Fenomena Big Baller Brand terbilang unik: merek ini cukup cepat mendapatkan atensi dan cepat pula kehilangan pamor yang telah dibangun. Hanya butuh waktu tiga tahun bagi merek baru untuk bisa tampil di lapangan kayu NBA lalu kini sedang terhempas akibat permasalahan internal hingga BBB merugi nyaris AS$2 juta.
Masalah semakin pelik setelah penyebabnya adalah orang kepercayaan LaVar Ball sendiri, rekanan bisnisnya bernama Alan Foster. Keduanya sepakat membangun BBB pada 2016. Sehingga ketika Lonzo masuk jajaran NBA Draft 2017, ia sudah diproyeksi menjadi duta pertama merek tersebut di NBA. Pinangan dari Nike, adidas, dan Under Armour pun otomatis ditolaknya.
Selama dua tahun, Lonzo yang bermain untuk salah satu tim paling legendaris di NBA sukses membawa atensi merek yang dibangun Sang ayah. Ia bahkan punya sepatu sendiri saat masih berstatus ruki, mengikuti jejak seniornya di tim, LeBron James.
Namun, asa yang coba dibangun atas Lonzo Ball harus kandas setelah ia membuat unggahan yang mengindikasi dirinya memilih hengkang ke Nike. Bahkan, tato BBB di tangan kanannya sudah dihapus dan ditutup dengan tato tiga buah dadu berwarna merah. Ia juga menghapus segala detail dan keterangan berbau “BBB” di semua unggahan media sosialnya.
BBB MB1 milik LaMelo Ball yang dirilis 2018 silam.
Nasib merek penuh kontroversi ini beberapa tahun ini ada di tangan Lonzo Ball. Setidaknya ada beberapa poin yang membuat hengkangnya ke Nike jadi sebuah kerugian besar:
Pertama, Lonzo Ball memegang 51% saham perusahaan Big Baller Brand. Itu artinya, BBB akan kehilangan pemegang saham mayoritas sekaligus pemutus kebijakan. Suaranya lebih didengar dari adik-adiknya (LaMelo dan LiAngelo), orang tuanya, dan Alan Foster sendiri.
Lonzo jadi satu-satunya duta BBB yang bermain di NBA. LaMelo memang sudah dibuatkan sepatu bernama BBB MB1 dan LiAngelo dengan Gelo3.. Meski demikian, kedua adik Lonzo tersebut belum bermain di kancah tertinggi basket Amerika Serikat. Mereka terakhir bermain di Lithuania untuk menambah jam terbang masuk ke NBA Draft.. Yang terdekat adalah LiAngelo. Ia digadang-gadang untuk ikut NBA Draft 2019 sekaligus menggantikan posisi duta utama BBB pasca kepergian Lonzo. Itu pun andai segala prosesnya berjalan lancar dan Gelo segera mendapat jatah main yang cukup demi mempopulerkan lagi BBB.
Sepatu Lonzo, ZO2, bisa jadi adalah sepatu dari BBB yang paling memadai untuk dipakai bertanding di level tertinggi. Dari sisi desain, kombinasi warna, dan tampilan final tampak paling meyakinkan dari kedua sepatu milik saudaranya. Edisi perdana dijual seharga AS$495 saat Sang pemain masih berstatus ruki. Edisi selanjutnya dihargai AS$200, tetap lebih mahal dari kebanyakan sepatu basket. Namun, perbincangan soal harga ini membuat ZO2 mulai dibicarakan banyak orang dan dengan mudah jadi sepatu BBB paling laris.
David Raysse, pendiri Brandblack, adalah sosok yang berperan besar dalam perbaikan desain ZO2. Selain berpenampilan baik, BBB ZO2.19 terbaru tampil dengan aura sepatu basket klasik yang kental. Era 1990-an jadi benang merah desain. Banyak pihak mengamini kinerja pria beranak satu ini. Namun, publik Amerika Serikat ragu bahwa sepatu ini akan tetap laris meski harganya sudah diturunkan setengahnya.
Amunisi-amunisi tersebut lantas menguap tanpa bekas setelah Lonzo Ball pergi.
Meski demikian, dilansir dari radio lokal Las Vegas dikutip dari Complex, LaVar Ball tetap memastikan bahwa BBB akan terus berjalan meski tanpa Alan Foster dan Lonzo Ball. “Merek ini bagus, hanya ada orang yang berbuat jahat kepadanya,” tutur LaVar. Bila dianalogikan, lanjutnya, sedang ada seekor ular di dalam tubuh BBB. Demi membersihkan ular itu saya akan terluka. Namun, selama itu tidak membunuhku maka gigitan ular seperti apapun tidak akan menghentikan usaha saya untuk BBB.
Dengan demikian, satu-satunya harapan sosok dari BBB adalah LiAngelo Ball. Ia tengah dipersiapkan untuk ikut NBA Draft 2019. Meski demikian, persaingannya tidak akan mudah. Para pemain NCAA yang bersinar akan jadi batu sandungan seperti Zion Williamson, De’Andre Hunter, Kyle Guy, Ty Jerome, dan nama pemuda lainnya. Masuk di jajaran pertama pun akan tampak sulit bagi Gelo.
Apalagi dengan penilaian buruk dari publik yang dikeluarkan dua lembaga perlindungan konsumen yang membuat segalanya justru semakin sulit. LaVar akan dikejar berbagai macam pekerjaan tak selesai demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap merek yang ia dirikan.
Sangat disayangkan. Mengingat desain BBB kian hari kian apik namun tidak didukung dengan manajemen yang solid. Mereka mau tidak mau harus memulai segalanya lebih awal dengan strategi dan perencanaan lebih matang agar tak lagi mengulang tragedi yang sama. Sementara BBB rehat sejenak, merek pesaing dengan manajemen lebih matang siap mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan. Sebut saja New Balance, Puma, atau sepatu milik Spencer Dinwiddie.
Foto: BBB