Gempita March Madness alias turnamen tim-tim basket terbaik dari Divisi I NCAA ini tidak terlalu bergema di Indonesia. Namun di Amerika Serikat, “demam” di bulan Maret ini benar-benar membuat para penggemar basket menggigil.
Sebelum turnamen March Madness dimulai, jutaan penggemar mengisi tebak-tebakan bracket atau bagan pertandingan. Dalam sistem satu kali pertandingan, tim yang menang maju ke babak selanjutnya. Para pengisi bracket menebak siapa saja yang berhasil maju ke babak selanjutnya hingga keluar sebagai juara.
Hingga hari ini, NCAA March Madness 2018 sudah menyisakan empat tim saja. Mereka akan berlaga di “Final Four”, sebuah istilah untuk menyatakan empat tim yang lolos ke semifinal dan telah dijadikan merek dagang alias dipatenkan oleh NCAA. Empat tim tersebut adalah Loyola- (University of Chicago), Villanova (University), (University of) Michigan, dan (University of) Kansas. Menurut data Sports Center ESPN, dari 17,3 juta tebakan yang masuk, hanya 550 alias 0,003 persen saja yang menebak empat tim di atas lolos Final Four.
(Baca juga: Mengenal NCAA Basketball dan March Madness)
Nama terakhir yang saya sebut di atas adalah juga nama tim terakhir yang memastikan diri sebagai peserta Final Four. Jayhawks, nama tim basket –dan tim-tim olahraga- University of Kansas berhasil mengalahkan tim hebat Duke (University) Blue Devils melalui drama tambahan waktu (over time) di CenturyLink Center, Omaha, Nebraska, 85-81.
Kemenangan Jayhawks atas Blue Devils membuat saya ingin kembali ke dua tahun ke belakang. Walau bukan penggemar Kansas Jayhawks, tapi saya pernah mengunjungi “rumah” mereka, Allen Fieldhouse.
Tulisan di bawah ini adalah pengalaman singkat saya mengunjungi University of Kansas sekaligus menyaksikan laga Jayhawks di Allen Fieldhouse. Waktu itu, musim kompetisi NCAA 2016-2017 baru dimulai. Yup, saya sempat menyaksikan Josh Jackson dan Frank Mason III berlaga sebagai pemain Jayhawks.
*)Tulisan di bawah ini juga pernah muncul di majalah Mainbasket edisi 52, Januari 2017.
Berkunjung ke Rumah Basket Dunia
Anak-anak muda Indonesia umumnya tahu siapa penemu olahraga atau permainan bola basket. Namanya James Naismith. Bila kita menanyakannya kepada anak yang “gak” basket banget pun, kemungkinan besar dia akan tahu jawabannya.
Nama ini cukup populer di kalangan siswa-siswi Indonesia. Nama tersebut adalah jawaban dari pertanyaan “Siapakah penemu olahraga bola basket?” yang kerap muncul di kertas ujian.
Pertengahan November 2016 lalu, tepatnya tanggal 17, saya dan tim berkesempatan bertamu dan “bertemu” Naismith di rumahnya di kota Lawrence, Kansas. Tepatnya di tengah kampus University of Kansas.
Naismith lahir di Kanada pada tahun 1861. Pada tahun 1891, ketika menetap di Springfield, Massachusetts, Amerika Serikat, ia menemukan permainan baru yang kini kita kenal sebaga bola basket. Tahun itu pula, laga pertama bola basket dimainkan.
Hanya dalam dua tahun, permainan baru yang menarik ini langsung populer dan banyak dimainkan di Amerika Serikat.
Tujuh tahun kemudian, Naismith pindah ke Kansas University di kota Lawrence. Di sinilah ia memulai program bola basket pertama. Kekuatan basket Kansas University kemudian menjadi salah satu yang paling disegani di liga kampus Amerika Serikat, NCAA.
Aturan-aturan basket sendiri sudah ditulis oleh Naismith enam tahun sebelum kepindahannya ke Kansas. Di Kansas, ia bekerja sama dengan Forrest Allen untuk mengembangkan basket.
Patung Naismith dan Allen kini menjadi patung monumental di depan arena basket University of Kansas. Naismith duduk manis bersama keranjang dan bola basketnya di depan DeBruce Center. Sementara patung Allen berdiri tegak di depan pintu masuk arena basket Kansas University (Jayhawks) yang dinamakan seperti namanya, Allen Fieldhouse.
DeBruce Center adalah gedung tambahan di sebelah Allen Fieldhouse. Gedung ini dibangun untuk menyimpan lembar aturan pertama bola basket yang ditulis Naismith, sekaligus tempat berkumpul atlet-atlet alumni Kansas University.
Di atas pintu lorong penghubung antara DeBruce Center dan Allen Fieldhouse terpampang mural bertuliskan aturan-aturan basket pertama yang pernah ditulis Naismith. Tulisan mural ini begitu indah, bahkan dibuat menyala di malam hari.
Selain untuk “bertemu” Naismith dan Allen, kunjungan ke Allen Fieldhouse bertujuan mengetahui arena-arena basket kampus di Amerika Serikat. Selain itu, merasakan langsung serunya kompetisi basket NCAA.
Allen Fieldhouse, markas Kansas Jayhawks adalah tempat yang tepat. Sejarah basket dan atmosfer fanatisme kampus menyatu dengan baik. Nama Kansas Jayhawks bahkan menjadi nama kebanggaan kota Lawrence secara keseluruhan.
Tidak mudah mendapatkan tiket masuk pertandingan basket Kansas Jayhawks. Berbeda dengan tiket NBA yang bisa didapatkan oleh siapa saja, tiket NCAA khususnya di beberapa kampus tertentu seperti Universty of Kansas diprioritaskan untuk mahasiswa kampus atau para alumni.
Saya dan kawan-kawan beruntung memiliki kerabat di Amerika Serikat yang alumnus Kansas University. Harga tiket NCAA bahkan bisa lebih mahal daripada tiket NBA.
Walau berstatus arena kampus, Allen Fieldhouse terbilang megah. Bagian dalamnya, sebelum memasuki arena pertandingan serupa dengan arena-arena NBA. Di lorong luar yang mengelilingi arena terdapat beberapa toko pernak-pernik Jayhawks dan kios-kios penjual makanan.
Di salah satu sisi, lorong Allen Fieldhouse memberikan sajian menarik. Sebuah sisi yang akan membuat kita berhenti sejenak. Sebuah museum.
Museum di lorong ini diberi nama “Booth Family Hall of Athletics”. Gerbang depannya, selain menjadi pintu masuk museum, juga menjadi pintu masuk ke arena Allen Fieldhouse. Di depan gerbang inilah patung besar Forrest “Phog” Allen berdiri.
Menyatu dengan Allen Fieldhouse yang nota bene adalah arena basket, Booth Family Hall of Athletics tidak hanya menampilkan koleksi-koleksi basket. Museum ini menampilkan sejarah dan perkembangan program olahraga di Kansas University. Oleh karenanya, koleksi yang tampil dari bermacam-macam olahraga. Mulai dari sepak bola khas Amerika, atletik, hingga tentu saja basket.
Foto-foto ratusan pemain legendaris alumni Jayhawks –dari berbagai macam olahraga- terpampang rapi di dinding museum. Dari dunia basket, ada foto-foto mulai dari Wilt Chamberlain, Jo Jo White, Danny Manning, Paul Pierce, hingga Kirk Hinrich.
Bagian dalam arena Allen Fieldhouse terlihat kecil bila dibandingkan dengan arena-arena NBA. Namun pandangan mata ini bisa menipu.
Kapasitas “The Phog”, nama lain Allen Fieldhouse (yang juga julukan untuk Forrest Allen) mencapai 16.000 lebih. Hanya berbeda 3.000-an tempat duduk dibanding arena-arena NBA umumnya.
Meskipun berkapasitas belasan ribu. Fasilitas tempat duduk penonton tidaklah mewah. Tempat duduk penonton umumnya berbentuk bangku panjang yang diberi nomor.
Sedikit saja deretan yang memiliki bangku atau kursi satuan. Persis seperti arena-arena basket di Indonesia (Hall Basket Senayan, C-Tra Arena, Sritex Arena, dan lain-lain).
Suasana Allen Fieldhouse malam itu begitu meriah. Dalam pandangan mata, setiap sudut arena terisi. Kansas Jayhawks menjalani laga rumah pertama di kompetisi NCAA Divisi I 2016-2017 dan lawan yang mereka hadapi adalah Siena Saints dari Siena College.
Pertandingan dimenangkan oleh Jayhawks dengan kedudukan 86-65. Para pemain Jayhawks dominan dari kuarter pertama hingga kuarter akhir. Dua menit menjelang laga usai, Jayhawks bahkan masih sempat menurunkan skuat cadangannya untuk meladeni Siena Saints.
Selain pertandingan basketnya sendiri, suasana Allen Fieldhouse sangatlah menarik. Dari pembukaan laga sampai akhir, rasa takjub selalu muncul.
Walaupun menempati bangku yang diberi nomor, setiap penonton disiplin duduk sesuai nomor bangku yang tertera di tiket. Arena sudah penuh sebelum laga dimulai.
Menyanyikan lagu kebangsaan Amerika Serikat adalah kewajiban. Namun sebelum lagu itu dikumandangkan, penonton yang memadati Allen Fieldhouse lebih dulu menyanyikan satu buah lagu lain. Lagu tersebut adalah lagu almamater Kansas University berjudul “Crimson and the Blue”.
Setelah lagu almamater selesai, para penonton kemudian melanjutkan dengan mantra kampus yang tersohor, “Rock Chalk Jayhawk KU!” Mantra atau chant ini serempak diucapkan oleh seisi arena dan membuat badan merinding.
Sepanjang laga, selain dipenuhi oleh riuh pendukung Jayhawks, arena juga dibuat bising oleh barisan marching band di belakang ring. Uniknya, marching band ini membawakan lagu-lagu yang tengah populer. Di antaranya lagu-lagu Justin Bieber dan artis-artis kekinian lainnya.
Pada akhir laga, mantra “Rock Chalk Jayhawk KU!” kembali dibawakan. Kali ini, rasanya berbeda. Dibawakan di detik-detik akhir, mantra tersebut serasa penghantar kematian bagi tim-tim yang dikalahkan Jayhawks. Di lorong keluar tertulis sebuah kalimat lucu yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti, “Santai saja, banyak tim yang kalah di sini.”(*)
Foto depan: Yahoo Sports!