Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan sebelumnya yang berjudul "Bisakah Kita Membuat Liga Basket (Putri) yang Tahan Lama dan Tambah Baik"

---

Nah, bagaimana liga putri Indonesia? Saya bilang, seperti melukis di kanvas kosong. Bayangkan, tentang (liga) putri yang lebih terlihat kekeluargaan, lebih mudah memasyarakat. Setiap tim memiliki GOR (lapangan indoor) sendiri. Liga putri belum ada arus, sehingga tidak terbatas inovasinya. Dan akan beraneka warna karena setiap tim mewakili kedaerahan. Saya yakin beberapa dari pembaca menemukan ide dari sini. Kurang apa lagi untuk berkarya?

Setelah saya menguraikan pandangan-pandangan di atas, ada beberapa ide yang muncul. Seperti menyatukan (kepingan-kepingan) puzzle yang ada. Bukan hanya untuk bola basket putri Indonesia, tapi saya yakin ini semua untuk kesehatan masyarakat. Health of nation. Untuk Indonesia.

Saya tidak tahu berapa tim yang siap untuk memulai liga di tahun ini. Dengan berbagai alasan. Bagaimana jika tidak ada liga sekalian? Daripada memaksakan ada liga tahun ini, tapi untuk ke depannya “kita pikirin dah ntar. Menurut saya itu tidak bagus. Seperti bikin meja tanpa kakiAmbruk. Bagaimana jika ini kita manfaatkan untuk memahami di mana kita sekarang, mencari solusi dan memantapkan acuan yang akan dicapai? Kita berhenti, bahkan mundur sedikit untuk lebih cepat dan konsisten berlari ke depan.

Momentum ini kita manfaatkan untuk memperkuat kaki meja. Bagaimanna jika paradigma operator yang selalu menyiapkan liga diubah. Saya ibaratkan demikian, jika ada operator yang mau menjalankan liga, operator tersebut harus membangun jalan untuk tim-tim. Jalan yang mulus. Karena tim-tim hanya bisa berjalan di jalan yang mulus (subsidi, keringanan ini itu, bantuan ini itu, dsb.). Namun yang perlu disadari, operator punya batas dalam membangun jalan tersebut. Sampai dengan batasnya, tim-tim ndak bisa jalan lagi. Ndak mampu jalan lagi.

Bagaimana jika pandangannya diubah menjadi membuat tim yang mampu berjalan di jalan apa saja, apapun kondisinya? Bukan menunggu jalan yang mulus dari operator. Buat tim menjadi kendaraan yang bisa berjalan di mana saja. Jadi mau jalannya (liga) seperti apapun, tim bisa bertahan, tim bisa terus berjalan. Ini inovasi, bukan pikiran terbarukan. Ini visi ke depan, bukan ide. Ini aspirasi bukan manipulasi yang ujungnya selalu sama saja.

Memang berat, karena setiap tim memiliki warna sendiri, lingkungan sendiri, kebiasaan sendiri, permasalahan dan yang pasti strategi pengembangan sendiri. Namun karena itu, semuanya harus saling membantu, saling mendukung.

Kembali dengan “mengapa” (part 1), saya rasa jawaban dari pertanyaan itu bisa lebih dari satu. Namun jawaban itu seperti goal, seperti tujuan yang nantinya harus kita capai bersama. Tujuan itu harus realistic, dan achievable. Sehingga mudah untuk membuat perencanaan menuju ke sana, karena sudah ada tujuannya. Jadi bukan hanya sekadar mengadakan liga. Bukan hanya sekadar ada pertandingan. Semoga yang bertanggung jawab dan para pelaku liga putri bisa merumuskan jawaban dari sebuah pertanyaan, mengapa.

Abstark. Ya memang pandangan saya terkesan abstrak, dan lebar.

Tidak beraturan dari permasalahan yang paling penting. Ya. Karena saya ndak tau mana permasalahan yang lebih penting.

Tidak memberikan solusi secara konkrit. Ya. Karena saya hanya memberikan pandangan. Toh jika ada, saya juga bukan yang berwenang untuk eksekusi solusi itu.

Hanya bisa menulis tanpa berbuat. Ya. Karena keterbatasan saya.

Beberapa musim ke belakang federasi sudah sangat membantu banyak untuk penyelenggaraan liga putri. Saya rasa bantuan konkret dari federasi lebih terasa pengaruhnya untuk liga putri dibanding liga putra. Seperti pendapat saya di atas, bagaimana jika mengubah untuk tidak mempersiapkan jalan yang mulus bagi liga putri, tapi mempersiapkan setiap tim untuk bisa berjalan di manapun.

Daripada mengorbankan prestasi nasional demi berlangsungnya liga karena desakan netijen, daripada biar dilihat berhasil maka harus ada liga, daripada ikutin kemauan pemain akhirnya bikin liga dadakan, daripada buang-buang energi dan duit untuk liga yang musim depan dipikir ntar, mending dipikir lagi sekarang. Apakah hasilnya akan sepadan?

Ini hanya pandangan saya secara subyektif. Saya berharap dari pembaca, bisa muncul ide dan pemikiran lain. Bukan malah serta-merta setuju dengan apa yang saya paparkan. Dari pertanyaan mengapa, lalu gambaran abstrak dan ide yang saya jabarkan, saya malah yakin untuk harus ada liga untuk bola basket putri Indonesia. Liga yang inovatif (bukan hanya sekadar baru dan terbarukan seperti yang sudah-sudah), liga yang kompetitif, liga yang mempunyai acuan, liga yang terencana, liga yang membangun tim, liga yang menjadi prestasi sekaligus rekreasi, liga yang menyehatkan bangsa, liga yang menjadi ujung tombak bola basket putri Indonesia di mata dunia.

Semangat berkarya, semangat berinovasi.

Selesai.

 

Populer

LeBron James Hiatus dari Media Sosial
Shaquille O’Neal Merana Karena Tidak Masuk Perbincangan GOAT
Perlawanan Maksimal! Indonesia Kalah dari Korea di Tujuh Menit Terakhir!
Tyrese Maxey Buka-bukaan Soal Kondisi Internal Sixers
Suasana Ruang Ganti Sixers Memanas
Grizzlies Hajar Sixers, Pelatih Taylor Jenkins Pecahkan Rekor Waralaba
Russell Westbrook Pemain Pertama Dalam Sejarah dengan 200 Tripel-dobel!
Jayson Tatum & Patrick Mahomes Rebutan Ekspansi Tim WNBA
Dalton Knecht Menggila Saat Lakers Tundukkan Jazz
De'Anthony Melton Akhiri Musim Lebih Cepat Karena Cedera Lutut