Bermain lamban di awal lalu bermain agresif di akhir adalah salah satu plot yang akan kita dapatkan ketika menyaksikan pertandingan tim papan atas melawan tim papan bawah.
Itu yang terjadi kemarin (1/2) ketika M88 Aspac Jakarta bertemu NSH Jakarta, dan itu pula yang terjadi hari ini ketika Pelita Jaya EMP Jakarta mengalahkan NSH Jakarta 66-45.
Kemarin, ketika Aspac melawan NSH, skor ketat selisih lima poin masih terjadi hingga akhir kuarter ketiga. Hari ini, NSH hanya tertinggal empat poin dari Pelita Jaya hingga akhir kuarter kedua.
Pertandingan seperti ini kadang membuat penonton berharap-harap cemas akankah terjadi kejutan di akhir laga.
Terkecuali laga ketika JNE Bandung Utama mengalahkan Pelita Jaya di Seri 1 Jakarta, hal serupa akan sulit terjadi.
Menghadapi tim yang ada jauh di bawahnya, tim papan atas akan menghemat tenaga. Mereka bermain lebih kalem atau menurunkan pemain-pemain lapis keduanya.
Tim-tim yang memiliki barisan bigman bagus, seperti Pelita Jaya dan juga Aspac tak jarang tidak terlalu memaksimalkan potensinya. Mereka akan lebih mencoba mendulang angka dari tembakan-tembakan jauh. Sebuah ajang pemanasan atau latihan dalam situasi laga sebenarnya. Yup, laga seperti ini jadi semacam ajang latihan. Latihan dengan intensitas serius pastinya.
Pelita Jaya menutup laga dengan selisih 21 poin. Kecuali Hendru Ramli, semua pemain mencetak angka. Terbanyak disumbangkan oleh Amin Prihantono yang memasukkan 16 poin.
Sepanjang pertandingan, Amin hanya melepaskan tembakan dari luar garis tiga angka. Lima dari sembilan tembakannya masuk. Satu poin tambahan didapat dari tembakan bebas. Raihan Amin sedikit banyak membuktikan asumsi ini.
Pada tiga menit sebelum laga usai, kepala pelatih Pelita Jaya Benjamin Alvarez Sipin juga memasukkan rookie Ricky Istiadi. Ricky berhasil mencetak empat poin.
Keseluruhan, akurasi Pelita Jaya mencapai angka 50 persen. Cukup tajam untuk sebuah laga yang dimainkan tidak dengan tenaga penuh. (*)
Foto: Dokumentasi IBL