Setelah memutuskan untuk tampil di ASEAN Basketball League (ABL) 2017-2018, CLS Knights Surabaya terus berbenah. Kekosongan tim seperti pemain dan pelatih lambat laun diisi oleh manajemen. Salah satunya, menunjuk Koko Heru Setyo Nugroho sebagai kepala pelatih.
Coach Koko memang bukan orang baru di CLS Knights. Ia sudah dua musim menjabat sebagai asisten pelatih di tim ini. Yaitu mendampingi kepala pelatih Wahyu Widayat Jati. Prestasinya cukup baik dengan berhasil mengantar CLS Knights menjuarai IBL 2016 lalu. Setelah dua musim, coach Koko mendapat kepercayaan dari manajemen untuk membawa CLS Knights tampil di ABL 2017-2018.
Membawa tim di liga sekelas ABL, diakui pria kelahiran 30 September 1980 itu bukan tugas yang mudah. Tapi bukan juga alasan untuk menyerah. Ini yang juga ia tanamkan kepada pemainnya, untuk tidak mudah menyerah dan tetap berani berkompetisi dengan tim-tim luar negeri.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama baginya memimpin tim untuk berlaga di Asia Tenggara. Sebelumnya, coach Koko menjadi kepala pelatih tim nasional Indonesia putri tampil di SEABA Putri 2016. Hasilnya, mereka mengantongi tiga kemenangan dari tiga laga. Tapi ini merupakan tugas pertama bagi penyuka Gado-gado itu sebagai kepala pelatih. Karena sejak 2004 hingga 2017, coach Koko bertugas sebagai asisten pelatih. Ia pernah bertugas di IM Panasonic (2004-2008), Kalila dan Pelita Jaya Jakarta (2008-2013), Hangtuah Sumsel (2013-2015) dan CLS Knights (2016-sekarang).
Coach Koko punya perjalanan hidup yang menarik. Awal perkenalannya dengan olahraga basket di mulai saat usia enam tahun. Kala itu tanpa sengaja ia melihat sekelompok orang bermain di lingkungannya daerah Pondok Makmur, Tangerang. Kemudian, ia memutuskan berlatih serius di klub basket Tornado Tangerang.
Perjalanan basketnya berlanjut selepas lulus SMA di tahun 1998. Awalnya Koko berkeinginan kuat untuk melanjutkan kuliah sambil tetap bermain basket. Namun kondisi perekonomian keluarga yang cukup sulit membuat ayahnya memaksakan Koko untuk merantau ke Jakarta dan menitipkannya ke salah satu sahabatnya di daerah Meruya.
Setahun berikutnya ia bergabung dengan klub Indonesia Muda sambil menyambung hidup dengan menjadi penjual buah untuk beberapa tahun. Keinginan yang kuat untuk bisa menempuh pendidikan yang layak akhirnya terjawab saat dalam satu kesempatan ia berhasil mendapatkan bea siswa penuh di Kampus Mercu Buana, Jakarta lewat jalur atlet.
“Suatu hari di saat saya sepulang belanja buah dari pasar induk, secara tidak sengaja bertemu sahabat saya Semy Tuanaya. Dia yang memberikan info ada seleksi program bea siswa di kampus Mercu Buana. Akhirnya saya coba dan berhasil. Itupun awalnya tidak 100 persen mendapatkan bea siswa, masih ada lagi persyaratannya yakni IPK nya harus di atas 3. Puji Tuhan saya akhirnya bisa lulus dengan full bea siswa dan cita-cita saya untuk bisa kuliah akhirnya tercapai,”tutur Koko mengenang masa lalunya.
Koko pun memutuskan berkarir dalam dunia kepelatihan setelah sadar ia sulit bersaing dengan para pemain IM yang kala itu dihuni oleh kumpulan para pemain bintang dimasanya, serta arahan salah satu seniornya yang mengatakan ia punya potensi untuk bisa berprestasi di basket meski hanya menjadi pelatih. Walau awalnya tidak mudah, namun tekad kuat membuat Koko akhirnya mampu mewujudkan impian untuk berkiprah di dunia basket Indonesia.
“Kesempatan itu datang pada tahun tahun 2004, saya di ajak coach Ebos (Raul Miguel Hadinoto) dan Edi Suganda untuk bantu menjadi staf pelatih di IM Panasonic. Setelah itu saya silih berganti menjadi asisten pelatih lainnya seperti Rastafari Horongbala, Wan Amran, Nath Canson, Tondi Raja Syailendra dan Wahyu Widayat Jati,” ujar Koko yang punya kesan mendalam dalam pemahaman basket ketika menjadi asisten pelatih Nath Canson.
Salah satu keputusan besar yang diambil dua tahun lalu adalah menerima pinangan Wahyu Widayat Jati untuk mendampinginya di CLS Knights Surabaya. Pindah dari Jakarta memang cukup berat, dan itu tidak pernah dilakukan oleh pelatih-pelatih lain. Karena dianggap, nasib mereka sebagai pelatih tidak sebaik di Jakarta. Namun coach Koko berusaha tetap berani mengambil kesempatan tersebut. Akhirnya, keputusan ini membawanya bisa tampil di ajang internasional.
Di ABL 2017-2018 nanti, coach Koko tidak sendirian. Ia akan didampingi oleh asisten pelatih Ricky Dwi Tauri. Sebelumnya, coach Ricky mendampingi coach Andre Yuwadi di Garuda Bandung. Kini dua pelatih muda tersebut akan membawa CLS Knights bersaing dengan delapan kontestan lainnya, seperti Singapore Slingers, Alab Pilipinas, Mono Vampire Thailand, Westport Malaysia Dragons, Formosa Dreamers Taiwan, Nanhai Long Lions Tiongkok, Saigon Heat Vietnam, dan juara bertahan Hong Kong Eastern Sports Club.
Foto: Yoga Prakasita