Merek sepatu Converse akan selalu lekat dengan edisi Chuck Taylor All-Star yang legendaris. Sebagai penyedia produk kenamaan dunia, tentu Converse punya sepatu lain yang jadi ciri khasnya. Edisi lain itu di antaranya adalah Converse Jack Purcell. Nama sepatu ini diambil dari nama atlet bulu tangkis era 1940-an. Ciri khasnya adalah bagian ujung depan yang seakan “tersenyum”.
Olahraga bulu tangkis saat ini dikuasai oleh beberapa negara saja. Meski begitu, penduduk Amerika Serikat dan Eropa menyukai olahraga ini tahun 1920-an. Sebelum Cina, Denmark, dan Indonesia menguasainya, bulu tangkis adalah olahraga jalanan di Negeri Paman Sam sama seperti basket. Oleh karena itu, ajang pencarian siapa yang terbaik di cabor ini kerap di lakukan kala itu.
Seorang asli Kanada tiba-tiba saja populer di kalangan pecinta bulu tangkis. Nama itu adalah Jack Purcell. Pada 1924, ia berhasil menjuarai Canadian Badminton Championship. Perkembangan media cetak dan poster jadi poin utama penyebab menyebarnya nama Purcell. Tahun 1933, ia meraih predikat juara dunia.
Jack Purcell semasa masih aktif bermain bulu tangkis.
Berkembangnya bulu tangkis juga bersamaan dengan maraknya sepatu bersol karet (sneakers) yang diproduksi oleh pabrikan ban kendaraan. Firestone, Dunlop, dan U.S Rubber Company bersaing jadi penyedia sepatu bersol karet terbaik. Di antara nama-nama tenar itu, muncul B.F Goodrich yang kemudian datang sebagai pendatang baru. Demi menarik perhatian khalayak ramai, B.F Goodrich menggunakan strategi perekrutan duta olahraga. Mereka lalu menyaksikan kehebatan Purcell di lapangan. Alhasil, Jack Purcell jadi duta untuk perusahaan ban tersebut.
B.F Goodrich Jack Purcell kemudian dirilis pada 1935. Lewat dominasi sang pemain, sepatu ini jadi obrolan hangat penikmat bulu tangkis. Uniknya, desain sepatu yang dipakai Purcell tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa kita lihat hari ini. Sol sepatunya ibuat dari karet dengan traksi mengagumkan demi memenuhi kebutuhan bermain bulu tangkis di level internasional.
Purcell menggunakan sepatu itu dengan berbagai warna hingga ia pensiun pada 1945. Keputusan pensiun itu dipicu oleh kebijakan pemerintah AS yang ingin fokus dalam perang dunia. Pabrik sepatu B.F Goodrich terpaksa beralih ke pabrik pembuatan senjata serte perlengkapan pendukun lain. Pasca perang berakhir, B.F Goodrich dengan segera memproduksi sepatu tersebut kembaki.
Sayangnya, perusahaan ban itu nyaris gulung tikar pada tahun 1970-an. Alhasil, Converse membeli hak intelektual desain B.F Goodrich Jack Purcell pada 1972. Sejak itu, sepatu ini berubah nama menjadi Converse Jack Purcell. TIdak banyak perubahan dilakukan Converse untuk siluet Jack Purcell. Apa yang Anda lihat hari ini sama dengan apa yang diproduksi B.F Goodrich sekitar 70 tahun lalu.
Bagian yang paling ikonik dalam sepatu ini adalah karet di bagian ujung depan sepatu. Purcell menampilkan potongan karet yang seakan sedang tersenyum. Berdasar pada arsip daring Converse, fitur itu kabarnya digunakan Purcell untuk mengecoh perhatian lawan. Hal itu untuk membantunya meraih kemenangan tanpa perlu melakukan kecurangan secara gamblang.
Pasca berganti kepemilikan, sepatu ini semakin ditinggalkan dari ranah bulu tangkis karena perkembangan teknologi. Walau begitu, harganya yang terjangkau membuat kalangan anak-anak muda menggandrunginya. Itulah mengapa Converse Jack Purcell mengintaknya.
Hal itu dimulai ketika Woody Allen mengenakan B.F Goodrich saat membintangi film berjudul The Execu-ciser yang dirilis pada 1971. Di ranah musik, band bergenre hardcore kerap tampil menggunakan Converse Jack Purcell pada 1980-an.
Kepopuleran sepatu ini tidak akan bisa mengalahkan Chuck Taylor All-Star. Walau demikian, kita tidak boleh memandang sebelah mata edisi Jack Purcell. Hal itu terkait bagaimana mereka mempertahankan tampulan yang tidak banyak berubah selama 70 tahun. Converse Jack Purcell, menurut saya, adalah desain sepatu yang tak akan lekang oleh waktu.
Foto: Converse, Badminton World