Segala sesuatu yang terjadi di semesta ini diciptakan berpasangan. Ada baik-buruk, senang-sedih, kawan-lawan, dan awal-akhir. Begitu pula yang terjadi antara Earvin “Magic” Johnson, bekas guard L.A Lakers, dan Isiah Thomas, bekas guard Detroit Pistons.
Permusuhan yang sudah terjadi hampir 30 tahun belakangan berakhir dengan perdamaian kemarin, Rabu 20 Desember 2017. Disiarkan langsung di NBA TV dengan tajuk acara "Players Only Monthly", acara ini berkonsep wawancara terhadap para pemain NBA ataupun legenda. Isiah hadir sebagai sang pembawa acara.
"Kau adalah saudaraku. Maafkan aku telah menyakitimu, dan tidak lagi bersama denganmu. Tuhan benar-benar baik membuat kita kembali bersama,” ucap Magic yang lalu disambut dengan pecahnya air mata Isiah. Kedua legenda basket ini kemudian berpelukan dan menangis untuk waktu yang sangat lama sembari mengingat segala sesuatu yang sudah mereka lalui.
Kedua legenda ini dikenal khalayak umum sebagai sahabat dekat. Mereka juga tidak sungkan memamerkan kedekatan, baik di dalam maupun di luar lapangan. Mereka selalu bersalaman dan mencium pipi satu sama lain setiap Lakers bertemu dengan Pistons. Sementara di luar lapangan keduanya aktif dalam segala kegiatan sosial untuk memperbaiki lingkungan sekitar.
Persahabatan itu mulai retak kala kedua pemain ini bertemu di NBA Finals 1988. Isiah menceritakan bahwa kala itu ia menusuk ke pertahanan Lakers pada pertandingan ketujuh. Saat hendak melakukan layup dalam posisi melompat, tiba-tiba Magic melakukan pelanggaran kepadanya. Magic secara jelas menghadang tubuh Isiah, bukan tangan apalagi bola, tetapi keseluruhan tubuhnya.
Isiah seketika bereaksi, ia mendorong Magic yang terlihat lebih seperti pukulan langsung ke arahnya. Aksi itu seketika membuat para penonton yang hadir, termasuk komentator, kebingungan. Apalagi mengingat keduanya adalah sahabat yang sangat dekat. Insiden itu terlihat emosional.
Hubungan buruk keduanya semakin menjadi saat tim nasional basket Amerika Serikat mempersiapkan diri untuk Olimpiade Barcelona 1992. Isiah kala itu tidak terpilih dalam skuat yang dijuluki “The Dream Team” tersebut. Banyak media berspekulasi bahwa faktor Michael Jordanlah yang membuat Isiah tidak terpilih.
Spekulasi itu pun kemudian terjawab saat Magic meluncurukan buku ”When the Game was Ours” yang ia tulis bersama Larry Bird dan Jackie MacMullan. Magic menulis, tidak ada satu pun pemain menginginkan Isiah dalam The Dream Team. Ia juga menuliskan kekesalannya lantaran Isiah mempertanyakan orientasi seksualnya setelah Magic menerima vonis HIV pada 1991.
Di tahun yang sama, Isiah pun memberikan klarifikasinya. Kepada Sports Illustrated, Isiah mengatakan bahwa jika ia mempertanyakan orientasi seksual Magic, harusnya ia juga mempertanyakan orientasi seksual dirinya sendiri. Karena mereka berdua sangat dekat kala itu.
Permasalahan yang berlarut ini akhirnya berujung pada perdamaian yang nyaris membuat semua orang menangis. Keduanya menunjukan bahwa tidak ada permusuhan yang abadi. Sekaligus menunjukkan bahwa perdamaian itu ada dan nyata, bagi mereka yang mau mengurangi ego dan mulai membuka diri untuk melihat dari segala sisi, memperbaiki komunikasi dan belajar untuk saling memahami.
Menutup artikel ini dengan mengutip ucapan Mahatma Gandhi, ”Mereka yang lemah tidak akan mampu memberikan maaf. Memaafkan adalah bukti kekuatan seorang manusia”, maka perdamaian Magic dan Isiah kemarin adalah salah satu bentuk kekuatan di antara dua insan basket yang melegenda.
Foto: Slam Online