Keresahan ini muncul sejak hari pertama. Hingga saat ini, keresahan ini belum terjawab.
"Apa nama liga bola basket perempuan kita ini?" Tanya saya kepada beberapa pihak.
Saya bertanya kepada mereka yang boleh dibilang berada di pucuk organisasi yang mengurusi basket kita. Baik yang formal maupun informal. Negeri, maupun swasta. Tak ada yang bisa menjawab dengan pasti.
Starting 5 selaku penyelenggara WIBL (Women's Indonesian Basketball League) 2016 tak bisa memberi jawaban karena sudah tak mengurusi lagi. Panitia yang menyelenggarakan turnamen di Bali tak memberi jawaban. Saya pun menyerah. Walau tahu menyerah itu tak boleh.
Kami di Mainbasket menulis kompetisi antar tim basket putri yang baru saja berakhir di Bali dengan "Kompetisi Basket Nasional Antar-Klub Putri". Dalam siaran pers penyelenggara, sering tertulis "Kompetisi Basket Putri".
Ajang di Bali sendiri diberi nama "Honda Merpati Bali Women Basketball Challenge". Satu saat, katakanlah lima tahun dari sekarang, adakah yang akan mengingat nama kejuaraan yang dijuarai Surabaya Fever di bulan Februari 2017 lalu? Saya sangsi.
Berkebalikan dengan sulitnya mencari nama yang benar-benar dipakai untuk turnamen ini, jumlah peserta malah bertambah. Peserta yang mengikuti turnamen di Bali bahkan lebih banyak daripada era WNBL Indonesia (6) atau IBL (4). Ada tujuh tim yang berpartisipasi dan antusias. Dalam beberapa kabar dan obrolan, saya mendapati bahwa saking antusiasnya, beberapa kelompok saling berebut untuk menjadi tuan rumah.
Kompetisi basket putri atau apa pun namanya di tahun 2017 ini memang istimewa. Awalnya, delapan peserta akan mengikutinya. Namun kemudian surut menjadi tujuh saja. Tempat penyelenggaraan direncanakan akan digelar di tiga tempat. Pertama di Bali, kedua dan ketiga diputuskan selanjutnya. Kabarnya, tempat kedua sudah diputuskan.
Setiap penyelenggaraan kabarnya akan berdiri sendiri dan memperebutkan piala sendiri. Oleh sebab itu, kemarin, di Bali, Fever keluar sebagai juara. Nanti, kabarnya akan ada playoff juga. Sebuah turnamen yang -mungkin- akan menentukan juara utama.
Segeralah mencari nama. Nama bagus yang mewakili turnamen-turnamen ini. Dulu kita punya Kobanita, WNBL Indonesia dan WIBL. Rasanya tak ada salahnya kembali menggunakan salah satu nama-nama tersebut dengan meminta izin kepada yang empunya nama. Dengan begitu, kita semua penggemar basket di Indonesia punya kata ganti yang baku ketika membicarakan kejuaraan yang baru saja selesai di Bali dan kejuaraan-kejuaraan selanjutnya.
Mengenai format kejuaraan yang -mungkin- membuat nama yang sama sulit ditentukan sebenarnya bukanlah hal yang tidak lazim. Ini hampir serupa dengan kompetisi basket profesional di Filipina yang kita kenal dengan PBA (Philippine Basketball Association).
Liga PBA tidak seperti liga-liga bola basket umumnya. Di liga ini, tak ada yang namanya musim reguler atau playoff, lalu juara. Sistem PBA adalah turnamen atau yang mereka sebut dengan "Conference".
Dalam satu tahun PBA, ada tiga turnamen. Tiga turnamen tersebut adalah Philippine Cup, Commissioner's Cup dan Governor's Cup. Siapa pun yang juara di salah satu dari tiga turnamen tersebut dianggap sebagai juara PBA tahun itu. Tinggal menanyakan saja, juara PBA di conference yang mana.
Setiap juara di setiap turnamen tidak diadu lagi. Tim yang berhasil menjuarai ketiga turnamen PBA tersebut dalam satu tahun yang sama disebut juara Grand Slam.
Sistem ini bisa diadopsi oleh kompetisi bola basket putri kita. Bila kondisi menyatakan bahwa kompetisi ini bisa berjalan dengan sistem seperti saat ini, maka apa yang sudah berjalan di Filipina bisa dijadikan contoh.
Jadi, alih-alih tanpa nama, panitia sebaiknya segera memilih satu nama yang disepakati bersama. Bisa pakai nama lama (Kobanita, WNBL Indonesia, WIBL), atau bikin nama baru. Misalnya, Liga Wanita Indonesia (LWI), Liga Perempuan Indonesia (LPI) atau Liga Putri Nasional (LPN). Lebih mudah mengingatnya dan lebih mudah dijadikan pengenal.
Turnamen-turnamen yang diadakan di setiap kota atau tempat penyelenggaraan bisa diberi tajuk Piala Gubernur (berdasarkan provinsi yang mengadakan), Piala Perbasi, Piala Menpora, Piala Presiden, Piala -nama- Sponsor atau apa pun.
Dengan begini, ada bangga yang tersemat. Ada runut sejarah yang tetap bisa terangkai. (*)
Foto: Mei Linda