Tulisan ini sambungan tulisan sebelumnya "Bolaharam: Waktunya Naikkan Harga Pemain IBL (Tapi..)"
---
Harga pemain di bursa transfer sebenarnya cukup liar. Beberapa bulan yang yang cukup lalu, lewat siniar Podcast Pemain Cadangan kita mendengar seorang pemilik klub menawarkan jika ada klub lawan yang ingin memiliki salah satu pemain bintangnya, maka ia harus menyiapkan dana sebanyak satu miliar. Sebuah label harga yang cukup tinggi di liga IBL.
IBL punya aturan dalam menentukan harga seorang pemain yang akan pindah klub. Ada batas harga tertinggi yaitu 150 juta. Siapa yang layak dihargai 150 juta? Jelas bukan pemain sembarangan. Pasti pemain terbaik menurut IBL atau menurut klub yang memilikinya.
Menentukan kualitas pemain apakah ia terbaik atau biasa saja adalah tugas IBL. Setidaknya begitu menurut aturan. Setiap akhir musim, Direktur IBL menentukan peringkat seorang pemain. Perhitungan peringkat ini didasarkan pada performa statistik pemain di tahun itu. Posisi peringkat seorang pemain menentukan nilainya di pasar transfer.
Pemain dengan peringkat 1-3 bernilai 150 juta. Pemain dengan peringkat 4-6 harganya 100 juta. Pemain dengan peringkat 7-9, nilainya 75 juta. Peringkat 10-12 bernilai 50 juta, dan pemain dengan peringkat 13-17 berharga 25 juta.
Dalam buku aturan IBL 2019-2020, posisi ranking atau peringkat seorang pemain bukanlah posisi mati. Ia masih bisa diubah oleh klub. Maksimum tiga pemain. Bagian ini kelak menjadi bagian yang menarik.
Aturan tentang penentuan peringkat pemain dari IBL tampaknya bersifat "karet". Tim masih boleh mengubahnya. Aturan nilai atau harga pemain berdasarkan peringkat juga sepertinya tak mudah tegak. Keluhan atau cerita bahwa seorang pemain ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga sebenarnya juga terjadi. Baca lagi paragraf pertama.
Katakanlah pemain-pemain terbaik (peringkat 1-3) di sebuah klub masih terikat kontrak. Kemudian si klub tak lagi berminat dengan beberapa pemain yang kebetulan kontraknya habis dan ada di beberapa peringkat di bawah para pemain terbaik tersebut. Maka di sinilah klub bisa mendongkrak (baca: mengubah) peringkat "maksimum tiga pemain" tadi. Tujuannya, kemungkinan terbesar adalah agar harganya naik.
Harganya pun masih bisa naik lagi. Melanjutkan cerita dari paragraf pertama tulisan ini, hal lain yang serupa tapi tak sama juga terjadi. Beberapa waktu yang lalu pula, pada Mainbasket Podcast, seorang mantan pemilik klub IBL mengeluhkan bagaimana seorang pemain yang harusnya berlabel harga 100 juta bisa ditawarkan kepada klub lain dengan harga 200 juta. Sebuah harga yang jelas tak ada di dalam aturan resmi IBL.
Jadi, apakah harga pemain IBL -menurut aturan resmi- sebenarnya terlalu murah? Saya rasa begitu. Praktiknya, beberapa pemain ditawarkan di atas harga resmi. Kalau begitu, bukankah sebaiknya aturannya diubah saja mengikuti kondisi pasar? Atau bila tidak, aturannya harus ditegakkan. Saya sih lebih pilih yang pertama dan kedua: harganya dinaikkan dan aturan harus ditegakkan. Karena ujungnya, pemain diuntungkan. Dari total harga transfer yang dibayarkan, si pemain mendapat 10 persen.
Hanya 10 persen? Bukankah bisa 100 persen?
Yup, mungkin bisa 100 persen (bayangkan si pemain dapat 150 juta -jika pakai aturan resmi, atau 1 miliar -jika pakai aturan rimba). Jika sebuah aturan lain juga diubah oleh IBL. Ntar kapan-kapan saya jelaskan aturan yang mana. Barangkali ini terusan atau jawaban selanjutnya dari tulisan sebelumnya "Waktunya Naikkan Harga Pemain IBL (Tapi..)".
...
Tulisan di atas bersambung ke "Bolaharam: Ide Alternatif Mencari Peringkat (Nilai) Pemain di Bursa Transfer IBL". (*)
Foto: IBL