Suatu hari, ketika masih melatih Bank BJB Garuda Bandung, atau tepatnya musim lalu, Fictor G. Roring alias Coach Ito memperlihatkan telepon genggamnya ke saya. Ia menunjukkan sebuah ikon di layar teleponnya. Coach Ito mengatakan bahwa ia selalu mengikuti Mainbasket. Agar tidak repot, ia membuat ikon khusus agar bila ia ingin baca Mainbasket, maka ia tinggal klik, dan langsung terhubung ke mainbasket.com.

Malam ini, tepat setelah Pelita Jaya EMP Jakarta keluar sebagai juara IBL 2017, saya menyalami dan memberi selamat kepada Coach Ito. Coach Ito tersenyum sambil mengatakan, “Bagaimana, ketemu kan jawabannya?” Ia kemudian tertawa.

Jawaban yang dimaksud oleh Coach Ito tentu saja tak lain tak bukan adalah jawaban-jawaban atas tiga pertanyaan dari artikel Mainbasket satu hari sebelumnya: “3 Pertanyaan Satria Muda yang Tak Bisa Dijawab Pelita Jaya

Tiga pertanyaan tersebut sebenarnya muncul akibat gaya permainan agresif Satria Muda Pertamina Jakarta saat memukul Pelita Jaya di Game 2 dengan kedudukan telak 83-63.

Pertahanan ketat man to man Satria Muda hampir di sepanjang pertandingan Game 2 (pertanyaan 1), performa Vamiga Michel dan Arki Dikania Wisnu (pertanyaan 2) dan tembakan-tembakan Kevin Yonas (pertanyaan 3) di kuarter empat adalah pertanyaan-pertanyaan yang membuat Pelita Jaya mati kutu di Game 2. Malam itu, seusai laga kedua, Kepala Pelatih Pelita Jaya Johanis Winar alias Coach Ahang hanya mengatakan, “Itu yang harus kami evaluasi lebih jauh.”

Pernyataan Coach Ahang ternyata bukan sekadar isapan jempol. Ia, bersama Coach Ito benar-benar mengevaluasi laga kedua dan menemukan jawaban untuk tiga pertanyaan sulit di atas.

“Pagi pas latihan, saya lihat mata para pelatih merah semua. Mereka jelas kurang tidur,” terang Adhi Pratama.

Ketika Game 3 berlangsung, secara cukup mengejutkan, Satria Muda tidak lagi banyak menggunakan penjagaan man to man yang ketat. Pertahanan Satria Muda lebih longgar.

Sebaliknya Pelita Jaya terlihat seolah tak ingin mengulang kesalahan. Para pemain Pelita Jaya cepat bergerak ke luar ketika Satria Muda beberapa kali mencoba melepaskan tembakan tiga angka.

Usaha Pelita Jaya berhasil menjawab pertanyaan ketiga. Satria Muda hanya memasukkan 20 persen saja dari keseluruhan tembakan tiga angkanya. Satria Muda melepaskan 40 tembakan tiga angka dan hanya 8 yang kena sasaran. Ini menurun cukup signifikan dari Game 2 di mana Satria Muda melepaskan 32 tripoin dan 13 di antaranya masuk.

Kevin Yonas sendiri hanya memasukkan 1 dari 4 tripoin. Di Game 2, Kevin memasukkan 3 dari 5 tembakan tiga angkanya. Ketiga-tiganya terjadi di menit-menit krusial kuarter empat. Pertanyaan ketiga dari Satria Muda dijawab dengan baik oleh Pelita Jaya.

Arki Dikania Wisnu masih bermain garang. Ia tetap mencetak 9 angka, jumlah yang sama dengan Game 2. Akurasi Arki bahkan sama di angka 40 persen. Hanya saja, di Game 3 Arki harus menerima kenyataan dikeluarkan dari lapangan karena akumulasi 5 kali pelanggaran. Angka efektivitas Arki di Game 2 adalah 9. Di Game 3, efektivitas Arki menurun jadi hanya 5.

Pun halnya Vamiga Michel. Martavious Irving yang kesulitan karena penjagaan Vamiga di Game 2 mulai menemukan cara untuk menghindar. Dalam sebuah kesempatan di kuarter pertama, Irving membuat Vamiga terjungkal saat menjaganya. Wasit tidak meniup peluit offensive foul walaupun Vamiga terlihat melakukan protes. Walau sama mencetak 2 poin, efektivitas Vamiga -1 di Game 3. Menurun dibandingkan Game 2. Pertanyaan kedua Satria Muda juga dijawab dengan baik oleh Pelita Jaya.

Pertanyaan pertama Satria Muda di Game 2 pun dijawab dengan sukses oleh Pelita Jaya di Game 3. Pelita Jaya menjalankan sebuah pola pertahanan yang tidak biasa. Pertanyaan pertama dari Satria Muda di Game 2 dijawab dan diceritakan kembali dengan panjang lebar oleh Coach Ahang.

“Kalau kami datang ke lapangan hari ini dengan cara main yang sama, ini hasilnya pasti terprediksi. Faktor apa yang bisa ada unsur kejutannya. Faktor kejutan yang membuat mereka tidak siap. Yang tidak mereka lakukan kemarin,” terang Coach Ahang.

“Saya memulai dengan defense. Ada zone, ada full court press drop zone. Ternyata mereka tidak siap. Mereka memang tim yang bagus dalam menekan lawan, tetapi mereka tidak siap jika ditekan balik. Itulah unsur kejutannya. Mereka keluar dari ritmenya dan kami bisa memanfaatkannya.”

“Saya semalaman diskusi sama Coach Ito. Jujur Coach Ito lebih pengalaman. Saya harus belajar dari orang yang lebih bagus daripada saya demi Pelita Jaya. Tim yang sering melakukan tekanan (Satria Muda), belum tentu siap ditekan. Mereka tidak mengira bahwa Pelita Jaya akan balik menekan dan melakukan zone defense. Karena kami sepanjang musim ini tidak pernah main menekan dan zone. Saya saja terus terang bertaruh juga, apakah anak-anak bisa eksekusi pola baru ini. Saya tanya ke pemain, ‘Kalian bisa tidak? Kalau tidak, (tim) kita (akan) rusak serusak-rusaknya.’ Akhirnya, sistem itu baru kami latih tadi pagi. Satu press break (keluar dari tekanan man to man Satria Muda), press dan zone 2-2-1. Ternyata pemain luar biasa. Mereka mau.”

Pertanyaan pertama terjawab. Pelita Jaya keluar sebagai juara dengan sukses menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit dari Satria Muda.

Hebatnya lagi, pertanyaan yang hampir serupa dilemparkan balik Pelita Jaya. Sayangnya, Satria Muda tak punya waktu untuk menjawab. Trofi juara sudah diangkat Pelita Jaya (baca: Coach Ahang dan Coach Ito).(*)

Foto: Hari Purwanto.

Komentar