bola basket. Gedung tersebut kini bernama GOR Kertajaya.
Sejak tahun 1994, tim basket CLS mulai bergabung dengan liga profesional Indonesia. Saat itu masih bernama Kobatama. Tahun 2007, CLS menerima mitra baru sebagai pengurus tim profesionalnya. Ia adalah Christopher Tanuwidjaja.
Dinamika CLS Knights di basket profesional selalu mencuri perhatian penggemar basket tanah air. Terutama ketika mereka mengarungi NBL Indonesia, IBL, hingga ke ASEAN Basketball League (ABL). Di sana, CLS Knights berhasil mencatatkan beberapa raihan: Runner-Up NBL Indonesia 2010-2011, Juara Turnamen Pramusim NBL Indonesia 2011-2012, Juara IBL 2016, dan terakhir juara ABL 2018-2019.
Kabar perginya Christopher Tanuwidjaja dari CLS Knights memang sudah tersebar sejak dua minggu lalu. Namun baru Rabu malam, dirinya memberikan pernyataan secara resmi, didampingi oleh Ming Sudarmono, Ketua Yayasan CLS Surabaya.
"Pergi saya ini dalam arti saya akan melepaskan jabatan sebagai managing partner tim profesional CLS," kata Christopher.
Dirinya mengungkapkan bahwa mengurus sebuah tim profesional butuh perjuangan yang luar biasa. Baik itu waktu, tenaga, dan juga finansial. Christopher kadang-kadang harus meninggalkan keluarganya berbulan-bulan.
"Saya ingin berada di samping anak-anak saya, saat mereka sedang tumbuh. Tidak terasa anak-anak saya sudah besar," imbuhnya. "Tetapi cinta saya pada basket tetap ada. Bila CLS membutuhkan, saya siap membantu, asalkan jangan di manajamen tim profesional."
Pihak Yayasan CLS Surabaya menghormati keputusan yang diambil Christopher Tanuwidjaja tersebut. Ming Sudarmono juga menyatakan akan mencari pengganti untuk mengurus tim profesional. Tetapi tidak dalam waktu dekat.
"Saya mewakili Yayasan CLS Surabaya mengucapkan terima kasih, karena sudah 12 tahun mengelola tim profesional kami. Terima kasih atas terja kerasnya selama ini," ucap Ming. "Untuk selanjutnya kami akan mencari pengganti Christopher. Namun untuk sementara waktu, kami akan vakum dari basket profesional dulu."
CLS Knights sebagai klub profesional sudah resmi vakum. Namun Ming Sudarmono menegaskan bahwa pembinaan yang dilakukan Yayasan CLS Surabaya masih tetap berjalan. Mereka akan tetap eksis di kompetisi amatir dan kelompok umur. Sembari mencari dan menimbang pihak-pihak yang bersedia mengelola tim profesional.
"Saya rasa punya tim profesional itu sangat penting untuk kami. Tapi tentu tidak mudah menangani tim profesional. Oleh sebab itu, kami akan mencari orang yang tepat," tegasnya.
CLS Knights dikembalikan ke yayasan. Pertanyaan yang muncul adalah tentang nasib para pemain. Christopher memberikan penjelasan mengenai hal tersebut.
"Pada saat kami akan berlaga di ABL. Kami membuat penyesuaian kontrak dengan para pemain. Ini untuk pemain lokal saja. Karena pemain asing memang kontraknya tiap turnamen atau musim saja. Kalau untuk pemain lokal kami sesuaikan hingga dua musim di ABL. Artinya, setelah musim ABL kemarin (2018-2019) berakhir, maka durasi kontrak pemain lokal juga sudah habis," jelasnya.
Oleh karena itu, ketika tidak ada opsi perpanjangan, maka kontrak pemain tersebut berakhir. Mereka sudah tidak punya ikatan lagi dengan tim CLS Knights.
Inilah akhir dari cerita romantisme antara Yayasan CLS Surabaya dengan "Knights" yang sudah berjalan selama kurang-lebih 12 tahun.
Selamat tidur CLS Knights. (*)
Foto: Mainbasket