IBL

Apa perbedaan musim reguler dan Playoff NBA? 

"Semoga di Playoff ga kehabisan bensin". "Semoga konsisten sampai Playoff". Dua kalimat yang kerap muncul di kolom komentar Mainbasket saat kami mengunggah beberapa cerita mengenai tim-tim yang dominan di musim reguler. Musim lalu, Oklahoma City Thunder paling banyak mendapatkan komentar ini. Musim ini, Cleveland Cavaliers. 

Pada dasarnya, kami menyadari bahwa komentar-komentar ini muncul dari penggemar kasual yang biasanya tidak memiliki fanatisme besar terhadap satu pihak tertentu. Oleh karena itu, melihat performa Thunder musim lalu dan Cavaliers musim ini, mereka merasa ini adalah sebuah kejutan. Akhirnya, mereka ragu dan memberikan komentar di atas. Komentar seperti ini jarang sekali muncul atas performa Celtics musim lalu. Celtics melangkah tanpa henti dari awal sampai menjadi juara. Mengapa? Karena mereka memang tahu materi pemain Celtics cukup bagus. 

Namun, ada satu hal yang harus dipahami juga. Musim reguler dan Playoff NBA adalah dua bagian musim yang berbeda. Dua pertaruhan yang berbeda. Tentu, hal paling mendasar adalah "nyawa" setiap tim. Dalam hitung-hitungan kasar, normalnya tim NBA punya 40-42 nyawa di musim reguler. Ya, mereka boleh kalah sampai 42 kali dan mungkin masih akan lolos ke Playoff. Untuk Playoff, nyawa mereka hanya 4. Lebih lagi, mereka hanya punya waktu sekitar dua pekan untuk menjaga nyawa mereka tersebut. Sekali lagi, ini pertarungan di level yang berbeda. Pepatah, "Bermainlah seperti tidak akan ada gim lagi esok hari," adalah pepatah yang tepat untuk menggambarkan Playoff. 

Dari sana, kita bisa memahami bagaimana tim-tim NBA yang lolos ke Playoff melakukan pendekatan yang berbeda. Selama tidak ada cedera kepada pemain-pemain penting dari setiap tim, maka peluang untuk memenangkan sebuah pertandingan akan selalu ada. Oleh sebab itu, memasuki Playoff, fokus setiap tim adalah memahami diri mereka yang dinilai dari 82 laga sebelumnya. Apa kekuatan mereka? Apa kekurangan mereka? Bagaimana cara memaksimalkan kekuatan tersebut? Bagaimana cara menanggulangi kekurangan yang ada? 

Jujur saja, kami baru semakin menyadari hal-hal ini setelah semakin banyak pemain dan pelatih NBA berbicara di berbagai macam siniar yang mereka punya atau sebagai tamu. Melalui berbagai komentar itu, kami memahami bahwa 82 gim musim reguler adalah fase pengumpulan data yang akan menjadi acuan dan pacuan untuk memenangkan 16 laga Playoff. 

Terbaru, kami menyadarinya ketika Jeff Teague, pensiunan garda Atlanta Hawks yang dengan legawa menyebut dirinya adalah penyebab utama Hakws yang dominan di musim reguler 2014-2015 kalah atas Cavaliers di Final Wilayah Timur. Hawks kala itu mengukir sejarah dengan 60 kemenangan musim reguler, termasuk 19 kemenangan beruntun. Empat starter mereka masuk ke All Star. Mereka menang mudah di ronde pertama Playoff melawan Brooklyn Nets. Lolos dari Washington Wizards dengan duet John Wall dan Bradley Beal yang sedang panas. Lalu tumbang di tangan LeBron James yang baru kembali ke Cavaliers. Jeff menyebut bahwa Cavaliers selalu mengincar dirinya dalam seri yang dimenangkan Cavaliers langsung dalam 4 laga. Ya, Cavaliers selalu mencari cara agar Jeff terpakasa menjaga LeBron lewat berbagai macam skema, seringnya pick n roll sederhana. 

Memangnya tidak ada yang bisa dilakukan oleh Jeff atau Hawks? Mau tidak mau, jawabannya memang tidak ada. Berdasarkan data 82 gim, plus dua seri Playoff yang sudah dilalui, Cavaliers sudah paham betul bahwa kelemahan pertahanan Hawks adalah Jeff. Selama dua seri sebelumnya, Nets dan Wizards tidak benar-benar punya pemain yang bisa mengeksploitasi Jeff. 

Memang, Wizards punya Wall, tapi seperti yang kita ketahui bersama, Wall bukanlah pemain yang efektif. Ia cepat, ekslosif, tapi tidak efektif. Belum lagi kemampuan tripoinnya yang terbatas membuat Hawks masih punya banyak opsi untuk menyulitkannya. Berbeda dengan LeBron, pemain terbaik di generasi ini. Jeff adalah sasaran empuk. Jeff adalah yang mereka cari. Satu-satunya cara Hawks tidak "berdarah" terlalu banyak adalah dengan mengganti Jeff. Masalahnya, Hawks sangat butuh Jeff untuk memimpin serangan mereka. Dennis Schroder yang kala itu menjadi pelapis Jeff, masih jauh dari yang kita kenal sekarang. Bisa dibilang masih mentah.

Kembali ke persaingan tahun ini, kami melihat Cavaliers, utamanya Donovan Mitchell, sudah belajar dari pengalamannya. Ya, Mitchell pernah berada di posisi yang sama dengan Hawks, saat Mitchell masih membela Jazz. Mereka dominan di musim reguler. Memainkan sistem bermain yang kolektif dan cantik. Namun, mereka terlena dan tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi pertarungan yang lebih serius. Mereka tidak mencari opsi saat Rudy Gobert dan Mike Conley diincar lawan. Pun dengan barisan cadangan yang tidak cukup dalam. Membuat mereka akhirnya terbatas sampai di situ-situ saja. 

Berbeda dengan Cavaliers musim ini. Manajemen melakukan pergerakan yang cukup baik di pertukaran pemain. De'Andre Hunter mereka datangkan dengan mahar Caris LeVert demi memperkuat pertahanan di area sayap yang memang terbatas. Komposisi utama mereka memang masih akan berpusat pada Darius Garland, Mitchell, Max Strus, Evan Mobley, dan Jarrett Allen. Namun, dengan adanya Hunter, mereka bisa bermain lebih kecil, lebih cepat, tapi menjaga kestabilan pertahanan. Sepanjang musim, Kenny Atkinson sebagai kepala pelatih juga terus memberikan kesempatan untuk barisan cadangan. Ty Jerome, Sam Merril, Dean Wade, Isaac Okoro, hingga pemain veteran yang mereka datangkan di pasar pemain bebas (free agent), Javonte Green, semua dapat giliran. Langkah-langkah ini bisa dibilang memperlihatkan persiapan Cavaliers untuk seri Playoff yang lebih baik. 

Thunder pun serupa, meski caranya bukan dari pertukaran atau perekrutan pemain bebas. Tampaknya, Sam Presti, masih memberikan satu kesempatan untuk skuad yang ada membuktikan diri di Playoff musim ini. Jika tak mampu sampai Final Wilayah Barat, besar kemungkinan beberapa pertukaran akan mereka lakukan untuk menambah kekuatan musim depan. Salah satu kendala Thunder di musim ini adalah cedera. Meski tidak melibatkan rotasi utama mereka kecuali Isaiah Hartenstein dan Chet Holmgren, beberapa pemain pendukung bergantian cedera. Ini juga yang akhirnya membuat Thunder terbatas dalam melakukan percobaan komposisi skuad mereka. Pun begitu, ada beberapa gebrakan dari skuad yang ada. Contohnya Aaron Wiggins yang sempat mencetak 40 poin. Cason Wallace yang cukup solid sebagai garda bertahan. Pun beberapa ledakan yang muncul dari Kenrich Williams hingga Isaiah Joe.

Ada satu faktor terakhir yang juga akan menjadi faktor pembeda di Playoff yakni keberanian atau kreativitas pelatih. Sudah ada banyak contoh di mana pelatih-pelatih melakukan beragam penyesuaian untuk menghadapi beberapa situasi di Playoff. Bahkan, beberapa cukup berani untuk mengubah komposisi starter mereka atau setidaknya mengubah skema menit bermain. Ambil contoh Warriors saat juara pertama kali, Andre Iguodala dan Harrison Barnes saling tukar posisi hingga menit bermain. Celtics saat juara pun menggeser Al Horford ke bangku cadangan. Saat juara di 2019, Raptors berani turun dengan pertahanan zona (zone defense) yang mengejutkan.

Playoff akan menjadi level permainan yang berbeda dari musim reguler. Intensitas jauh berbeda. Toleransi kesalahan yang diberikan pun lebih sedikit. Kesalahan-kesalahan yang tak diperbaiki akan membuat kekalahan semakin mendekati. Sedangkan kekuatan-kekuatan yang mampu dimaksimalkan membuat peluang menjadi juara pun semakin memuncak. Tidak ada kehabisan bensin. Tidak ada masalah konsistensi. Semua tim yang lolos ke Playoff adalah tim-tim yang konsisten punya bensin banyak. Ini perkara siapa yang bisa beradaptasi untuk menguasai permainann dan memperbesar peluang menang. 

Foto: Getty Images

Komentar