Lakers di Awal Musim 2016/17: Kebetulan atau Kerja Keras?

| Penulis : 

Los Angeles Lakers adalah juara NBA 16 kali, terbanyak setelah Boston Celtics. Namun di tiga musim belakangan, Lakers tak ubahnya adalah sebuah lelucon dimana mereka konsisten menempati papan bawah klasemen wilayah Barat. Musim ini, Lakers tampil dengan energi dan identitas baru selepas kepergian sang legenda Kobe Bryant. Enam pertandingan berlalu, tiga kemenangan telah diraih oleh Lakers dibawah arahan Luke Walton. Walau banyak harapan melambung tinggi, banyak pula yang sangsi dan skeptis bahwa kemenangan Lakers terjadi karena ‘kebetulan’ tim yang mereka hadapi sedang sial atau tampil diluar performa terbaiknya. Benarkah demikian?

Seberapa jauh kekuatan serangan Lakers berubah di musim baru ini?

Dari enam pertandingan yang telah dilalui sejauh ini, Lakers mengumpulkan rekor menang-kalah 3-3. Sebagai pembanding, musim lalu Lakers harus menunggu hingga 4 Desember untuk meraih kemenangan ketiga-nya. Uniknya, tiga kemenangan musim ini diraih atas tim yang musim lalu masuk ke babak playoff, yakni Atlanta Hawks, Houston Rockets, serta superteam Golden State Warriors. Dari enam pertandingan tersebut, terlihat beberapa perubahan signifikan di pola dan gaya serangan Lakers di era Luke Walton. Apakah ini berarti bahwa Lakers kini menjadi lebih berbahaya dibanding musim kemarin? Untuk menjustifikasinya secara adil dan objektif, mari kita cermati statistik di bawah ini.



D’Angelo Russell, point guard LA Lakers, berujar bahwa selepas era Kobe Bryant, terdapat lebih banyak kebebasan bagi para pemain untuk berekspresi ketika melakukan serangan. Di musim ini, pola serangan tidak lagi melulu terkonsentrasi pada Bryant. Secara kasat mata, de-konsentrasi serangan membuat Lakers musim ini mampu mencetak 109 poin-per-pertandingan, melonjak jauh dari musim lalu yang hanya mampu mencetak 97 poin-per-pertandingan dan menempati posisi buncit di seantero liga. Selain itu, paint area kini juga mulai menjadi santapan empuk bagi para pemain Lakers. Rata-rata, mereka mencetak 48,3 poin di paint area, urutan ke-tujuh diantara 30 tim NBA. Selain mencetak lebih banyak angka di paint area, Lakers juga menjadi lebih buas untuk urusan offensive rebound, seperti yang ditunjukkan pada kolom di atas.



Penunjukan Luke Walton sebagai kepala pelatih bukanlah hanya berdasar romansa yang terjadi di masa lampau antara dirinya dan kota Los Angeles. Pengalaman Walton menimba ilmu di Golden State Warriors selama dua musim ia terjemahkan dengan cukup baik terhadap Lakers musim ini. Di bukunya yang berjudul ‘Eleven Rings’, pelatih legendaris Phil Jackson memuji Luke Walton sebagai pemain yang paling pintar membaca situasi pertandingan ketika ia melatih Lakers dulu.

Kini, Walton berhasil merombak sistem serangan Lakers menjadi lebih cepat, direct dan taktis. Sejauh ini, Lakers menduduki posisi ke-tiga untuk urusan pace[1], hanya tertinggal dari Warriors dan OKC. Dengan pace yang begitu tinggi, maka tidak heran jika Lakers bisa mencetak hingga 109 poin-per-pertandingan sejauh ini.

Selain itu, kehadiran Walton dan gaya kepelatihannya juga meningkatkan efektivitas serangan Lakers dengan pemanfaatan kesempatan fast break. Kecepatan yang dimiliki oleh para pemain guard Lakers memungkinkan tim untuk membangun serangan secepat mungkin ke pertahanan musuh. Lakers juga piawai untuk memaksimalkan poin yang diperoleh dari kesalahan lawan (turnover) dimana musim ini mereka mencetak 20,4 points-off-turnover, meningkat hampir 50% dari musim 2015/16.

Maka, dengan sekelumit statistik di atas, bisa disaksikan bahwa kapabilitas serangan Lakers telah berubah kearah positif di beberapa aspek. Kesimpulan ini bisa diperkuat juga dengan fakta bahwa offensive rating[2] Lakers melompat drastis musim ini; dari posisi 29 menjadi posisi 10 di seantero liga.



Muda, lapar, namun kurang pengalaman. Mungkin itu adalah tiga kata yang bisa mendeskripsikan gaya serangan Lakers musim ini. Steve Kerr, pelatih Warriors juga memuji intensitas energi yang dibawa oleh anak-anak muda Lakers ketika berhasil mengalahkan timnya.

Walau berhasil meningkatkan rerata poin-per-pertandingan dan beberapa aspek lain, masih banyak pula kelemahan mereka di sisi offense. Misalnya, musim ini Lakers hanya mampu membuat 20,2 asis per pertandingan, tidak berbeda jauh dengan musim lalu. Oleh karena itu, variasi serangan yang ditunjukkan oleh Lakers pun cenderung bersifat individualistis dan insidental; dimana 51% poin yang dibuat oleh Lakers berawal dari serangan individu. Kemampuan distribusi bola yang belum cukup baik, serta team chemistry yang belum sempurna juga berpengaruh ke penampilan Lakers di lapangan dimana tim ini membuat rata-rata 18 turnover per-pertandingan, melonjak jauh dari musim 2015/16.

Tentu saja, hal ini cukup berbeda dengan harapan Luke Walton yang menginginkan Lakers untuk bermain layaknya seperti miniatur dari Golden State Warriors; menyingkirkan individualitas pemain dan distribusi bola yang lebih lancar lewat pola serangan sederhana yang dibangun atas konsep motion dan pick & roll.

Namun, mengingat musim ini baru berjalan beberapa pertandingan, masih ada banyak kesempatan bagi pemain Lakers untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan di atas dan mengubah Lakers untuk menjadi tim yang lebih baik kedepannya. Apalagi di enam pertandingan ke depan, Lakers hanya akan berhadapan dengan tim-tim yang juga tengah kesulitan musim ini. Jika Luke Walton bisa mengambil hasil positif di enam pertandingan kedepan, bukan tidak mungkin semangat tim akan kian membara dan menjauhkan Lakers dari lubang kenistaan di dasar klasemen wilayah Barat, tempat yang mereka setia singgahi selama tiga musim terakhir.

Catatan:

[1]Pace mengacu pada jumlah penguasaan bola yang dilakukan oleh suatu tim dalam 48 menit waktu pertandingan di NBA (12 x 4 quarter). Semakin tinggi nilai pace menunjukkan bahwa tim tersebut bermain dalam tempo yang tinggi dan mendapat banyak kesempatan untuk menguasai bola (dibatasi oleh 24 detik shotclock).

[2]Offensive Rating: Kategori statistic yang berfungsi untuk melihat jumlah poin yang dicetak oleh suatu tim dalam 100 kali penguasaan bola. Semakin tinggi nilai offensive rating menunjukkan bahwa tim tersebut semakin efektif dalam melakukan serangan.

Foto: nba.com/lakers

Populer

Scotty Pippen Jr. Bangkitkan Memori Sang Ayah di Chicago
James Harden Tampil Impresif Meski Dicemooh Pendukung Sixers Sepanjang Laga
Heat Berlindung Di Balik Performa Impresif Jimmy Butler Saat Kalahkan Mavericks
Tembakan Lebih Efisien, Nuggets Benamkan Lakers
Takluk 41 Poin! Thailand Menambah Derita Indonesia
Wemby Kembali, Spurs Menggilas Warriors
Nike Air Force 1 Low "Black Mamba" Hadir Kembali
Trae Young Pilih Jordan Brand
James Harden: Setidaknya Ada 2 Gelar Jika Thunder Tidak Menukar Saya
50 Poin LaMelo Ball Tidak Berarti Dihadapan Bucks