Nike kembali tersandung masalah. Setelah isu eksploitasi karyawati pada Maret 2018, kali ini mereka tersandung isu rasialisme. Isu ini mencuat setelah video liburan suami salah satu manajer Nike wilayah Afrika Selatan. Di video itu, ia menyebut kata “kaffir” yang jadi kata-kata sensitif karena berhubungan dengan isu apartheid. Akibatnya, partai oposisi Economic Freedom Fighters (EFF) memboikot Nike di Afrika Selatan.
Nike masih belum menyatakan komentar apapun terkait kasus ini. Meski demikian, perkataan pria tersebut dianggap mencederai komitmen masyarakat Afrika Selatan dalam menjaga perbedaan, keberagaman, serta menghormati satu dengan yang lain.
Seorang pelanggan berdiri di depan Nike Factory Outlet di Cape Town, ibukota Afrika Selatan.
Kasus ini ramai dibicarakan di negara paling selatan Benua Afrika tersebut setidaknya seminggu belakangan. Reuters menyatakan bahwa untuk alasan keamanan, Nike memutuskan untuk menonaktifkan gerai-gerainya disana hingga waktu yang belum ditentukan. Salah satu warga membuktikannya ketika memotret dua gerai non-aktif Nike di pusat perbelanjaan Sand District, Kota Johannesburg, lalu mengunggahnya di Twitter.
ECC pun tidak tinggal diam. Mereka berencana akan memperkarakan kasus ini ke pengadilan tinggi Afrika Selatan. Ini bukan kali pertama ECC melakukan aksi protes terkait isu rasialisme. Mereka adalah organisasi yang merundung H&M dengan kasus serupa untuk jaket hoodie bertulis “Coolest Monkey on the Planet” yang dikenakan seorang bocah berkulit hitam.
Merujuk pada isu ini, dilansir dari laman Independent, pasangan pria di video itu mengaku tidak bekerja di Nike Afrika Selatan. Pria bernama Adam Catzsvelos itu terpaksa dinon-aktifkan dari bisnis keluarga serta menutup seluruh akun media sosialnya. Dari kasus ini, kita bisa belajar untuk lebih berhati-hati dalam berkata apapun di media sosial.
Foto: American Press, Mike Hutching/Reuters