Diceritakan sebelumnya bahwa drama Golden State Warriors sudah dimulai minggu ini. Mereka dihadapkan pada situasi sulit mengenai perpanjangan kontrak pemain. Kali ini cerita tentang Warriors bersumber dari pemiliknya, yaitu Joe Lacob. Di satu sisi dia ingin mempertahankan tim juara. Tapi di sisi lain, dia harus menyediakan uang senilai 6 triliun rupiah untuk membayar pajak kelebihan gaji pemain atau yang lazim disebut "luxury tax" di NBA.
Luxury tax atau pajak barang mewah di NBA adalah pajak yang harus dibayar oleh klub, ketika mereka punya akumulasi gaji pemain lebih dari batas yang sudah ditetapkan. Sekadar informasi, kalau NBA membebaskan para pemilik klub untuk belanja pemain sebesar-besarnya. Namun ketika melampaui batas, maka ada pajak yang harus dibayarkan. Pajak tersebut sebenarnya digunakan untuk subsidi tim NBA yang kurang bagus secara finansial. Jadi secara tidak langsung, tim bertabur bintang sebenarnya juga membantu keuangan tim di bawahnya.
Joe Lacob bangga dengan tim yang dimiliki. Dia bisa mengubah tim yang awalnya punya total gaji pemain hanya AS$450 juta atau senilai 6,6 triliun rupiah menjadi bernilai 831 triliun rupiah dalam waktu 10 tahun. Tapi dengan jumlah uang sebanyak itu, Warriors berhasil merebut 4 cincin juara dalam 8 tahun terakhir. Kemudian kebanggan itu sirna ketika Joe Lacob dihadapkan pada besarnya pajak yang harus mereka bayar musim depan. Estimasi pajak senilai 6 miliar ini merupakan gambaran kalau Warriors mempertahankan beberapa pemain bintangnya.
Baca: Benih Perpecahan Tumbuh di Tubuh Warriors
"Apakah Lacob mau menyetorkan 6 triliun rupiah ke NBA?" Beberapa analis NBA mencoba menguraikan pertanyaan seputar Golden State Warriors sebelum ada keputusan pasti yang mereka buat.
Joe Lacob pernah mengkritik keras soal aturan pajak ini. Karena Warriors setiap tahun harus menambahkan AS$7 atau setara dengan 103 ribu rupiah untuk setiap satu dolar yang mereka keluarkan. Pada tahun 2022, pajak Warriors sebesar AS$141 juta atau setara dengan 2 triliun rupiah. Warriors sekarang dinobatkan sebagai tim dengan pajak tertinggi di NBA.
"Yang benar adalah kami tidak lebih dari AS$40 juta untuk pajak. Tetapi kenyataannya kami harus membayar AS$200 juta untuk pajak. Dan, saya anggap ini tidak adil. Saya pikir ini tidak adil, karena kami membangun tim ini dari nol. Kami tidak membeli pemain mahal. Tapi mereka sendiri yang menjadikan diri mereka dihargai dengan mahal," ungkap Joe Lacob.
Pernyataan tersebut berseberangan dengan pandangan Bob Myers selaku manajer umum Warriors. Setelah memenangkan gelar juara NBA 2022, Myers mengatakan kalau tim ini harus dipertahankan. Di lain pihak, Draymond Green meminta perpanjangan kontrak maksimal. Green menilai dirinya pantas mendapatkannya. Sementara Curry menilai kalau dia, Green, dan Klay Thompson merupakan satu paket. Tidak ada yang boleh memisahkan mereka.
Bobby Marks dari ESPN sudah mencoba menghitung pengeluaran Warriors dengan opsi roster yang dibuat oleh Bob Myers. Hasilnya, Warriors harus mengeluarkan pajak lebih dari 6 triliun rupiah agar bisa mempertahankan tim juara musim lalu. Anggaran yang cukup besar untuk pengeluaran pajak.
Tapi tunggu dulu. Apakah permintaan Bob Myers, Green, dan Curry ini masuk akal? Jawabnya ya.
Permintaan mereka menjadi masuk akal setelah tahu pemasukan klub. Sekadar informasi kalau liga musim depan akan memulai kontrak dengan siaran televisi yang nilainya mencapai AS$24 miliar atau setara dengan 56,3 triliun rupiah. Dengan penghasilan ini, liga bisa memberi subsidi untuk tim sebesar 11 triliun rupiah. Besarannya diperkirakan meningkat tiga kali lipat setelah ada negosiasi ulang pada tahun 2025.
Sebaliknya kalau menuruti pendapat Lacob, yang membuang aturan pajak, maka di NBA akan muncul persaingan yang tidak seimbang. Tim yang kaya bisa membeli pemain sesuka hati, sementara tim yang miskin akan semakin tertindas. Jadi kesimpulan Bobby Marks dari ESPN adalah sebenarnya Lacob mampu membayar pajak sebesar itu.
Menurutnya, jika ada pemilik klub yang mengeluhkan tentang pajak, maka sistem di NBA itu sudah bekerja sesuai rencana. Tujuannya agar orang-orang kaya tidak membuat tim super sesuka hati. (*)
Foto: USA Today