Musim yang Aneh dan Canggung untuk Toronto Raptors

| Penulis : 

Kemenangan Indiana Pacers atas Cleveland Cavaliers, Senin, 10 Mei 2021, waktu setempat memastikan Toronto Raptors tersingkir untuk persaingan Play-In Tournament. Hasil ini pula memastikan Raptors untuk kali pertama dalam delapan tahun terakhir gagal lolos ke playoff. Pacers bersama Washington Wizards yang duduk di peringkat 9 dan 10 sudah mengantongi 32 kemenangan. Raptors yang memiliki rekor (27-41), dengan sisa empat gim, tak mungkin bisa mengejar.

Catatan ini memang cukup minor. Namun, melihat perjalanan Raptors musim ini, bisa digambarkan ini adalah musim yang aneh dan cukup canggung untuk mereka. Semuanya bahkan dimulai jauh sebelum musim 2020-2021 resmi digelar. Raptors secara tidak langsung sudah berada 2 – 3 langkah di belakang lawan-lawannya.

Meski saya tak percaya bahwa bermain kandang atau tandang cukup berpengaruh untuk para pemain NBA, bermain sebagai “musafir” jelas bukan hal yang menyenangkan. Ya, jika Anda mungkin sedikit terlewatkan tentang hal ini, Raptors musim ini tak tampil di Toronto. Lebih buruk lagi, mereka bahkan tak tampil di Kanada.

Seiring dengan upaya membatasi penyebaran virus korona di lingkungan NBA. Ditambah juga aturan pemerintah Amerika Serikat dan Kanada, Raptors tidak bisa menggelar laga kandang mereka di luar Amerika Serikat. Hasilnya, mereka mengungsi untuk bermain di Amalie Arena, Tampa Bay, Florida, Amerika Serikat.

Menurut saya, adaptasi lapangan bukanlah masalah utama di sini. Masalahnya lebih kepada mentalitas kebanggaan. Saat bermain untuk Raptors, seorang pemain sebenarnya tak sekadar mewakili sebuah kota atau negara bagian. Mereka mewakili sebuah negara Kanada mengingat tidak ada tim lagi dari Kanada.

Hal ini bisa terlihat kala Raptors menjadi juara NBA 2019. Bukan hanya Toronto yang berbangga, satu negara turut bahagia. Parade kemenangan Raptors bahkan dihadiri oleh Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau. Juara NBA adalah keberhasilan untuk Kanada sebagai negara, meski tidak ada satupun bagian dari skuat juara itu adalah warga negara Kanada.

Kebanggaan tersebut lantas hilang ketika mereka harus bermain di Florida, di mana sudah ada dua tim yang memiliki tradisi besar di sana, Orlando Magic dan Miami Heat. Oleh sebab itu, meski Amalie Arena sudah memperbolehkan penonton hadir dalam kapasitas tertentu, penonton yang hadir untuk mendukung Raptors tak begitu banyak. Bahkan, terlihat beberapa penonton hadir untuk melihat tim lawan Raptors.

Setelah bicara mengenai hal non-teknis, kini mari membahas keanehan Raptors dari sisi teknis. Di jeda musim, Raptors melepas dua pemain veteran mereka, Marc Gasol dan Serge Ibaka. Keduanya menjadi unrestricted free agent dan tampaknya Masai Ujiri sudah tak melihat keduanya menjadi bagian dari rencana Raptors.

Namun menariknya, Kyle Lowry, yang juga sudah menginjak usia 35 tahun justru mereka pertahankan. Langkah aneh Raptors bahkan terus berlanjut di batas akhir pertukaran pemain. Dengan Lowry memainkan sisa satu tahun kontraknya, Raptors tak jua menukarnya ke tim lain. Lowry masih bersama tim saat artikel ini ditulis dan akan terus bersama Raptors sampai musim ini berakhir.

Mengapa Raptors mempertahankan veteran di awal musim, dengan sisa kontrak satu tahun, dan tak menukarnya di tengah musim? Satu-satunya jawaban masuk akal atas pertanyaan ini adalah respek. Besar kemungkinan, Raptors menjadikan musim ini jadi musim perpisahan untuk Lowry yang sudah mengabdi selama selama sembilan tahun. Lowry telah menjadi ikon atau bahkan legenda Raptors di satu dekade terakhir.

Akan tetapi, jika memang mereka ingin melakukan perpisahan dengan Lowry, mengapa mereka tak juga bergerak aktif di pasar pemain. Rekrutan Raptors musim ini (di jeda musim) bisa dibilang hanyalah pemain medioker. Nama-nama seperti Aron Baynes, DeAndre’ Bembry, hingga Yuta Watanabe adalah pemain kelas dua atau bahkan ketiga di NBA. Kehadiran mereka pasti tidak memberi dampak besar untuk prestasi tim, apalagi untuk menyenangkan seorang legenda di musim perpisahannya.

Sedikit catatan positif di jeda musim lalu adalah keberhasilan Raptors mengikat Fred VanVleet, Chris Boucher, dan OG Anunoby untuk waktu-waktu ke depan. Tiga pemain ini pun lantas mengganjar kepercayaan manajemen dengan sangat baik. Utamanya Boucher yang berhasil tampil melejit musim ini meski masih lebih sering memulai gim dari bangku cadangan.

Anunoby juga lambat laun menunjukkan bahwa ia memiliki prototipe Kawhi Leonard. Pemain sayap, kuat dalam bertahan, bisa menjadi pemecah kebuntuan saat menyerang, dan tak banyak bicara. OG menjalani musim terbaiknya untuk urusan rataan poin dan steal per gim dengan 15,8 poin serta 1,5 steal per gim.

Di tengah musim, saat peluang mereka untuk lolos setidaknya ke Play-In Tournament masih terbuka, Raptors kembali membuat gebrakan. Meski mengagetkan, namun saya melihat gebrakan ini sebagai tanda bahwa Ujiri telah mendapatkan “wahyu” untuk apa yang akan ia lakukan ke depannya. Ia melepas Matt Thomas, Terence Davis, dan Norman Powell ke tim lain.

Dua nama pertama ditukar untuk hak memilih NBA Draft. Khusus Davis, masalah hukum yang menjeratnya di awal musim tampaknya cukup mengambil peran dalam keputusan ini. Sedangkan khusu untuk Powell, Ujiri dan Raptors berhasil mencapai kata sepakat dengan Portland Trail Blazers. Sebagai gantinya, Blazers mengirim pemain muda potensial, Gary Trent Jr. ditambah kontrak besar yang gagal memenuhi ekspektasi yang dimiliki Rodney Hood.

Transaksi ini mengindikasikan satu hal, Raptors jelas mengarah ke pembangunan ulang skuat (rebuild). Ditambah dengan Pascal Siakam, Raptors memiliki barisan starter yang menarik ditunggu musim depan. Fred, Gary, OG, Pascal, dan Boucher. Empat nama telah diikat dengan kontrak panjang sedangkan Gary akan mendapatkan gilirannya kemungkinan besar di jeda musim nanti.

Pun begitu, saya melihat Ujiri tak ingin terlalu nyaman dengan apa yang ia miliki. Di mata saya, besar kemungkinan Siakam juga akan berpindah tim musim depan seandainya ada tawaran yang sangat menggiurkan. Ujiri adalah sosok yang dikenal mampu membuat kejutan dan keajaiban seperti ini. Selayaknya saat ia menukar DeMar DeRozan ke San Antonio Spurs untuk Kawhi Leonard.

Kini dengan kepastian tak lolos ke playoff, peluang Raptors untuk mendapatkan hak memilih 10 pertama di NBA Draft 2021 pun semakin besar. Apalagi, hak memilih putaran pertama musim depan masih dimiliki oleh Raptors sendiri (tidak ditukar ke tim lain). Raptors juga masih memiliki dua hak memilih di NBA Draft 2021, keduanya untuk putaran kedua.

Melihat fakta-fakta ini, saya semakin percaya bahwa ini semua adalah bagian dari rencana besar Ujiri. Ketimbang repot-repot mengejar prestasi padahal bermain sebagai tim musafir, tidak ada kebanggaan, Raptors memilih melambat sejenak untuk membangun ulang skuat mereka. Tentunya, dengan harapan musim depan keadaan dunia lebih kondusif dan Raptors bisa kembali bermain di kandang.

Musim ini adalah musim yang aneh dan canggung untuk Raptors, secara teknis ataupun non-teknis. Namun, Raptors menunjukkan bahwa mereka adalah organisasi yang dijalankan dengan baik. Mereka menatap masa depan dengan pergerakan-pergerakan yang mereka lakukan. Tim ini bisa Anda benar-benar saksikan tajinya musim depan atau bahkan dua musim lagi. Tim ini juga sangat mungkin kembali mengalami perubahan dengan mendatangkan nama-nama yang lebih bisa diandalkan karena fleksibilitas mereka. Jangan sampai Anda meremehkan Raptors!

Foto: NBA

 

Populer

Dalton Knecht Menggila Saat Lakers Tundukkan Jazz
LeBron James Hiatus dari Media Sosial
Luka Doncic Cedera, Kabar Buruk Bagi Mavericks
Shaquille O’Neal Merana Karena Tidak Masuk Perbincangan GOAT
Perlawanan Maksimal! Indonesia Kalah dari Korea di Tujuh Menit Terakhir!
Tyrese Maxey Buka-bukaan Soal Kondisi Internal Sixers
Suasana Ruang Ganti Sixers Memanas
Tripoin Franz Wagner Gagalkan Kemenangan Lakers
Grizzlies Hajar Sixers, Pelatih Taylor Jenkins Pecahkan Rekor Waralaba
Rencana NBA Pakai Format Pickup-Style untuk All-Star Game 2025