Sepanjang 2019, lini adidas Originals sudah menelurkan beberapa edisi lawas yang diperbaharui. Salah satu yang jadi perhatian adalah edisi Nite Jogger. Sepatu lari ini dibuat secara spesifik bagi masyarakat yang suka beraktivitas fisik di malam hari.
Adolf Dassler selaku pendiri adidas adalah pencetus ide ini pada 1976. Kala itu, olahraga lari sedang naik daun sebagai gaya hidup anak muda. Sementara kebanyakan dari mereka bekerja di siang hari, Adolf menemukan fakta bahwa peminat pelari malam hari kian banyak. Ia merasa para pelari malam membutuhkan sepatu yang mengakomodasi keamanan mereka dari tertabrak kendaraan.
Oleh karena itu, adidas membuat gebrakan dengan merilis sepatu yang menurut mereka aman dipakai berolahraga pada malam hari. Sepatu ini memiliki panel fosfor di bagian tumit yang akan memantulkan cahaya lampu mobil atau rumah. Hal tersebut berguna agar pengendara kendaraan bermotor lebih waspada dengan pelari yang bisa saja berlari di jalanan. Oleh karenanya, Si Tiga Garis memberi nama produknya dengan Nite Jogger (Pelari Malam). FItur tersebut nyatanya jadi terobosan pertama di antara sepatu-sepatu lari yang lahir dari kawasan Eropa.
adidas Nite Jogger OG 1979.
Butuh waktu tiga tahun sejak kemunculan ide tersebut untuk merealisasikannya ke dalam sebuah produk. Selain faktor penempatan panel fosfor, pemilihan bahan atas dan teknologi sol jadi materi diskusi tim desainer. Adidas Nite Jogger akhirnya diperkenalkan ke publik pada 1979 dan mendapat sambutan hangat terutama bagi penikmat olahraga malam. Inilah sepatu lari pertama adidas yang memuat panel pemantul cahaya lampu. Sementara di Negeri Paman Sam, New Balance adalah pionirnya yang membuat sepatu lari dengan huruf “N” yang memantulkan cahaya beberapa tahun setelahnya.
Selain untuk kebutuhan olahraga malam, desain Nite Jogger tahun 1979 dibuat dengan akar sepatu sepak bola Eropa. Hal ini berdasar pada kultur Football Casuals yang merebak di Inggris dan Italia pada era tersebut. Para penggiatnya menjadikan sepatu kasual adidas berakar dari sepatu sepak bola sebagai pilihan. Hingga kini, perangkat kultur Football Casuals menyertakan sepatu kasual lawas, jaket tracktop, dan celana latihan (training) milik Si Tiga Garis. Terdapat pula merek yang muncul di ranah ini seperti Sergio Tacchini, Weekend Offender, Stone Islands, FILA, Elesse, Diadora, dan lain sebagainya.
adidas Nite Jogger 2019.
Selang 30 tahun, arsip ini dirilis kembali dengan sentuhan modern. Bagian atasnya terbuat dari nilon dengan beberapa panel terbuat dari plastik PU. Bantalan Boost memanjang dipilih untuk menyediakan rasa nyaman saat berlari. Karet yang biasa digunakan pada adidas NMD dipilih untuk menyajikan traksi yang dibutuhkan. Dari tekstur solnya, adidas Nite Jogger 2019 tampaknya dibuat untuk kebutuhan berlari di area perkotaan dengan kontur merata seperti jalanan atau lapangan basket.
Sementara untuk mengamankan pelari di malam hari, ada beberapa bagian yang memuat fosfor seperti pada pendahulunya. Bagian tersebut berada di bagian tumit dan dekat pelindung jari kaki (toe-box). Tali sepatunya pun dibuat dari anyaman nilon dan fosfor.
Sepatu adidas Nite Jogger sudah dipasarkan di gerai-gerai adidas Originals serta para penjual kedua seharga AS$140. Bagi mereka yang ingin mendapatkan inovasi berbalut ide masa lampau, seri Nite Jogger adalah pilihan tepat. Tentu pelari di malam hari adalah pangsa pasar utama dari produk yang sudah diperkenalkan sejak 2018 lalu ini.
Foto: adidas Originals, Sneakers Magazine