Rachmad Febri Utomo, forwarda BTN CLS Knights Indonesia, tengah berusaha memantapkan diri di ABL musim keduanya. Ia sempat mendapat kesempatan besar untuk membuktikan kemampuannya, tetapi cedera rupanya datang tiba-tiba. Di tengah semangat yang sedang membara, Febri malah harus berhenti sejenak karena cedera paha.
Kini, Febri terpaksa menepi untuk memulihkan diri. Ia ingin mendapat kesempatan lagi untuk bermain di ABL 2018-2019. Apalagi ia bermimpi untuk mengantarkan CLS ke playoff pertama kalinya sebelum mengejar target yang lebih tinggi.
Mainbasket berbincang-bincang bersama Febri selepas CLS mengalahkan Macau Black Bears di GOR Kertajaya, Surabaya, Minggu 13 Januari 2019. Saat itu, Febri belum bisa tampil di pertandingan, tetapi tetap bersama timnya di sisi lapangan untuk memberi dukungan. Mainbasket pun menghampirinya untuk membicarakan banyak hal tentang kedatangan pelatih baru, rekan setim baru, dan dukungan Knights Society.
Simak perbincangan kami, sebagai berikut:
Seperti apa penilaian Febri terhadap penampilan musim ini?
Buat saya sendiri, pribadi, setiap saya dikasih kesempatan sama Coach atau coaching staff, sebisa mungkin saya kasih all-out buat tim, buat kepercayaan yang sudah dikasih dari coach-nya. Saya mau kasih effort saya, kinerja saya selama latihan. Saya kasih semua untuk CLS. Itu saja, sih.
Dibanding musim lalu, Febri merasa musim ini punya menit bermain lebih banyak tidak, sih?
Ya, kalau dibilang dari musim lalu, musim ini minute play saya memang jauh lebih banyak. Soalnya, mungkin, Coach percaya. Season kemarin baru pengalaman juga. Jadi, saya sendiri waktu itu belum tahu atmosfer ABL seperti apa. Tim lawan seperti apa permainannya belum tahu.
Waktu kami menonton Febri melawan Mono Vampire, kalau tidak salah, kami lihat Febri on fire. Merasa seperti itu tidak, sih?
Waktu lawan Mono, ya balik lagi ke itu tadi, pertanyaan pertama tadi. Setiap saya dikasih kesempatan, sebisa mungkin saya akan all-out. Saya akan berusaha untuk menang dan kasih kepuasaan untuk Knights Society, pecinta basket.
Merasa ada kecocokan tidak dengan Pelatih Brian Rowsom?
Sebenarnya, Coach Brian itu orangnya sabar. Okelah, buat pengalaman, ya banyak pengalamannya. Dia juga mau belajar sama asistennya, Mas Koko. Dia belajar tentang strategi, pattern, dan segala macam. Kebetulan strategi dan pattern itu banyak datang dari Coach Koko, cuma diubah sedikit-sedikit saja. Jadi, kami sudah mengerti.
Febri sendiri menilai coaching staff—di samping Pelatih Brian—seperti Mas Koko dan Mas Ricky, seperti apa?
Mereka bagus dalam bekerja sama. Dari segi komunikasi. Di saat coach-nya lagi fokus sama offense atau defense, saling back up. Saya, sih, sudah oke sama coaching staff.
Febri melihat perkembangan CLS sekarang seperti apa? CLS berangkat dari kompetisi sekelas IBL sampai ke ABL.
Memang perpindahan dari musim kemarin, kalau saya lihat sendiri, musim ini kami lebih siap. Kami sedikit-banyak sudah mengerti atmosfer di ABL. Kami akan bertemu dengan siapa, kekuatannya seperti apa, kami sudah tahu.
CLS musim ini dengan musim lalu, kan, beda. Dulu ada Mario Wuysang, ada Brian Williams. Sempat kesulitan tidak di masa transisi?
Sebenarnya kami sama saja, sih, tidak banyak perbedaan. Cuma kami di musim ini, kalau saya bilang, lebih solid. Dari segi teknis dan nonteknis, kami lebih solid satu sama lain.
Febri sendiri selama offseason melakukan apa saja?
Kami mempersiapkan untuk next season. Kami latihan segala macam sambil menunggu pemain impor. Di saat kami sudah ready, pemain impor datang, tinggal melatih chemistry-nya saja.
Febri juga termasuk pemain senior di CLS. Ada beberapa pemain yang lebih muda seperti Arif Hidayat, Katon Adjie, Firman Nugroho, Saroni. Bagaimana Febri membimbing mereka supaya bisa bertahan di CLS? Supaya lebih solid?
Komunikasi itu penting, sih, di olahraga ini. Selama kami masih ada komunikasi, care satu sama lain, ke depannya bakal baik-baik saja.
Omong-omong, musim ini Febri sedang on fire. Sayangnya, malah cedera. Bagaimana Febri menyikapi ini?
Kalau saya, sih, pasti ambil positive thinking saja. Meski saya tidak ada di lapangan, sebisa mungkin mereka merasakan bahwa saya ada di lapangan. Entah dengan cara support dari luar lapangan, berdiskusi pas halftime atau apa, pokoknya saya harus ambil andil meski tidak ada di bench atau tidak masuk roster.
Ini banyak berpengaruh tidak, terutama pace-nya sedang enak?
Pasti berpengaruh karena pace-nya lagi enak. Pasti kesal ingin main. Ini saya sedang berusaha untuk menyembuhkan supaya cepat sembuh, supaya cepat kembali.
Cedera apa memang?
Kemarin pas lawan Taiwan ada benturan sama pemain asingnya Formosa Dreamers.
Cederanya itu cedera apa?
Paha. Lututnya itu terbentur kena paha saya.
Butuh berapa lama untuk pulih?
Sebenarnya, sih, saya merasa cedera paling lama tuh ini. Soalnya kalau pemain lokal ketemu, tabrakan gitu, 1-2 hari sudah sembuh. Cuma ini pemain impor. Tulangnya beda kali, ya. Ini belum sembuh-sembuh.
Selama cedera apa yang dilakukan?
Saya terapi saja, sih, sama kompres. Penguatan sedikit-sedikit sampai lumayan, sampai bisa buat bergerak, saya mau exercise sedikit terus stretch sama terapisnya. Seperti itu.
Selanjutnya ada target apa lagi, nih?
Kalau target, sih, sebisa mungkin saya ingin membawa CLS masuk ke playoff dulu. Saya tidak mau muluk-muluk, tidak bicara final four atau juara, tapi step by step. Kami mau jalani kompetisi ini dulu satu-satu. Nanti kalau sudah masuk playoff, target selanjutnya apa.
Febri sendiri menilai dukungan fans Surabaya seperti apa dalam mengarungi kompetisi ini?
Kalau bagi saya, sih, luar biasa. Dari zamannya IBL pun Knights Society itu tidak pernah ada rasa berhenti buat support kami. Kami main di mana pun mereka ada. Kami kalah pun, kami selalu menerima kritik, tapi kritik buat kebaikan kami sendiri. Mereka tidak pernah lelah, tidak pernah putus asa buat support kami.
Ada harapan apa kepada fans Indonesia, khususnya Surabaya?
Saya sebisa mungkin akan memberi yang terbaik buat fans sama pecinta basket di Indonesia. Kami di sini baru dua season, tapi sedikit-banyak sudah mengerti atmosfernya di ABL seperti apa. (GNP)
Foto: Yosi R. dan Yoga Prakasita