Musim 2017-2018 berakhir antiklimaks bagi Houston Rockets. Menjalani musim reguler terbaik mereka sepanjang sejarah setelah membukukan 65 kemenangan, Rockets harus rela takluk hanya selangkah sebelum menuju babak final. Kekalahan tersebut terasa lebih menyakitkan karena awalnya Rockets berhasil unggul 3-2 dalam sistem tujuh laga (best of seven). Satu kemenangan saja bisa membuat Rockets melaju ke final. Sayangnya, Golden State Warriors berhasil membalik keadaan dan berbalik menang untuk merengkuh gelar juara kedua secara beruntun.
Salah satu faktor terbesar kekalahan Rockets musim lalu adalah cedera yang mendera garda utama (point guard) mereka, Chris Paul. Paul mengalami cedera saat laga kelima tersisa satu menit. Usai melakukan gerakan berputar sebelum menembak, Paul bermasalah pada hamstring kanannya. Ia absen di laga keenam dan ketujuh yang membuat Warriors leluasa menghancurkan Rockets.
Jelang musim 2019, Rockets melakukan cukup banyak pergerakan di pasar pemain bebas (free agent). Pergerakan pertama Rockets adalah mengamankan jasa Paul dan Clint Capela untuk empat musim ke depan. Meski Paul baru bergabung dengan Rockets musim lalu, ia sudah mengemban tugas besar. Di musim reguler, Paul meraup rataan 18,6 poin, 5,4 rebound, dan 7,9 asis per laga dari 58 pertandingan yang ia mainkan. Angka poin dan asis tersebut menjadi yang kedua terbanyak di tim di bawah James Harden, Sang MVP NBA.
James Harden dan Chris Paul, Foto: Boston Herald
Sementara Capela menjalani musim terbaiknya sejak masuk ke NBA pada 2014. Masuk dalam barisan pemain utama (starter) secara penuh, Capela menjadi tandem yang tepat untuk duo fasilitator Rockets, Harden dan Paul. Saat menyerang Capela memainkan peran penting sebagai rekan pick n roll dua garda tersebut. Ia bisa menjadi tembok (screen/pick) yang bagus dan melakukan roll dengan sempurna untuk meraup poin di area kunci lawan. Hal tersebut dikonversi menjadi 13,9 poin dan 10,8 rebound. Saat bertahan, Capela menjadi penjaga utama ring Rockets terbukti dengan 1,9 blok per laga yang ia bukukan.
Rockets lantas kehilangan dua pemain bertahan spesialis area sayap (wing), Trevor Ariza dan Luc Mbah a Moute. Ariza memutuskan bergabung dengan Phoenix Suns setelah menyandang status unrestricted free agent sementara Mbah a Moute kembali ke Los Angeles Clippers.
Menyadari lubang yang ditinggalkan dua pemain tersebut, manajemen Rockets bergerak mencari pengganti. James Ennis III menjadi forwarda pertama yang mereka datangkan dengan tipikal serupa dengan Ariza dan Mbah a Moute. Ennis tidak bisa dibilang pemain di atas rata-rata. Sejak 2014, pemain berusia 28 tahun ini sudah berpindah tim lima kali dan Rockets menjadi tim keenamnya. Sepanjang 220 laga yang sudah ia mainkan di NBA, Ennis menorehkan rata-rata 6,4 poin dan 3,2 rebound dengan akurasi keseluruhan 45 persen sementara akurasi tripoin 36 persen.
Sempat diprediksi akan menjadi forwarda utama Rockets, Ennis akhirnya mendapatkan saingan seiring kedatangan Carmelo Anthony. Kedatangan pemain yang akrab disapa Melo inilah yang membuat pertanyaan-pertanyaan selanjutnya muncul. Peran apa yang akan diberikan Mike D’Antoni kepada Melo dengan komposisi yang sudah ada?
Melo yang masuk ke NBA sejak 2003 tak perlu dipertanyakan kualitas menyerangnya. Ia pernah meraih gelar top skor NBA pada 2013 dan selalu mencatatkan rataan 20 poin per laga di tiap musim kecuali musim lalu bersama Oklahoma City Thunder. Sekali lagi, musim lalu yang merupakan musim terburuk Melo, ia masih mampu menghasilkan 16,2 poin dan 5,8 rebound. Tapi, akankah dia menjadi starter musim depan?
Jawabannya adalah ya. Meski tidak memilki kemampuan bertahan yang apik dan sedang dalam performa menurun, kehadiran Melo tetap akan mengurangi beban menyerang yang ditanggung oleh Harden dan Paul. Mengapa Capela tidak disebut memanggul beban menyerang? Karena ia bukanlah seorang pemain yang mampu menciptakan peluangnya sendiri, sejauh ini. Musim lalu, 34 persen percobaan tembakan Melo datang setelah ia memegang bola selama 2-6 detik. Artinya, Melo setidaknya melakukan beberapa kali lantun (dribble) dan penguasaan bola sebelum melakukan tembakan.
Sementara Capela, 84 persen percobaan tembakannya ia lakukan setelah menyentuh bola tidak lebih lama dari dua detik. Selain itu, 74 persen percobaan tembakannya dilakukan tanpa sekalipun melakukan lantun bola. Sementara hanya 49 persen percobaan tembakan Melo yang dilakukan tanpa lantun bola. Sisanya? 1 hingga lebih dari 7 kali lantun bola.
Di sisi lain, Harden dan Paul menyumbang 17,7 asis dari total 26 asis per laga Rockets musim lalu. Kehadiran Melo yang memiliki akurasi tembakan dengan skema catch and shoot (tangkap dan tembak) mencapai 38,9 persen akan membuat duet garda Rockets semakin mudah meraup angka asis, seharusnya. Bersama Thunder, 42,4 persen tembakan Melo datang melalui skema catch and shoot.
(Baca juga: Mencari Senter Utama Warriors Selama DeMarcus Cousins Absen)
Tidak berhenti di Melo, Rockets yang menyadari kelemahan mereka adalah skuat cadangan yang tidak cukup mumpuni kembali bergerak di pasar pemain. Ryan Anderson yang sepertinya tidak masuk dalam skema permain D’Antoni dikirim ke Phoenix Suns untuk ditukar dengan dua pemain, Brandon Knight dan Marquese Chriss.
Musim lalu, Anderson bermain 66 kali dengan 50 di antaranya menjadi starter. Rata-rata ia turun 26,1 menit per laga dan menghasilkan 9,3 poin dan 5,0 rebound. Anderson terkenal di liga sebagai salah satu power forward dengan kemampuan menembak tiga angka yang bagus. Selama 10 musim bermain, akurasi rata-rata tripoin Anderson mencapai 38 persen.
Namun, Anderson rasanya bukan kepingan yang dibutuhkan D’Antoni. Sejak laga ke-52 Rockets, Anderson tak lagi mendapatkan kesempatan menjadi starter. Perannya diambil oleh P.J. Tucker yang meski memiliki tubuh lebih pendek namun cukup tangkas dalam bertahan dan lebih atletis dari Anderson. Tucker sendiri diyakini masih akan mengemban peran tersebut hingga musim depan.
Rockets sebenarnya cukup beruntung mendapatkan Knight dan Chriss. Meskipun tidak sedang menjalani musim terbaiknya, dua pemain tersebut masih dalam usia muda dan di bawah kontrak hingga dua musim ke depan. Jangka waktu itu bisa membuat Rockets dan dua pemain tersebut berkembang bersama. Kalaupun opsi tersebut gagal, Rockets masih bisa memasukkan mereka dalam paket pertukaran lainnya.
Musim lalu, Knight sama sekali tidak bermain seusai terkena cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) pada Juli 2017. Sebelum terkena cedera, Knight selalu berhasil mencetak rataan dua digit poin selama tujuh musim di NBA. Pada musim 2015-2016, pemain berusia 26 tahun tersebut memiliki rataan 19,6 poin dan 5,1 asis per laga. Pencetak angka dan fasilitator yang tepat untuk unit kedua Rockets.
Setali tiga uang, meski bermain musim lalu, Chriss mengalami penurunan performa. Namun, penurunan tersebut bisa dibilang karena bagian dari perubahan skema yang dilakukan oleh Suns. Hal tersebut terlihat dari jumlah tembakan yang dilepaskan oleh Chriss. Ya, meski memiliki rataan menit bermain yang tidak berubah banyak dari musim 2016-2017, Chriss melepaskan tembakan dalam jumlah yang lebih sedikit.
Dua musim lalu, ia total melepaskan 284 tembakan, sementara musim lalu ia hanya mencoba 202 tembakan. Fakta tersebut membuat rataan poin per laganya turun dari 9,2 menjadi 7,7 poin per laga. Keberadaan Josh Jackson yang menjadi top skor ketiga tim usai Devin Booker dan T.J. Warren membuatnya lebih banyak berperan sebagai tembok (screen) dan pengumpul rebound. Rataan reboundnya naik dari 4,2 menjadi 5,5 rebound per gim.
Kedatangan kedua pemain ini melengkapi lima pemain skuat cadangan Rockets. Knight, Eric Gordon, Ennis, Chriss, dan Nene Hilario. Barisan starter akan diisi oleh Paul, Harden, Melo, Tucker, dan Capela. Di barisan pemain lainnya, Rockets masih memiliki Gerald Green, Zhou Qi, dan Michael Carter-Williams. Nama yang terakhir disebut belum secara resmi masuk dalam skuat Rockets, namun sudah ada kontrak secara verbal.
Michael Carter-Williams, Foto: Houston Chronicle
Kemungkinan, nasibnya akan ditentukan setelah pemusatan latihan berjalan. Carter-Williams pernah meraih gelar Rookie of The Year saat membela Philadeplhia 76ers 2013-2014. Empat musim pertamanya ia lalui dengan rataan 10+ poin dan 5+ rebound per gim. Di dua musim terakhir, penampilannya menurun seiring menurunnya peran yang ia mainkan di lapangan. Carter-Williams kehilangan banyak laga lantaran beberapa kali terkena cedera.
Melihat deretan peain di atas, apakah skuat ini akan membawa Rockets menjadi juara lagi setelah terakhir meraihnya tahun 1995? Jelas belum bisa dipastikan. Di sisi lain, Rockets bisa dibilang menjadi tim terbaik setelah Golden State Warriors di atas kertas.
Berdasarkan statistik musim lalu, starter Rockets berpotensi mencetak 85 poin per gim. Angka tersebut menjadi yang tertinggi kedua di Wilayah Barat. Bila dibandingkan dengan potensi starter Warriors, Curry, Thompson, Durant, Green, dan Cousins yang mencapai 109 poin per gim.
Kedua tim ini saya yakini masih akan menjadi dua pemuncak klasemen Wilayah Barat bahkan mungkin saja klasemen keseluruhan. Keduanya, berpeluang besar untuk menorehkan lebih dari 55 kemenangan dalam semusim. Namun, untuk melihat pertarungan kedua tim, kita harus bersabar hingga 18 November 2018. Itu akan menjadi kali pertama keduanya bertemu sejak final Wilayah Barat musim lalu dan laga ini akan digelar di Toyota Center, markas Rockets. Kemungkinan besar, Cousins belum akan berlaga pada laga ini mengingat ia diprediksi baru akan membela Warriors di Desember atau Januari.
Foto: NBA