“Rangga, yang kamu lakukan ke saya itu: jahat!”
Begitulah kutipan kalimat Cinta kepada Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta? 2. Bagaimanapun, menghilangnya Rangga secara tiba-tiba dalam kehidupan Cinta memang menyesakkan. Namun, kembalinya tokoh yang diperankan Nicholas Saputra dari Amerika Serikat ke Indonesia itu malah menjadi sesuatu yang pada akhirnya berubah menyenangkan.
Kisah Rangga dan Cinta sebenarnya mirip dengan LeBron James dan Cleveland Cavaliers. James pernah “mengkhianati” Cavs dengan meninggalkan mereka ke Miami Heat pada 2010. Ia melakukan itu demi mengejar cincin juara bersama pemain-pemain bintang, seperti: Dwyane Wade dan Chris Bosh.
Keputusan fenomenal itu lalu terkenal dengan sebutan “The Decision”.
Para penggemar Cavs tentu saja tidak menyukai The Decision. Mereka menganggap keputusan itu sebagai pengkhianatan buah hasil keegoisan dan rasa frustasi Sang Raja, yang mengalami kegagalan demi kegagalan bersama Cavs sejak 2003—tahun pertamanya di NBA. Para penggemar bahkan membakar jersey James oleh karena kebencian mereka kepadanya.
LeBron James menjadi pemain paling dibenci pada 2010.
Karena The Decision pula, James kena batunya setelah lima bulan memutuskan hengkang. Ia tidak pernah lupa dengan kejadian pada 2 Desember 2010. Saat itu, ia dan klub barunya bertandang untuk pertama kali ke kandang Cavs di Quicken Loans Arena, Cleveland, Ohio, Amerika Serikat. Sontak para penggemar Cavs menjadikan pertandingan tersebut sebagai momen untuk memaki James. Beberapa orang bahkan melempar benda-benda sampai pasukan keamanan harus mengurus mereka. Kejadian itu sudah seperti sebuah pesta sambutan yang paling mengerikan dalam hidup James.
"Itu suatu kejadian yang belum pernah dilihat oleh siapa pun sebelumnya. Semua orang tahu alasan mereka seemosi itu. Televisi kabel pun memastikan mereka menangkap setiap momen itu. Itu sangat mengerikan. Ada perasaan tidak nyaman ketika kembali dengan kondisi seperti itu. Dan saya tahu semarah apa mereka,” kata James mengingat lagi kejadian delapan tahun lalu itu.
Udonis Haslem, rekan James ketika bermain di Heat, juga tahu benar seperti apa atmosfir Quicken Loans Arena saat itu. Ia merasakan energinya, emosinya, yang semuanya mengarah kepada James.
"Tidak ada yang menyukainya. Ada banyak energi negatif, energi buruk di arena malam itu. Kami tahu itu nyata, tetapi begitu masuk ke sana, kami bisa merasakannya. Kami tidak punya siapa-siapa kecuali rekan-rekan setim, dan secara harfiah kami seperti melawan semua orang di arena itu,” ujar Haslem.
Kendati mendapat tekanan dari seluruh penjuru arena, dalam pikiran James di malam mengerikan itu hanya ada satu pertanyaan:
“Bagaimana saya bisa bermain baik? Saya ingin bermain baik. Saya ingin bermain baik lebih dari segalanya.”
James menyebut teriakan-teriakan itu sebagai teriakan paling kencang dalam sejarah hidupnya. Ia merasakan kebencian itu. Ia merasa diawasi oleh semua orang. Namun, sekali bola tepis mula dilemparkan, James tidak bisa dihentikan. Ia ingin membuktikan dirinya di hadapan para penggemar yang membencinya malam itu.
Heat menumbangkan Cavs 118-90. James mencetak 38 poin, 5 rebound, 8 asis, 1 steal, dan 1 blok. Dan empat tahun pun berlalu.
Pada 2014, James menghadapi masa bebas (free agency) pertamanya sejak bergabung dengan Heat. Ia berpikir untuk pindah lagi setelah merasa cukup mengarungi musim demi musim bersama mereka. Ia sudah cukup dengan empat kesempatan melaju ke final NBA dan merengkuh dua gelar juara selama itu. James ingin pulang. Ia merindukan kampung halamannya di Cleveland. Akron tidak pernah lebih terasa seperti rumah sejak kepergiannya.
Pada akhirnya, James pun (dalam bahasa George Augustus Moore) pulang setelah menjelajahi dunia untuk mencari sesuatu yang ia butuhkan, tetapi ternyata sesuatu itu ada di rumah. Sang Raja menemukan keluarganya kembali. Para penggemar yang sempat memaki-maki pada malam 2 Desember 2010 pun mengulurkan tangannya lagi.
“Sebelum ada yang peduli di mana saya akan bermain basket, saya hanyalah seorang bocah dari Northeast Ohio. Di situlah saya berjalan. Di situlah saya berlari. Di situlah saya menangis. Di situlah saya berdarah. Ia memiliki tempat khusus di hati saya,” kata James tentang kampung halamannya, seperti dikutip Sports Illustrated.
“Orang-orang di sana telah melihat saya tumbuh dewasa. Kadang saya merasa saya anak mereka. Hasrat mereka bisa sangat besar. Akan tetapi, itu membuat saya tertegun. Saya ingin memberi mereka harapan saat saya bisa. Saya ingin menginspirasi mereka kapan pun saya bisa. Hubungan saya dengan Northeast Ohio lebih besar dari basket itu sendiri. Saya tidak menyadarinya empat tahun yang lalu. Saya sadar sekarang.”
Sejak 2014 itu, James pun resmi kembali menjadi milik Cleveland. Ia menjadi semacam harapan yang tumbuh lagi di kota itu. Apalagi saat itu, Cavs juga memiliki Kyrie Irving dan berhasil merekrut Kevin Love dari Minnesota Timberwolves. Harapan juara semakin subur di sana. Namun, Golden State Warriors pada akhirnya membuat mimpi mereka menjadi buruk. Stephen Curry dkk. menggagalkan rencana juara mereka di musim itu. Warriors mencuri gelar juara setelah mengalahkan Cavs di final NBA 2015.
Kendati demikian, sekali gagal bukan berarti terus gagal. Cavs memiliki motivasi lebih di musim berikutnya. Para penggemar masih mengharapkan James membawa Cavs juara pada 2015-2016. Dan itulah yang ia lakukan. Ia berhasil membawa gelar juara NBA ke Cleveland. Itu merupakan gelar juara pertama untuk Ohio dari semua cabang olahraga setelah 52 tahun lamanya. James menangis haru, bahagia, sementara para penggemar semakin mencintainya. Mereka lupa James adalah “penjahat” yang pada 2010 meninggalkan mereka karena keegoisan dan rasa frustasinya sendiri.
James adalah Rangga yang meninggalkan Cinta, lalu menyuburkan lagi kasih sayangnya ketika mereka bertemu, dan mendapatkan Cinta dalam momen kebahagiaan lain. Bedanya, ketika Rangga menetap bersama Cinta, James sekali lagi pergi meninggalkan Cavs pada musim panas 2018. Sang Raja menepi ke Los Angeles untuk bergabung dengan Lakers.
Namun begitu, kepergian James kali ini tidaklah sama dengan kepergiannya pada 2010. Semua orang sudah mafhum kali ini. James pergi dengan meninggalkan kesan yang baik. Apalagi setelah yang ia lakukan selama empat tahun terakhir. Sang Raja membuat Cavs menjadi klub papan atas dengan mengantarkan mereka ke final NBA empat kali beruntun, plus satu gelar juara NBA 2016. James telah memberikan segalanya untuk Cleveland, dan kini para penggemar harus merelakannya untuk mengurus hidup sendiri. James memilih Lakers demi keluarganya. Dywane Wade, bekas rekannya di Heat dan Cavs, tahu benar bahwa keputusannya untuk hengkang kali ini karena ia memikirkan keluarganya.
“Saya pikir pada titik ini dalam hidupnya, keputusan itu dibuat lebih karena gaya hidup tentang di mana keluarganya akan nyaman dan bahagia,” kata Wade kepada Fox Sports Radio.
James sudah bergabung dengan Lakers pada musim panas ini. Kepindahannya menjadi berita besar kala itu. Dan kini, James sudah mengarungi musim barunya bersama Lakers selama satu bulan. Ia bahkan sempat mampir ke Quicken Loans Arena beberapa waktu lalu; mendapat sambutan hangat dari Cavs; dan para penggemar menunjukkan keramahannya. Kedatangan James dan Lakers menjadi semacam pulang (homecoming) yang menyenangkan, bukan pulang yang mengerikan seperti delapan tahun silam. Kini semuanya merayakannya dengan suka cita meski Cavs tengah terpuruk setelah kepergian James pada 2018-2019 ini. James dan Lakers bahkan mengalahkan mereka 109-105 kemarin, Rabu 21 November 2018 waktu setempat.
Foto: NBA