Euforia medali emas tim nasional (timnas) putra Indonesia masih berlanjut. Namun, tak sekadar merayakan, kali ini kami juga akan membahas mengenai alasan-alasan mengapa Indonesia bisa meraih medali emas. Terlebih lagi, mengalahkan Filipina di partai terakhir.
Seperti perbincangan kami dengan Abraham Damar Grahita, pertandingan tersulit yang dilakoni timnas di SEA Games 2022 Vietnam ini bisa dibilang adalah gim pertama, melawan Malaysia. Kala itu, Indonesia harus melalui babak tambahan waktu (overtime) untuk mendapatkan kemenangan.
Secara keseluruhan, Indonesia sebenarnya tampil cukup bagus di gelaran dua tahun sekali ini. Tak sekalipun kemenangan Indonesia terjadi tanpa Indonesia unggul di efektivitas tembakan. Seluruhnya dimenangkan Indonesia. Indonesia memiliki eFG% mencapai 55,7 persen. Ini bahkan sangat mungkin jadi eFG% tertinggi Indonesia dalam sebuah turnamen yang mereka ikuti.
Bagaimana eFG% Indonesia bisa setinggi itu?
Secara harfiah, jawabannya tentu karena Indonesia sangat efektif dalam melepaskan tembakan. Namun, bagaimana mereka bisa sangat efektif?
Dalam prosesnya, Indonesia total memasukkan 121 tembakan di area dua poin dan 63 tripoin. Akurasi di dua area itu juga cukup tinggi. Di dua poin, akurasi Indonesia berada di angka 54,5 persen sedangkan di tripoin mencapai 36 persen. Akurasi tripoin ini adalah yang tertinggi di antara seluruh tim.
Sekali lagi, bagaimana ini bisa terjadi?
Ada dua hal yang menjadi sorotan utama saya. Secara play, Indonesia sejujurnya tidak banyak berubah. Namun, ketenangan pemain cukup berubah. Para pemain tak sekadar menjalankan strategi sesuai dengan latihan, namun para pemain lebih fokus pada aksi lawan dan bereaksi dari sana.
Bisa Anda lihat di cukup banyak kesempatan di mana timnas berhasil membuat improvisasi dari play yang sudah mereka mainkan sejak 2020 lalu. Ini membuat eksekutor berdiri dengan bebas, tanpa penjagaan lawan. Situasi ini membuat akurasi pun semakin tinggi.
Kedua, jelas kehadiran sosok Derrick Michael Xzavierro dan Marques Bolden membuat lawan kesulitan untuk menentukan prioritas penjagaan mereka. Utamanya di dua gim terakhir, saat keduanya turun bersama, Vietnam dan Filipina tampak jelas kesulitan dalam menjaga pergerakan keduanya.
Di gim lawan Filipina terlihat sekali betapa besarnya kehadiran Bolden di bawah ring saat melakukan roll. Salah satunya bisa dilihat saat Juan Laurent Kokodiputra memasukkan tripoin. June Mar Fajardo yang harusnya mengambil Juan, memutuskan untuk tetap di bawah menjaga Bolden.
Tripoin Abraham di sudut kanan melalui operan masuk Andakara Prastawa juga tak lepas dari kehadiran Derrick dan Bolden. Derrick bergerak awal dan membuat dua pemain Filipina telat dalam tukar jaga.
Saat Bram menuju sudut kanan lapangan, Kiefer Ravena yang mengejarnya juga terpancing dengan upaya gerakan Bolden. Sekali lagi, June Mar juga terus membuntuti Bolden dan melepas Bram begitu saja.
Pola bermain seperti ini harus terus dikembangkan Indonesia ke depannya. Pasalnya, sudah sangat terbukti bahwa ini cukup efektif dalam membongkar pertahanan lawan, mendapatkan ruang terbuka, bahkan sangat terbuka untuk menembak.
Pertajam akurasi tripoin adalah tugas selanjutnya untuk para garda dan pemain sayap. Karena sekali lagi, sangat besar kemungkinan mereka untuk dalam posisi terbuka di setiap penguasaan bola.
Terkahir, saya harap seluruh pemain Indonesia bisa terus mengembangkan ketangkasan dan fisik mereka untuk semakin baik dan semakin kuat. Untuk sekarang, kita memang berhasil mengatasi Asia Tenggara. Namun, dalan dua bulan ke depan, Asia ada di hadapan kita. Itu adalah tantangan yang sesungguhnya untuk timnas kita dan semoga target yang ditetapkan bisa terpenuhi. Selamat berjuang timnas Indonesia!
Foto: Ariya Kurniawan