Minnesota Timberwolves menjadi salah satu tim yang disorot sepanjang jeda musim ini. Kegiatan transfer yang dilakukan oleh manajer umum sekaligus kepala pelatih mereka, Tom Thibodeau, dirasa sangat tidak populer oleh banyak kalangan.
Setelah kehilangan dua pemain cadangan penting mereka, Nemanja Bjelica dan Jamal Crawford, pria yang akrab disapa Thibs ini justru mendatangkan deretan pemain medioker. Anthony Tolliver, C.J. Williams, dan Luol Deng adalah tiga nama yang mereka ambil dari pasar pemain bebas. Khusus nama terakhir, Mainbasket sudah pernah memberikan ulasan mengapa perekrutannya adalah hal yang kurang rasional untuk tim yang ingin melangkah lebih jauh di babak playoff musim depan.
Sorotan kembali mengarah ke Timberwolves usai pemain bintang mereka yang baru bergabung musim lalu melalui pertukaran dengan Chicago Bulls meminta keluar dari tim. Ya, Jimmy Butler dikabarkan sudah berbicara dengan manajemen Timberwolves terkait hal tersebut bahkan sudah memberikan beberapa opsi tim yang ia inginkan.
Kabar bahagia akhirnya menghampiri Timberwolves usai serangan badai. Karl-Anthony Towns, senter utama akhirnya setuju untuk bertahan dengan tim hingga lima musim ke depan. Dikabarkan Yahoo Sports, Towns dan Timberwolves sepakat di nominal AS$190 juta. Nominal tersebut bukanlah angka murni yang didapatkan Towns, ia baru bisa mendapatkan bayaran tersebut bila berhasil terpilih di All-NBA Team musim depan. Jika gagal, ia hanya akan mendapatkan AS$158 juta.
Uniknya, kesepakatan ini tak melulu ditanggapi baik oleh banyak pihak. Beberapa mencibir, bahkan beberapa penggemar Timberwolves sendiri menyebutkan bahwa Towns tak seharusnya mendapatkan kontrak sebesar itu. Di kolom komentar Instagram Mainbasket sendiri, lebih banyak yang menyebut Towns adalah pemain yang overrated atau terlalu ditinggikan.
Bila saya diberi pertanyaan apakah Towns layak mendapatkan kontrak tersebut? Jawabannya adalah sangat layak. Mengapa? Berikut tiga alasan mengapa Towns layak dihargai tersebut bahkan layak dijadikan “wajah utama” dari organisasi Timberwolves.
Pekerja Keras
Ucapan pekerja keras mungkin terasa sangat klise di dunia ini apalagi dalam berbicara seorang atlet basket. Namun, citra pekerja keras Towns tidak datang dari dirinya sendiri. Di musim pertamana di NBA, Towns sempat merasakan bermain bersama bintang Timberwolves, Kevin Garnett.
Garnett yang pernah meraih gelar MVP pada tahun 2004 sudah terkenal di seluruh NBA sebagai pemain yang sangat bekerja keras. Beberapa kisah bahkan mengabarkan bahwa Doc Rivers, Kepala Pelatih Boston Celtics, harus menghentikan beberapa kali sesi latihannya karena Garnett terlalu serius saat berlatih dan berpotensi mencederai rekan setimnya.
Hal tersebut juga ia lakukan saat bersam Towns. Bedanya, Towns malah sama sekali tak gentar menghadapi tantangan tersebut. ESPN mengabarkan, setelah tiga hari berlatih bersama, Towns sudah kesulitan mengangkat lengannya. Pemain veteran lain, Tayshaun Prince bahkan berujar kepada Towns ia bisa mati kalau terus mengikuti latihan ala Garnett.
Namun, ucapan tersebut tak digubris Towns, sumber dalam Timberwolves menyebutkan kepada ESPN bahwa kedua pemain tersebut adalah dua pemain yang paling terakhir meninggalkan tempat berlatih. Garnett terus mengajari dan memberi arahan untuk Towns mencoba membuka semua potensi yang ia punya. Tak sia-sia, musim pertama Towns ditutup dengan gelar Rookie of The Year usai mengemas rataan 18,3 poin dan 10,5 rebound. Hanya ada tujuh ruki yang pernah menorehkan rataan serupa sepanjang sejarah NBA.
Ketangkasan (skill)
Dewasa ini, permainan basket khususnya di NBA berkembang menjadi sebuah ajang adu tembakan jarak jauh dan permainan tanpa posisi (position less). Istilah-istilah lawas seperti garda pertama (point guard) harus fokus kepada membagi bola dan senter fokus mengambil rebound dan hanya beroperasi di area lubang kunci lawan kini sudah tak berlaku. Semua pemain, tinggi berapapun, posisi apapun, harus sanggup melakukan semua ketangkasan yang diperlukan untuk bermain basket.
Towns adalah salah satu bigman yang sejak kedatangannya di NBA sudah diberkati ketangkasan tersebut. Selain rataan poin dan asis yang luar biasa seperti yang sudah disebutkan tadi. Akurasi tembakan jarak jauh Towns yang lebih sering bermain sebagai senter bisa dibilang luar biasa.
Di musim pertama 88 kali ia melakukan percobaan tripoin dan berhasil memasukkan 30 di antaranya atau setara dengan 34 persen. Angka tersebut terus naik di dua musim selanjutnya. Musim kedua, ia mencatatkan akurasi 36 persen dan musim lalu berhasil menyentuh angka 42 persen. Secara keseluruhan tiga musim, rata-ratanya mencapai 38 persen.
Perlu diingat lagi, hal yang saya ulas di atas baru dari luar garis tripoin. Dengan tinggi 213 sentimeter dan nyaris seumur hidupnya bermain sebagai senter, area bawah ring sudah sangat dikuasai Towns. Musim lalu, 57 persen percobaan tembakan pemain berkebangsaan Republik Dominika ini datang dari jarak yang tidak lebih 10 kaki dari ring. Dari jumlah tersebut, akurasi tembakannya yang masuk mencapai 67 persen.
Secara kemampuan bertahan, banyak yang bilang Towns bukanlah pemain bertahan yang bagus. Namun, secara statistik defensive rating, Towns berada di peringkat tiga terbaik dalam skuat Timberwolves di bawah Butler dan Gibson. Saat berhadapan satu lawan satu dengan senter lawan, Clint Capela adalah pemain yang mampu menorehkan rataan poin terbanyak kepada Towns dengan 15,8 poin per gim. Pemain seperti Anthony Davis hanya mampu mencetak 12 poin per gim dari empat laga musim reguler lalu.
Potensi
Potensi adalah poin terakhir dari alasan mengapa Timberwolves sama sekali tak merugi memberi kontrak besar bagi Towns. Selain gelar Rookie of The Year, ia juga berhasil terpilih di NBA All-Star Game, NBA All-Rookie First Team (2016) dan All-NBA Third Team (2018). Semua gelar itu ia dapatkan di usianya yang masih 22 tahun. Ya, 22 tahun.
Untuk menjaga agar potensi ini tetap tumbuh, manajemen Timberwolves harus bekerja keras. Perekrutan Butler bisa dibilang menjadi penghambat pertumbuhan tersebut. Bahkan kehadiran Butler tak hanya membunuh Towns, melanikan juga Andrew Wiggins. Sebelum kehadiran Butler, Towns adalah top skor tim di musim 2016-2017 dengan 25,1 poin per gim. Wiggins adalah top skor kedua tim dengan 23,6 poin per laga.
Kedua pemain ini adalah fondasi utama Timberwolves untuk empat tahun ke depan (berdasarkan kontrak Wiggins). Timberwolves hanya perlu membangun skuat yang sesuai dengan kebutuhan dua pemain ini. Philadelphia 76ers sekali lagi menjadi prototipe yang sesuai bagi tim yang ingin membangun skuat dengan barisan pemain berusia muda.
Masih menemukan alasan untuk menyebut Towns adalah pemain yang overrated?
Foto: NBA