Fictor G. Roring hanya tersenyum. Kepala pelatih Garuda Bandung ini tidak mengeluarkan reaksi berlebihan ketika salah seorang wasit ia anggap memberi keputusan yang kurang tepat. (Perlu dicatat bahwa ini anggapan coach Ito dan beberapa orang yang menyaksikannya. Boleh jadi keputusan wasit malah benar).

Beberapa saat kemudian, coach Ito panggilan akrabnya, kembali melakukan protes. Setelah mendapat penjelasan dari wasit, ia kembali tersenyum. Kecut.

Lalu tibalah kaktu beberapa detik menjelang kuarter kedua berakhir. Bola mati, dan coach Ito meminta time out. Tak ada wasit atau petugas meja yang melihatnya. Coach Ito sedikit lebih kecewa daripada sebelum-sebelumnya.

Tapi, tapi ia kembali tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Mungkin karena Garuda hanya tertinggal lima poin saja, 34-29.

Laga antara Garuda Bandung kontra M88 Aspac Jakarta sedianya merupakan laga seru yang sepertinya akan banyak menimbulkan momen-momen dramatis. Aspac keluar sebagai pemenang dengan kedudukan 67-60.

Garuda bukanlah tim yang memiliki serangan setajam Aspac. Offensive rating Garuda 13 poin di bawah Aspac. Namun dari segi bertahan, Garuda cukup sulit ditembus.

Sayangnya, hingga akhir Seri 1 Jakarta, pemain-pemain Garuda adalah yang paling sering melakukan foul. Aspac punya peluang kuat mendulang angka lewat tembakan-tembakan bebas.

Potensi dan situasi ini sepertinya sangat disadari oleh coach Ito. Oleh karena itu, ia sedikit berhasil membongkar kebiasaan pemain Garuda dalam bertahan.

Foul memang masih agak sering dilakukan (24), tetapi tidak banyak berbuah tembakan bebas (foul bawah). Sebaliknya, Garuda justru menerima 25 kali tembakan bebas yang 15 di antaranya berbuah angka.

Momen-momen dramatis laga yang seharusnya ketat tidak muncul-muncul. Garuda dan Aspac saling berbalas cetak poin dalam kondisi selisih yang tidak terlalu dekat.

Momen saling mendahului raihan poin hanya terjadi tujuh kali. Poin sama juga hanya terjadi tujuh kali. Paling banyak terjadi di kuarter pertama (saling salip 5 kali, sama 6 kali).

Drama yang tidak diharapkan justru terjadi dari aktor atau tepatnya sang sutradara lapangan, para wasit. Drama yang melibatkan wasit justru lebih sering terjadi.

Kuarter empat berjalan seru. Pertahanan Garuda kokoh. Khususnya di paint area.

Keadaan ini membuat Jugiyanto Kuntardjo, kepala pelatih Aspac memberikan kebebasan kepada guard Andakara Prastawa untuk mengatur serangan. Prastawa banyak membawa bola sendiri.

Kadang bola hanya berada di tangannya selama satu possession. Prastawa bawa bola, prastawa menembak, masuk. Atau, Prastawa bawa bola, Prastawa menembak, tidak masuk. Pemain-pemain Aspac kembali bertahan tanpa beban. Tanpa ada teguran kepada sang point guard.

Pola ini terbaca oleh Garuda, meskipun mereka tetap sulit menangkap Prastawa yang berpindah-pindah tempat seperti ayam liar.

Namun apa yang dilakukan Prastawa beberapa kali juga merupakan jebakan. Konsentrasi para pemain Garuda kepada Prastawa beberapa kali membuat pemain Aspac lain berada dalam posisi kosong di bawah ring.

Yup. Buah simalakama yang tak punya jawaban.

Coach Ito tak punya jawaban atas performa Prastawa. Ia menolak bahwa pemainnya tidak bermain bagus.

"Dalam satu pertandingan di mana ada pemain seperti Pras. Ia sulit dihentikan. Sehebat apapun kita berusaha menjaganya. Lihat saja Russell Westbrook atau James Harden di NBA. Mereka memang hebat saja, bukan karena pertahanan tidak mampu menghentikan mereka. Pertahanan sudah maksimal," jelas coach Ito.

Legawa atas kehebatan Aspac, bukan berarti tak acuh terhadap performa wasit. Secara tersurat coach Ito mengatakan bahwa timnya bisa lebih maksimal andai keputusan-keputusan wasit tidak mengecewakan.

Setelah prolog-prolog di babak pertama, klimaks drama yang melibatkan para wasit memang terjadi di kuarter terakhir. Pada detik-detik krusial yang seharusnya bisa memunculkan drama pertandingan yang sebenarnya.

Beberapa drama di antaranya adalah ketika ketiga wasit tidak ingat siapa yang dilanggar oleh Oki Wira dan berhak melepaskan tembakan bebas.

Padahal, salah satunya sudah menunjuk dan Diftha Pratama sudah berada di garis tembakan bebas. Para wasit sampai perlu melihat video untuk memantapkan ingatan mereka.

Lalu ada offensive foul yang dilakukan Galank Gunawan. Sebuah keputusan yang membuat coach Ito kecewa dan berteriak-teriak seperti kesurupan di tepi lapangan. Senyum kecut berevolusi cepat menjadi stress histeris.

Dan terakhir adalah foul yang dilakukan salah satu dari dua pemain Garuda di detik-detik akhir laga. Coach Ito tidak merasa dua pemainnya melakukan foul. Bagi coach Ito, para pemainnya tidak melakukan foul karena pemain yang dijaga sudah mati terperangkap dalam taktik double team.

Potensi wasit benar memang ada. Potensi keliru pun ada. Tiupan-tiupan inilah yang membuat coach Ito meluap-luap.

Puncaknya, coach Ito terkena technical foul. Coach Ito marah, dengan emosional kemudian meminta di berikan technical foul lagi. Wasit mengabulkannya.

Wasit mengangkat kedua tangan berbentuk siku. Sebuah aba-aba atau tanda bahwa coach Ito harus keluar arena. Ejected!

Drama ternyata belum selesai. Setelah diusir, coach Ito ternyata tidak lantas meninggalkan lapangan. Ia masih berkeliaran di depan skuatnya. Coach Ito bahkan masih ikut menyaksikan video tayang ulang di meja pengawas.

Sebuah akhir laga yang jelas sangat tidak diharapkan. Sebuah twist yang mengecewakan.

Kekecewaan berlebih pelatih terhadap performa wasit bukan barang baru di liga profesional kita. Tetapi bukan pula sesuatu yang tidak coba dibenahi oleh para wasit itu sendiri.

Para wasit dan liga pasti akan mengulas performa para pengadil laga antara Aspac melawan Garuda tadi malam. Mereka pasti akan mengusahakan agar hal tersebut tidak terjadi lagi.

Peristiwa seperti tadi malam memang relatif jarang terjadi. Tetapi sekali-kalinya terjadi, bukan hanya hasil akhir yang membuat sebagian penonton kecewa, tetapi alur drama pertandingan yang jadi tidak mengasyikkan.

Tadi malam, wasit tidak terlalu fokus. Entah apa penyebabnya.

Laga seharusnya selesai lebih awal ketika Diftha akan melepaskan tembakan bebas tetapi wasit malah kebingungan apakah memang Diftha yang dilanggar atau bukan.

Wasit tidak ingat keputusannya yang hanya berselang beberapa detik. Mungkin manusiawi. Mungkin memang tidak fokus. Tapi tidak fokus juga manusiawi. Tetapi seharusnya bisa dijaga.

Prastawa bermain luar biasa tadi malam. Ia membukukan 20 poin dan 6 assist.

Coach Ito sadar bahwa mengkhawatirkan Prastawa lebih penting daripada memikirkan wasit. Ia berpengalaman akan hal ini. Apalagi hal serupa pernah ia alami saat Indonesia bertemu tuan rumah Singapura di SEA Games 2015 lalu. Tetapi untuk kejadian tadi malam, ia sepertinya tak kuasa untuk tidak tidak perhatian terhadap keputusan wasit yang mengecewakannya. (*)

Foto: Dokumentasi IBL.

Populer

Dalton Knecht Menggila Saat Lakers Tundukkan Jazz
LeBron James Hiatus dari Media Sosial
Luka Doncic Cedera, Kabar Buruk Bagi Mavericks
Shaquille O’Neal Merana Karena Tidak Masuk Perbincangan GOAT
Tripoin Franz Wagner Gagalkan Kemenangan Lakers
Perlawanan Maksimal! Indonesia Kalah dari Korea di Tujuh Menit Terakhir!
Tyrese Maxey Buka-bukaan Soal Kondisi Internal Sixers
Suasana Ruang Ganti Sixers Memanas
Hasil Rapat Sixers Bocor, Paul George & Joel Embiid Kecewa
Grizzlies Hajar Sixers, Pelatih Taylor Jenkins Pecahkan Rekor Waralaba