Semua berawal ketika Draymond Green mendapat sanksi larangan bermain di Game 5 Final NBA 2016. Bagi yang kerap parno dengan teori konspirasi, ada semacam undangan untuk berprasangka bahwa, âNBA ingin Cavaliers menang di Game 5â.
Pada Game 4, Draymond Green terlibat insiden dengan LeBron James. LeBron melangkahi Green yang terjatuh, lalu Green terlihat seperti memukul selangkangan LeBron.
NBA kemudian kembali mengamati insiden tersebut dengan seksama dan kemudian mengeluarkan pengumuman setelah laga. Green melakukan flagrant foul kelas 1.
Sanksi bagi Green tak hanya tak boleh bermain di Game 5. Ia juga tak boleh menyaksikan laga dari Oracle Arena. Green menyaksikan kekalahan rekan-rekannya dari sebuah ruangan suite di Oakland Coliseum. Green mengaku menyesal dengan kelakuannya.
Mudah memiliki prasangka bahwa NBA ingin Cavaliers menang ketika Green dilarang bermain. Pengaruh pemain bernomor punggung 23 ini sangat besar bagi Warriors.
Sepanjang playoff, ketika Green bermain, Warriors rata-rata mencetak 111,6 dan hanya memasukkan 99,1 poin ketika Green absen. Tembakan para pemain Warriors juga lebih akurat ketika Green bersama mereka di lapangan.
Warriors memasukkan 47,1 persen pada field goals ketika ada Green dan 44,1 saat Green tak ada. Tembakan tiga angka pun masuk mulus di atas 40 persen jika Green hadir dan sekitar 35 persen ketika Green tak ada.
Jadi ada kewajaran ketika para pecinta NBA (Warriors khususnya) berburuk sangka bahwa Game 5 memang diperuntukkan untuk Cavaliers dengan cara melarang Green bermain.
Tentang larangan yang tidak memuaskan itu, para penggemar warriors tidak sendiri. Salah satu yang tak sepakat dengan keputusan NBA adalah Matt Barnes, guard Memphis Grizzlies. Matt Barnes pun tak sendiri, banyak yang tak puas dengan keputusan NBA melarang Green bermain di Game 5.
Terlepas dari tidak akan bermainnya Green, Warriors menyambut Game 5 dengan keunggulan 3-1. Belum ada tim dalam sepanjang sejarah NBA yang berhasil membalikkan situasi ini untuk kemudian muncul sebagai juara. Yang mampu membawa laga ke Game 7 pun hanya dua tim saja.
Trofi Larry OâBrien (trofi juara NBA) pastilah sudah berada di suatu sudut di Oracle Arena pada Game 5. Warriors hanya butuh satu kemenangan untuk menjadi juara dua kali berturut-turut. Orang-orang di sekitar Bay Area rela membayar ribuan dolar untuk menjadi saksi sejarah yang kemungkinan akan diukir Warriors di Game 5.
Sayangnya, Game 5 dimenangkan Cavaliers dengan meyakinkan. LeBron James dan Kyrie Irving masing-masing menyumbangkan 41 poin. Ketidakhadiran Green tampaknya bukan hanya memengaruhi permainan Warriors, tetapi juga mental para pemainnya. Selisih kekalahan Warriors cukup lebar. Padahal mereka bermain di kandang sendiri, Oracle Arena. Cavs menang 112-97.
Lalu datanglah Game 6.
Laga keenam berlangsung di rumah Cavaliers. LeBron James punya peluang menang lebih besar tetapi Warriors sudah punya Green yang boleh kembali bermain.
Kali ini, ada atau tidaknya Green tak begitu membawa pengaruh. LeBron James kembali mengukir 41 poin dan menjadikannya pemain kelima dalam sejarah NBA sebagai pemain yang mampu mencetak 40+ poin di Final NBA di dua laga berturut-turut. Cavaliers menang 115-101 dan laga penentuan atau Game 7 akan segera bergulir, kembali ke Oakland, rumah Warriors.
Kemudian muncul cuitan api di atas genangan bensin:
âIâve lost all respect sorry this is absolutely rigged for money⦠Or ratings in not sure which. I wonât be silent. Just saw it live sry.â
Adalah cuitan Ayesha, istri Stephen Curry di twitter setelah laga usai. Cuitan yang langsung di-retweet oleh puluhan ribu orang, sebelum Ayesha kemudian menghapusnya.
Dugaan bahwa NBA mengarahkan hasil sebuah laga atau agenda-agenda tertentu memang bukan baru. Media-media besar dan blog-blog pribadi tak ketinggalan membicarakannya.
Bila para penggemar NBA banyak yang parno dengan teori konspirasi ini, maka ini boleh jadi memang telah dibangun jauh-jauh hari oleh beberapa peristiwa mencurigakan yang melibatkan NBA dan unsur-unsur lainnya.
Dari beberapa konspirasi NBA yang muncul ke permukaan, ada beberapa yang sangat populer.
Pemilihan Patrick Ewing pada NBA Draft tahun 1985 adalah salah satu yang paling populer. Center legendaris ini kala itu merupakan pemain kampus yang cemerlang. Ia membawa Georgetown University tiga kali ke Final NCAA dan menjadi juara satu kali. Ewing adalah komoditi terindah dan tim-tim NBA memperebutkannya.
Kisah konspirasi mulai muncul ketika pertanyaan siapa yang akan mendapatkan kesempatan pertama (baca: Ewing) muncul. Pada pemilihan atau lotre (lottery pick) siapa yang akan memilih pertama diadakan, banyak yang berasumsi bahwa New York Knicks dan Commissioner NBA David Stern sudah main mata.
Ketika mengambil amplop undian, David Stern dianggap sudah tahu harus mengambil amplop yang mana di antara amplop-amplop yang terlihat sama di dalam balon undian. Pembedanya kemungkinan samar-samar yang hanya diketahui oleh Stern saja. Bisa dari suhu amplop (dicurigai dimasukkan ke freezer dulu), ada lipatan kecil di pojok amplop, bahkan ada yang beranggapan salah satu amplop diberi lem.
Apa yang mendasari konspirasi Ewing? Silakan cari di Google, ketik âEwing cons..â Tak usah diteruskan karena Google sudah tahu apa yang mau kalian cari.
Kejadian hampir serupa terjadi beberapa waktu lalu. Tepatnya di bulan Mei 2016 ini. Beberapa jam sebelum pengundian lotre NBA Draft 2016, Dikembe Mutombo, alumnus Philadelphia 76ers mengeluarkan cuitan ucapan selamat kepada mantan timnya atas kemenangan hak memilih pertama.
Lucunya, saat cuitan Mutombo muncul, pengundian belum dilakukan. Dan ketika pengundian dilakukan, 76ers memang keluar sebagai pemenang.
Sebuah âkebetulanâ yang kembali membuat pecinta konspirasi menduga-duga asyik.
Konspirasi dalam mengarahkan hasil pertandingan muncul salah satunya di Game 6 Final Wilayah Barat tahun 2002. Saat itu, Sacramento Kings unggul 3-2 dan Game 6 berlangsung di Los Angeles.
Laga keenam ini menjadi salah satu laga paling kontroversial sepanjang sejarah NBA. Di laga tersebut, keputusan-keputusan wasit banyak yang dipertanyakan. Misalnya saja, tidak ada tiupan foul untuk sikutan Kobe ke wajah Mike Bibby atau penjelasan 27 tembakan bebas yang didapat Lakers di kuarter empat (40 keseluruhan), serta foul trouble yang didapat para big man Kings.
Game 6 dimenangkan Lakers 106-102 yang membawa mereka menang di Game 7 dan menjadi juara di Seri Final NBA dengan mengalahkan New Jersey Nets 4-0.
Rentetan pertandingan-pertandingan kontroversial yang menjurus terhadap munculnya dugaan konspirasi muncul lagi beberapa waktu kemudian. Umumnya mencuat karena terjadi di laga-laga krusial Final NBA.
Membawa tim-tim dengan pangsa pasar besar ke final serta membuat seri final menjadi tujuh laga demi meraup keuntungan besar (seperti yang dituduhkan Ayesha) memang kerap menjadi alasan munculnya teori konspirasi seputar alur-alur laga di NBA.
Untuk sekongkol pengarahan final ke tim dengan pangsa pasar besar, kecurigaan muncul di era 90-an hingga awal 2000. Pada tahun-tahun itu, terkecuali final tahun 1995 (Houston Rockets vs. Orlando Magic), final-final NBA selalu menyertakan New York, Chicago dan Los Angeles.
Tiupan-tiupan mencurigakan dari wasit yang mengantarkan tim-tim dengan pangsa pasar besar kerap terdengar dan membuat fans NBA geleng-geleng kepala.
Membawa laga final ke jumlah pertandingan maksimum (Game 7) juga menjadi penyebab munculnya kecurigaan konspirasi.
Game 7 memiliki arti rating televisi bertambah, pemasukan iklan bertambah, tiket penonton bertambah dan ya, tentu saja uang pemasukan bagi NBA bertambah. Tentang konspirasi gaya ini, selain Final 2016 ini, kejadian serupa juga pernah terjadi pada Final 1988 antara Lakers melawan Detroit Pistons.
Di Game 6, Pistons sudah di ambang juara karena unggul 3-2 dan di detik-detik akhir Game 6 tengah unggul 102-101 atas Lakers. Lalu muncullah tiupan wasit yang menyatakan Bill Laimbeer melakukan foul kepada Kareem Abdul-Jabbar.
Sebuah foul yang hingga kini ditolak mentah-mentah oleh Pistons dan para penggemarnya. Abdul-Jabbar berhasil memasukkan dua tembakan bebasnya, memaksa digelarnya Game 7 dan kemudian Lakers keluar sebagai juara.
Dari beberapa cerita konspirasi populer seputar NBA, salah satu yang terfavorit adalah tentang pensiunnya Jordan di tahun 1993.
Setelah membawa Chicago Bulls juara tiga kali berturut-turut, Michael Jordan saat itu tiba-tiba mengumumkan pensiun. Aneh! Apalagi ia tengah berada di masa kejayaannya dan tengah dalam kondisi kebugaran yang prima.
Jordan mengaku ia sudah kehilangan gairah bermain basket dan kehilangan ayahnya di tahun yang sama sangat memukulnya. Jordan berhenti dari NBA untuk kemudian bermain baseball.
Bagi pecinta teori konspirasi NBA, alasan tersebut hanyalah dibuat-buat. Alasan sebenarnya, barangkali adalah ketagihan Jordan kepada judi yang sedang gila-gilanya, dan NBA memberi sanksi kepada Jordan atas kegilaan tersebut.
Keyakinan akan hal ini muncul ketika dalam konferensi pers tentang pensiunnya, Jordan menjawab sebuah pertanyaan wartawan dengan jawaban mencurigakan. Ketika seorang wartawan bertanya apakah ia akan kembali ke NBA suatu saat kelak, Jordan menjawab âKalau David Stern mengizinkan.â
Dugaan-dugaan konspirasi bukanlah hal baru di NBA. Ada yang meyakininya, tentu banyak yang menganggapnya angin lalu.
Enam tahun lalu, dalam sebuah video singkat yang dibuat oleh New York Times di mana David Stern berdialog langsung dengan para penggemar NBA di sebuah tempat cukur di New York, sebuah pertanyaan muncul, âSiapakah yang akan juara NBA?â
Sambil tersenyum diiringi tawa oleh para peserta dialog, David Stern menjawab, âSaya tahu, saya tidak boleh mengatakannya ke kamu.â
Kembali ke Final 2016. Adakah pertemuan antara Cavaliers dan Warriors ini juga obyek konspirasi NBA untuk mendapatkan pendapatan maksimum seperti yang kurang lebih dituduhkan oleh Ayesha Curry?
Lagi-lagi, bagi pecinta konspirasi, dilarangnya Green bermain di Game 5 boleh jadi menjadi indikasi kuat akan hal ini. Lalu ada satu lagi indikasi kuat lainnya, yaitu Stephen Curry yang harus keluar karena sudah melakukan enam kali foul plus dipaksa keluar arena karena melempar pelindung gigi ke arah penonton.
Dikeluarkannya Curry dari laga menjadi hal menarik karena sangat jarang seorang bintang NBA apalagi MVP harus menerima sanksi tersebut.
Kenyataannya, Curry bahkan menjadi pemain pertama di Final NBA yang dipaksa keluar arena (ejected) sejak kejadian serupa menimpa Frank Brickowski, pemain Seattle SuperSonics di final tahun 1996.
Kepala pelatih Warriors, Steve Kerr dalam konferensi pers seusai laga juga sadar akan hal ini. Ia mengatakan bahwa tiga dari enam foul yang didakwakan kepada Curry tidaklah layak. Kerr jelas sadar bahwa dengan mengeluarkan komentar tersebut ia akan mendapat sanksi dari NBA. Dan akhirnya Kerr memang harus memberi "sumbangan" ke NBAÂ sebesar 25.000 dolar.
Komentar akan adanya konspirasi di Final 2016 ini juga datang dari Tim Donaghy. Tim adalah mantan wasit NBA yang dipecat dan dilarang berhubungan dengan semua hal yang terkait NBA seumur hidup. Tim mendapat sanksi tersebut karena memanfaatkan profesi dan wewenangnya untuk berjudi atas hasil-hasil laga di NBA.
Setelah terkena sanksi, Tim belakangan âmembuka aibâ NBA dengan mengatakan bahwa beberapa laga memang diatur oleh NBA. Beberapa wasit mendapatkan instruksi khusus yang harus dijalankan.
Terkait dengan dilarangnya Green bermain di Game 5, Tim berpendapat bahwa sanksi tersebut dikeluarkan NBA agar kesempatan bermain Cavs lebih panjang.
Reputasi Tim Donaghy di NBA adalah pembohong. Namun pernyataannya membuat para penggemar konspirasi mau tak mau melirik ke arah kata-katanya.
Ada atau tidaknya konspirasi yang meliputi Final 2016, Game 7 sudah di depan mata. Bila ini yang memang diinginkan NBA, maka inilah yang akan terjadi.
Tuduhan Ayesha melalui twitter memang lemah dan sulit dibuktikan. Namun lucunya, dampaknya memang nyata.
â..this is absolutely rigged for moneyâ¦â
Ayesha tidak keliru. Benar, di Game 7 nanti, Golden State Warriors akan ketumpahan hujan 14 juta dolar sebagai imbalan tuan rumah Game 7 (tweet @timkawakami).
Oh, btw, ribut-ribut teori konspirasi NBA ini pun sebenarnya boleh jadi merupakan konspirasi agar NBA selalu seru untuk jadi bahan obrolan kita semua. (*)
Foto: NBA