Setiap tahun, sejak lebih dari sedekade ke belakang, Surabaya menampung kurang-lebih 150 pemain SMA putra dan 150 pemain SMA putri terbaik dari seluruh Indonesia. Mereka adalah lima pemain putra dan lima pemain putri terbaik (First Team) dari 30 kota penyelenggaraan Honda DBL di tahun itu. Di Surabaya, mereka bersatu mengikuti DBL Camp (kamp) selama 3, 4, sampai 5 hari.
Mencari lima pemain terbaik dari setiap kota DBL tidak mudah. Jadi sangat mungkin, banyak potensi-potensi hebat yang bisa jadi terlewatkan oleh berbagai macam faktor. Di akhir kamp DBL, hanya ada 12 pemain putra dan 12 pemain putri yang terpilih sebagai skuat DBL All Star yang kemudian berhak pergi ke Amerika Serikat untuk berlibur dan berlatih. Sisanya, kembali ke daerah asal masing-masing.
Pertanyaannya, ke mana perginya 150 pemain putra dan putri berbakat yang muncul setiap tahun ini sekarang? Khusus untuk 150 pemain putra berbakat yang selalu muncul setiap tahun dalam 10 tahun terakhir, mengapa hanya sebegitu saja sisanya yang muncul di liga basket tertinggi kita IBL? Ke mana mayoritas sisanya pergi?
Bila saja, setelah DBL ada kompetisi yang lebih menarik untuk mereka ikuti atau kejar, maka sangat mungkin setiap tahun kita punya ratusan bakat baru yang siap rebutan untuk main di IBL. Saat itu, sistem draft ideal yang diimpikan IBL rasanya mulai bisa terwujud.
Foto: ABL