Menilik nominasi Indonesian Basketball League (IBL) Awards untuk musim 2018-2019, ada satu nomor yang saya rasa cukup mutlak pemenanganya. Meski memiliki tiga nama yang masuk dalam nominasi gelar tersebut, tapi satu nama benar-benar tampil menonjol di antara dua nama lainnya. Gelar tersebut adalah Rookie of the Year.
Daniel Anggoro, Samuel Bennedict Pelmelay, dan Agassi Yeshe Goantara adalah tiga nominasi tersebut. Dan satu nama yang menurut saya sangat layak mendapatkan gelar ini adala pemain yang disebut terakhir.
Berstatus sebagai pemain termuda di liga (19 tahun), Agassi menunjukkan permainan yang sangat tidak 19 tahun. Fakta ia menghabiskan masa SMA di Amerika Serikat disinyalir sebagai salah satu faktor pembeda utama dirinya dari para ruki lain. Namun menurut saya pribadi, kelebihan Agassi jelas tak hanya datang dari situ.
Saya mengikuti perjalanan sang pemain sejak ia masuk dalam seleksi timnas 3X3 Indonesia untuk Asian Games 2018 lalu. Salah dua hal yang paling saya rasa spesial dari Agassi adalah kemampuannya melantun bola (dribble) dan melakukan tembakan.
Lantunan bolanya pasti dan tidak banyak gaya. Selain itu, ia juga selalu mempertahankan kontak saat melakukannya. Secara tembakan, saat Asian Games 2018 saya tidak bisa menilainya. Karena berlaga di 3X3 berarti tak ada statistik tembakan yang bisa dinilai.
Berdasarkan statistik seusai seri 8 Yogyakarta, pemain asal Tangerang ini menorehkan rataan 6,7 poin, 2,6 rebound, dan 1,2 asis per gim. Akurasi keseluruhannya (FG%) mencapai 34 persen dengan akurasi tripoin mencapai 31 persen. Dari garis tembakan gratis (free throw), Agassi memasukkan 68 persen tembakannya. Untuk True shooting percentage (TS%), pencapaian Agassi masih di angka 45 persen. Sementara catatang Turnover percentage (TOV%) di 16 persen.
Di sisi lain, salah satu hal yang membuat Agassi mampu mencatatkan rataan angka tersebut adalah sistem apik dari Stapac Jakarta. Di bawah arahan Giedrius Zibenas, semua pemain Stapac mendapatkan menit bermain yang nyaris merata. Tidak ada satupun pemain yang bermain lebih dari 30 menit, termasuk kedua pemain asing mereka.
Agassi pun beberapa kali mendapatkan kepercayaan besar untuk menjaga pemain asing lawan dan menentukan pertandingan. Hal yang terakhir saya sebut terjadi kala Stapac melakoni salah satu partai terbaik musim ini melawan Pelita Jaya Basketball di seri 7 Malang. Di detik-detik terakhir, Zibenas memutuskan untuk menurunkan Agassi demi mengoptimalkan bola terakhir Stapac. Meski gagal mengeksekusi dua tembakan gratis, kepercayaan Zibenas menurunkan Agassi sudah cukup bagi saya untuk mengetahui tingkat apresisasi sang pelatih kepadanya.
Saya juga melihat adanya perkembangan mental bermain Agassi menghadapi kultur basket yang ada di IBL. Saat berlaga di IBL Go-Jek Tournament 2018, ia terlihat masih cukup canggung dan menurut saya cenderung kaget melihat kultur basket IBL. Kala berhadapan dengan Pelita Jaya di penyisihan grup, ia benar-benar kewalahan menghadapi tekanan super dari salah satu garda muda Pelita Jaya, Kharis Agung Indarji dan nyaris tak berkutik. Namun, seiring berjalannya waktu, Agassi terlihat sudah mulai terbiasa dan mampu tampil lepas di musim reguler.
Bergeser ke dua kandidat lain, apresisasi yang tak kalah tinggi saya sematkan pada keduanya. Samuel bisa saya bilang adalah pilihan tepat yang dilakukan oleh Bima Perkasa Yogyakarta kala malam draft. Dengan tim yang tidak memiliki cukup banyak fasilitator dan pembawa bola murni, Samuel mendapat “jadwal manggung” paling tinggi di antara ruki-ruki lain (kecuali Agassi).
Samuel memiliki rataan bermain 9,9 menit dengan sumbangsih 1,0 poin, 1,2 rebound, dan 1,1 asis per gim. Samuel hanya mencoba tiga kali tripoin sepanjang musim dan tak satupun dari percobaan tersebut menemui sasaran. FG% pemain bernomor punggung 71 ini juga masih butuh peningkatan usai hanya berada di angka 32 persen. Namun, satu hal yang masih cukup bagus dari Samuel adalah akurasinya di garis tembakan gratis yang menyentuh 75 persen. Untuk TS%, dia mencetak 36 persen dengan TOV% 35 persen.
Melihat permainan Samuel musim ini, saya memiliki harapan tinggi untuk sang pemain bisa berkembang. Kualitas olah bolanya masih bisa dikembangkan, visinya melihat permainan sudah cukup baik untuk pemain tahun pertama, kemampuan bertahan dan ketahanan fisiknya juga sudah cukup bagus bagi saya. Semoga, dengan kehadiran David Seagers dan sederet pemain veteran lain di Bima Perkasa, Samuel mampu dan mau untuk terus mengembangkan aspek-aspek permainannya.
Lain Samuel lain pula Daniel Anggoro. Sebagai garda, masuk ke Satya Wacana dan mendapatkan kesempatan bermain tidaklah mudah mengingat menumpuknya pemain di posisi tersebut. Cassiopeia Manuputty, Andre Adriano, Elyakim Tampa’i, Ardian Ariadi, hingga pemain asing Madarious Gibbs ada di dalam skuat. Oleh karena itu, mendapatkan kesempatan turun di 11 laga menurut saya adalah kesempatan besar untuk Daniel.
Meski rata-rata hanya bermain 5,1 menit per gim, Daniel menunjukkan prospek menjanjikan dari ketenangannya menghadapi tekanan lawan. Bagi saya, Daniel lebih ke scoring ball handler (SBH). Kemampuannya menjadi seorang fasilitator dalam tim belum terlihat di kesempatan yang terbatas itu. Sebaliknya, kemampuannya mencetak angka dan mengambil tembakan-tembakan justru terlihat lebih berani. Dengan segala catatan di atas, ia mampu mengemas rataan 1,8 poin, 0,8 rebound, dan 0,1 asis per gim. TS% pemain bernomor punggung delapan ini berada di angka 35 persen dengan TOV% di 24 persen.
Foto: Hariyanto