CLS Knights Indonesia kembali menelan kekalahan pada lanjutan pertandingan Asean Basketball League (ABL) musim 2017-2018. Mereka harus menyerah 81-92 atas Singapore Slingers dalam laga yang digelar di Gor Kertajaya, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia pada hari Minggu, 14 Januari 2018 kemarin. Kekalahan ini menjadi kekalahan keenam beruntun bagi CLS dan membuat mereka baru memenangi satu laga dalam tujuh laga pertama di ABL musim ini.
Menelisik ke dalam kekalahan-kalahan CLS, hampir semuanya terjadi dengan skor yang tidak berbeda terlalu jauh. Dalam beberapa kesempatan bahkan CLS telah unggul lebih dahulu hingga menit-menit akhir kuarter empat, sebelum mereka kembali terkejar oleh lawan. Selisih 13 poin adalah margin kekalahan terbesar CLS. Ini terjadi pada laga melawan Mono Vampire Basketball Club, wakil dari Thailand.
Pertandingan semalam sedikit banyak menunjukkan problematika yang terjadi di dalam keseluruhan unit CLS. Mereka mencatatkan 19 kali kesalahan sendiri (turnover) berbanding 13 dari tim tamu. Dari 19 turnover itu, anak-anak Slingers berhasil mengonversinya menjadi 19 poin dari total 92 poin yang mereka cetak, atau setara dengan 20 persen dari keseluruhan poin mereka.
Dari semua laga yang sudah dijalani, CLS sudah membuat 111 kali turnover. Rata-rata 15,8 turnover per laga. Dalam 7 laga itu, tercatat hanya 2 kali CLS mencatatkan turnover lebih kecil daripada lawan-lawan mereka. Pertama saat melawan Formosa Dreamers yang berakhir dengan kemenangan dan satu laga lain melawan Mono Vampire yang berakhir dengan kekalahan.
Keseluruhan, ada 119 poin yang dihasilkan 7 lawan-lawan CLS memanfaatkan 111 turnover tersebut. Rata-rata 17 poin per laga. Secara rata-rata CLS kemasukan 84,5 poin per laga. Artinya lagi, ada sekitar 20 persen poin kemasukan CLS berasal dari konversi turnover.
Fakta di atas sedikit banyak memberikan gambaran bahwa CLS memiliki masalah dalam transisi pertahanan mereka, karena biasanya turnover akan berujung dengan fastbreak. Pertandingan semalam contohnya, dalam beberapa kesempatan para pemain Slingers seperti Xavier Alexander dan Larry Liew melakukan fastbreak dengan sangat leluasa. Mario Wuysang atau Arif Hidayat biasanya menjadi satu-satunya pemain yang tertinggal dan harus menghadapi gempuran fastbreak lawan dan akhirnya memaksa mereka harus melaukan foul untuk menghentikan lawan atau lebih buruknya tim lawan berhasil mencetak angka. Secara keseluruhan pasukan Slingers berhasil mencetak 27 poin dengan skema fastbreak berbanding dengan 17 poin yang diciptakan oleh CLS. Masalah transisi ini sebenarnya tampak jelas secara statistik CLS di tujuh laga mereka. Mereka kalah dalam fastbreak poin di lima laga dan hanya menang dalam statistik ini saat melawan Formosa Dreamers dan Chong Son Kungfu. Mereka kehilangan rata-rata 14 poin per laga dari fastbreak yang dilakukan lawan.
Berkaca pada statistik di atas, tim-tim lawan CLS mungkin akan mencoba menyerang mereka dengan skema fastbreak secara lebih sering. Slingers semalam menunjukan betapa kewalahannya para pemain CLS menghadapi pemain besar nan cepat semacam Xavier Alexander. Hal serupa terjadi sedikit banyak saat CLS melawan Eastern Hongkong yang memiliki Tyler Lamb. Barisan pemaing asing yang dimiliki CLS sekarang memang memilki plus minus masing-masing. Brian Williams dengan posturnya yang tinggi gempal akan sangat menyulitkan lawan yang mengandalkan post up seperti Chong Son Kungfu dengan Justin Howard mereka. Namun bila laga berjalan dengan intensitas lari tinggi, Williams jelas kewalahan harus mengejar Chris Charles sepanjang pertandingan. Faktor tersebut mungkin berusaha diselesaikan dengan masuknya Decorey Jones yang lumayan cepat. Akan tetapi, masalah kembali akan muncul saat lawan memiliki dua pemain besar yang sama baiknya dan juga cepat. Masih dari pertandingan semalam, duo local Slingers Delvin Goh dan Russel Low dengan sempurna mengeksploitasi Jones di area kunci. Jones cepat dan atletis, namun tak cukup baik menjaga area kunci bila lawan menggunakan pola post play.
Masalah ini diperparah saat CLS nyaris kalah postur di tiga posisi lainnya. Dalam dua pertemuan sebelumnya, Xavier Alexander mendapatkan missmatch sepanjang laga saat ia kedapatan dijaga Frederick Lish. Semalam Coach Koko ganti menugaskan Sandy dan Biboy bergantian untuk menjaga Xavier namun hasilnya masih serupa. Kesulitan menjaga pemain sekelas Xavier membuat para pemain CLS melakukan banyak foul, Xavier bahkan total melakukan 20 kali percobaan lemparan gratis sepanjang laga semalam berbanding keseluruhan tim CLS dengan 24 kali percobaan.
Banyak sekali perubahan yang sebaiknya dilakukan oleh CLS bila musim ini mereka masih ingin melaju ke playoff. Masih ada 13 pertandingan lagi yang akan mereka lakoni sepanjang musim reguler yang masih akan berlangsung hingga akhir bulan Maret mendatang.
Lebih berhati-hati dalam setiap penguasaan bola tentu menjadi pekerjaan rumah utama CLS di pertandingan-pertandingan selanjutnya. Selain itu mungkin mengubah cara bermain yang selama ini telah menjadi ciri khas CLS, “run n gun”. Memanfaatkan Brian Williams untuk menyerang di bawah ring mungkin bisa dipertimbangkan untuk dicoba. Dengan postur gempal yang dimilki Brian, harusnya melakukan post play dan isolation memiliki presentase masuk lebih banyak daripada berharap dengan tembakan jarak menengah ataupun jauh. Brian juga bisa dibilang cukup memilki ketangkasan yang bagus untuk melakukan segala trik di bawah ring.
Segala yang sudah terjadi hingga tujuh pertandingan ini memang bukan yang terbaik yang diharapkan oleh para penggemar dan tentunya barisan pemain serta manajemen CLS. Sebagai pengingat, ini adalah musim pertama CLS bermain di ABL, tidak ada yang mudah saat pertama kali mencoba. Tidak ada yang bisa berlari sebelum berjalan, percaya kepada proses sembari terus bekerja keras merupakan sebuah keharusan bagi semua jajaran CLS. Tim ini juga tentunya butuh dukungan yang masif dari seluruh penggemar basket di Indonesia, bukan hanya di Surabaya. Karena sekali lagi, mereka kini bertanding dengan nama CLS Knights Indonesia, bukan Surabaya.(*)
Foto: Yoga Prakasita