IBL

Indonesian Basketball League (IBL) 2025 telah memasuki masa jeda pertama mereka musim ini. Hampir tiga pekan IBL istirahat karena adanya agenda FIBA dan juga awal puasa. Esok, 4 Maret 2025, IBL akan kembali melanjutkan laga-laga musim reguler yang seluruhnya akan dimainkan jam malam untuk mengikuti jadwal Ramadan. 

Tak bisa dipungkiri, dua pertandingan Tim Nasional (Timnas) Basket Putra Senior di FIBA Asia Cup 2025 Qualifiers Window 3 menghadapi Australia dan Korea membuat kami berpikir lebih dalam lagi tentang barisan pemain lokal yang kita punya. Ya, banyak yang menyadari juga bahwa hanya pemain "itu-itu saja" yang mengisi skuad Timnas di total enam laga tersebut. Namun, apakah memang stok kita tidak sebanyak itu?

Hal ini coba kami telusuri lewat data yang kami kumpulkan dari tujuh pekan gelaran IBL berlangsung. Menariknya, jawaban atas pertanyaan itu adalah iya, memang tidak banyak pemain yang bisa kita pilih. Ada banyak pemain lokal, tapi sedikit yang memenuhi standar pemain yang baik. 

Pertama, dari daftar 30 nama pemain yang bermain terlama di lapangan (lokal dan asing), hanya ada dua nama dari barisan lokal! Hanya ada Yudha Saputera yang tercatat sebagai pemain dengan rataan menit terbanyak di musim ini dengan hampir 32 menit per laga. Satu nama lainnya adalah Abraham Wenas dengan 26 menit lebih. Bahkan, Abraham Grahita (yang kami rasa semua sepakat), yang kini merupakan pemain terbaik di Indonesia, hanya bermain 25 menit per laga. 

Dari sini saja kita sudah kesulitan untuk mencari siapa 9 nama lain (dengan hitungan pasti 1 naturalisasi) yang akan membantu Yudha dan Abraham. Dari data menit bermain saja, kita sudah bisa mengindikasikan dua kemungkinan. Pertama, apakah mungkin secara fisik pemain kita tidak mumpuni untuk bermain selama itu (30+ menit)? Atau opsi kedua, fakta yang pahit bahwa kemampuan pemain kita tidak ada yang mumpuni untuk mendapatkan kepercayaan bermain selama itu. 

Kami tidak mampu secara spesifik menjawab pertanyaan yang pertama. Untuk urusan fisik, harusnya ada tes-tes yang dilakukan oleh masing-masing tim sebelum liga dimulai hingga perkembangannya sepanjang musim. Untuk opsi kedua, kami setidaknya bisa memberikan gambaran dari data yang telah kami kumpulkan tadi. 

Ya, kita kini bergeser ke performa pemain lokal. Setelah kami data, pemain yang melepaskan setidaknya 5 tembakan per gim ada 27 pemain. Sekali lagi, setidaknya 5 tembakan per laga. Ini adalah filter yang cukup kecil yang kami lakukan untuk menjaring lebih banyak pemain. Dari jumlah tersebut, hanya 10 pemain yang melepaskan setidaknya 7 tembakan per laga. 

Pertanyaannya kini, siapa yang menembak terbanyak? Menariknya, pemain yang muncul teratas di daftar ini adalah Jordan Oei dari Rajawali Medan dengan 11,8 tembakan per laga. Jordan unggul sedikit saja dari Yudha dengan 11,7 tembakan per gim. Abraham Grahita melengkapi tiga nama dengan dua digit tembakan per gim dengan tepat 10 percobaan. 

Kita belum sampai pada hal utamanya. Kita barus di barisan terluar dari performa pemain. Baru sebatas seberapa besar kepercayaan diri mereka untuk menembak dan berapa banyak kesempatan yang diberikan pelatih/tim untuk mereka melepaskan tembakan. Kini, bagaimana kemampuan mereka dalam memanfaatkan kesempatan tersebut?

Bicara tembakan, tidak ada penilaian yang lebih bagus selain bagaimana mereka memanfaatkannya, seberapa efektif tembakan-tembakan mereka. Untuk tripoin, pemimpin akurasi musim lalu, Abraham Grahita, masih jadi yang terdepan. Abraham memasukkan 41,1 persen tripoin dari 9 laga yang dimainkan. Abraham melepaskan 5,7 tembakan per laga. Ia adalah satu-satunya pemain dengan 40+ persen tripoin secara keseluruhan (termasuk pemain asing) dengan minimal 40 tripoin. 

Brandon Jawato ada tepat di belakang Abraham dengan 38,8 persen tripoin dari 3,6 percobaan per laga. Rekan satu tim Jawato, Muhamad Arighi, ada di peringkat tigadengan 38 persen. Arighi melepaskan 5,2 tripoin per laga. Melengkapi lima besar daftar adalah Nuke Saputra dan Diftha Pratama dengan 37,5 persen serta 36,9 persen masing-masing. 

Dari semua barisan lokal yang ada, hanya lima pemain yang menembak tripoin di atas 5 percobaan per laga. Abraham, Arighi, dan Kaleb Gemilang. Kaleb menembak 5,7 tripoin per laga dengan akurasi 36,8 persen. Akurasi ini menempatkan Kaleb di peringkat enam untuk kategori tripoin. 
Catatan statistik awal ini benar-benar semakin menegaskan sosok Abraham Grahita sebagai pemain lokal terbaik di IBL dan untuk sementara ini pemain paling efektif.

Secara perhitungan eFG%, Abraham tetap di puncak dengan 58,3 persen. Abraham juga memimpin barisan lokal untuk poin per laga dengan 13,7 poin. Secara keseluruhan, Abraham memimpin kategori poin, akurasi triopin, eFG%, dan jumlah tembakan gratis per gim (2,4 percobaan). Semua ini ia lakukan sekali lagi hanya selama 25 menit bermain.

Dari sini, kami rasa bisa disimpulkan betapa sulitnya pemain lokal bersaing di IBL. Meskipun pelatih jelas punya alasan masing-masing mengenai menit bermain para pemain lokal, yang bisa dipastikan adalah kemampuan fisik dan paket ketangkasan yang belum mumpuni. Atau mungkin sebaliknya. Karena paket ketangkasan yang belum mumpuni, maka menit bermain tidak diberikan. Ya, antara itu saja. 

Pada dasarnya, sulit untuk membayangkan pelatih tidak memainkan pemain terbaiknya di lapangan dalam waktu yang lama. Pun sebaliknya, kecil kemungkinan pemain minta diganti jika ia secara fisik kuat dan ketangkasannya mumpuni, paling tidak pasti mau main 30 menit di setiap laga. 
Namun, jangan salah sangka juga. Kami, tidak sepenuhnya membebankan semangat untuk tumbuh menjadi lebih baik ini kepada pemain semata.

Sangat besar kemungkinan pemain pun tidak mengetahui apa yang harus mereka perbaiki lebih dahulu. Menurut kami, situasi di IBL juga tak cukup untuk memaksa mereka bersaing. Sampai sekarang, ada 22 nama yang belum pernah sekalipun bermain musim ini. Menurut catatan informasi kami, hanya separuhnya yang cedera, lainnya memang belum pernah masuk roster. Ada lima nama lain yang sudah masuk roster, tapi tidak dapat menit bermain. Sebanyak 41 nama masuk dalam klasifikasi bermain tapi tidak sampai lima menit per gim. 

Oh iya, total pemain lokal IBL musim ini adalah 175 pemain. Secara keseluruhan, maka 36 persen pemain lokal IBL bermain di bawah lima menit atau bahkan tidak bermain sama sekali. Ada 28 nama yang tercatat bermain setidaknya lima menit dan di bawah 10 menit, termasuk beberapa nama yang sedang dalam masa emas dan mungkin bisa dibilang salah satu yang terbaik di posisinya di liga. Kita jumlahkan dengan angka-angka di atas, maka 91 pemain bermain rata-rata tidak sampai 10 menit atau setara dengan 52 persen pemain lokal. 

Catatan yang semakin membuat kami merasa miris. Dapat disimpulkan, hanya 48 persen pemain lokal yang benar-benar bermain di IBL, setidaknya sampai hampir separuh perjalanan ini. Yang lebih menyakitkan lagi, entah mengapa tidak ada yang melihat ini sebagai sebuah permasalahan. Entah mengapa, banyak yang merasa bahwa hal ini akan membuat basket Indonesia baik-baik saja. 

Untuk yang terakhir, sejatinya tak sepenuhnya salah. Entertainment wise, bisa dibilang seru sih lihat deretan asing-asing ini nombok ke sana- ke mari. Namun, sebagai satu-satunya liga basket profesional yang harusnya juga menjadi kolam pemain untuk Timnas, maka ini benar-benar situasi yang menuju kehancuran. 

Tidak salah akhirnya jika Badan Tim Nasional (BTN) memilih pemain yang "itu-itu" saja. Tidak salah juga jika pemain yang "itu-itu" saja tersebut tidak perlu mengembangkan diri. Dengan apa yang mereka punya sekarang, mereka bahkan sudah lebih baik dari separuh pemain lokal lain di liga. Mereka sudah pasti masuk Timnas! 

Usulan kami masih sama dengan apa yang kami utarakan di unggahan Instagram @mainbasket setelah Indonesia kalah dari Australia lalu. IBL bisa mencoba membuka transaksi pemain lokal di tengah musim, skema sign and waive contract. Tentunya, dipastikan juga yang kena waive mendapatkan hak-hak mereka. Kami rasa, ini salah satu opsi yang layak dicoba dan membuat pemain dalam mode survival. Sekarang, dengan tidak adanya opsi tersebut, pemain bisa tetap di dalam tim dengan berlatih saja. Main jarang. Sekalinya main, tidak lama. Sekalinya lama, juga tidak benar-benar terlibat dalam permainan. 

Tulisan ini kami buat semata untuk membuka lebar bahwa basket Indonesia, terlepas dari animo yang sangat tinggi, sedang dalam bahaya di level teratasnya. Pemain-pemain lokal tak mampu berkembang dan bersaing dengan pemain asing. Hasilnya, Timnas pun semakin kesulitan mencari talenta terbaik untuk merepresentasikan Indonesia. Semoga basket Indonesia bisa menemukan jalannya ke depan, aamiin.  

Foto: Ariya Kurniawan

Komentar