Game 1 Final NBA antara Golden State Warriors melawan Cleveland Cavaliers di Oracle Arena hari ini berlangsung unik. Laga berjalan tidak seperti skenario Warriors pada umumnya. Skenario umum yang sudah diantisipasi oleh LeBron James dan kawan-kawan. Skenario yang memunculkan Stephen Curry dan Klay Thompson sebagai aktor-aktor utama.
Kepala pelatih Warriors Steve Kerr sampai menghancurkan papan strategi karena kesal. Namun secara tidak sengaja, walau kemudian ia membantahnya dengan mengatakan bahwa inilah Warriors, para pemain cadangan khususnya Shaun Livingston menunjukkan diri bahwa para aktor pendukung juga mampu memberikan aksi hebat.
Shaun Livingston bermain bak pembunuh berdarah dingin. Ia melakukan lay-up, menembak dari jarak medium dengan ekspresi yang datar. Beberapa tembakannya bahkan dilepaskan di depan penjagaan ketat pemain-pemain Cavaliers.
Livingston menjadi jawaban tak terduga bagi Warriors. Ia mencetak 20 poin. Jumlah yang sama dengan total poin Curry dan Thompson disatukan.
Livingston bergabung dengan Warriors pada tahun 2014. Sebelumnya, ia direkrut oleh Los Angeles Clippers pada urutan keempat di NBA Draft 2004.
Empat tahun bersama Clippers, Livingston melanglangbuana ke beberapa tim NBA. Ia menjadi pemain Oklahoma City Thunder, Miami Heat, Washington Wizards, Charlotte Bobcats, Milwaukee Bucks, Cleveland Cavaliers, Brooklyn Nets dan kemudian Warriors. Livingston bahkan pernah nyangkut di tim NBA D-League Tulsa 66ers.
Sembilan tahun lalu, karir Livingston bahkan hampir habis. Ia terkena cedera lutut kiri yang parah.
Menyaksikan Livingston pada Game 1 sedikit banyak mengingatkan kita kepada performa Katon Adjie Baskoro, shooting guard CLS Knights Surabaya di Final IBL 2016 lalu.
Perjalanan karir Katon memang tidak sepanjang Livingston. Ia menjadi debutan di CLS Knights di NBL Indonesia musim 2014-2015 lalu. Ia bukan pemain andalan. Turun bermain pun seadanya saja.
Pada Final IBL 2016, Katon adalah andalan CLS Knights dari bangku cadangan. Katon, yang juga akan memperkuat Jawa Timur di PON 2016 nanti, menutupi performa Sandy Febiyansyakh yang tidak seperti biasanya.
Walau Katon seolah muncul pada diri Livingston di laga pertama Final NBA tadi, ekspresi keduanya berbeda. Di beberapa kesempatan, Katon terlihat lebih santai dan ekspresif. Katon tertawa lebar ke arah rekan-rekannya setelah beberapa kali memasukkan tembakan tiga angka. Katon juga ekspresif ketika berhasil mencetak angka lewat penetrasi.
Selama Final IBL 2016, Katon rata-rata mencetak 7,3 poin per laga. Poin terbanyaknya ada di Game 3 alias laga penentuan. Katon mencetak 12 poin, kedua terbanyak di CLS Knights setelah MVP Jamarr Andre Johnson.
Katon dan Livingston adalah sampel bagaimana dua pemain yang bukan inti sama-sama menyadari perannya. Mereka tidak sering, bahkan sangat jarang mendapat sorotan. Namun ketika dibutuhkan, mereka mampu memberikan layanan maksimum.
Seperti halnya kemiripan performa Livingston dan Katon, komentar kedua pelatih tentang dua pemain ini pun senada. Perhatikan.
âSaya sudah yakin dengan pemain-pemain saya. Kami itu latihan keras. Kami bukan makan tidur makan tidur makan tidur saja. Kami mulai latihan dari tanggal 1 Agustus (2015). Kami ambil pelatih fisik dari Amerika untuk persiapan. Tiga bulan kami berlatih tanpa kompetisi. Kalau Katon hebat tadi, semua itu bukan kebetulan. Semuanya kerja keras dan proses panjang yang kami jalani,â komentar Wahyu W. Jati setelah performa hebat Katon di Game 3 (penentuan).
"Kami selalu membicarakan kedalaman skuat kami sejak dua tahun lalu. Kami bergantung kepada banyak pemain. Dan kami merasa kami punya cukup senjata dari bangku cadangan yang bisa kami andalkan ketika kami butuhkan. Bagi saya, (performa Livingston dan para pemain cadangan) ini tidak mengejutkan. Inilah Warriors dalam dua tahun terakhir," komentar Steve Kerr setelah kemenangan Game 1.
Foto: NBA