Indonesia Patriots sejauh ini berhasil mengejutkan publik pecinta basket Indonesia. Di Seri 1 IBL 2021, dalam empat gim yang dijadwalkan untuk mereka, tim asuhan Youbel Sondakh ini berhasil menyapu bersih kemenangan. Terakhir bahkan mereka berhasil menumbangkan salah satu tim yang digadang-gadang akan menjadi dominasi baru IBL, Prawira Bandung.
Hebatnya lagi, selain kemenangan atas Prawira (78-73), tiga kemenangan lain ditorehkan dengan selisih dua digit poin. West Bandits Solo menelan kekalahan dengan selisih terbesar dengan mencapai 13 poin sedangkan NSH Mountain Gold Timika kalah 11 poin tapi poin keseluruhan mereka hanya tertahan di angka 44 poin.
Pertanyaan terbesar dan cukup mengundang perdebatan adalah, benarkah Patriots sebaik itu? Apakah mereka benar-benar lebih baik dari tim-tim IBL yang sudah mereka kalahkan?
Jawabannya jelas iya. Mereka menang, mereka tampil lebih baik dari empat tim tersebut. Namun, apakah mereka sudah sangat baik secara tim? Ini adalah pertanyaan selanjutnya dan di artikel ini kita akan membahas hal tersebut.
Secara keseluruhan tim, dari empat faktor statistik, Patriots membukukan eFG% di angka 44 persen, TO% di angka 19 persen, OR% 33 persen, dan FTR% 15 persen. Bagaimanakah angka-angka tersebut secara standar basket?
Secara standar IBL sendiri, angka ini sudah cukup baik. Di musim 2019-2020, di mana ada pemain asing, rata-rata eFG%, faktor tertinggi dalam kemenangan sebuah tim di IBL berada di angka 45 persen. Angka ini sudah dibantu dengan kehadiran pemain-pemain asing. Indonesia Patriots senior (yang ikut IBL 2019-2020) adalah tim dengan eFG% tertinggi di angka 53 persen. Bima Perkasa Yogyakarta jadi tim dengan eFG% terendah kala itu dengan 41 persen.
Fakta di atas menunjukkan bahwa Patriots muda sebenarnya sudah cukup bagus (dalam standar basket Indonesia) untuk memenangkan pertandingan. Namun, rataan tersebut masih jauh dari standar internasional, mengingat mereka adalah timnas junior yang diharapkan bersaing di level internasional.
Membandingkan ke NBA memang akan membuat Anda sebal, kejauhan. Namun, sekadar informasi, rata-rata eFG% NBA di beberapa musim terakhir berada di angka 52 persen. Terakhir kali NBA memiliki rataan eFG% liga di angka 45 persen atau kurang terjadi pada 1972-1973, tujuh musim sebelum tripoin menjadi bagian dari NBA.
Kalau kejauhan, mari kita mundur di November 2020, tepatnya di jendela dua FIBA Asia Cup Qualifier. Filipina kala itu turun dengan skuat muda mereka, skuat kampus. Dalam dua gim melawan Thailand, mereka berhasil menang besar. Thailand sendiri tampil dengan pemain senior, mayoritas pemainnya ada saat Thailand meraih medali perak SEA Games 2019, namun tanpa pemain naturalisasi.
Hasil perhitungan menunjukkan perhitungan empat faktor Filipina adalah eFG% 55 persen, TO% 12 persen, OR% 38 persen, dan FTR% 15 persen. Ini adalah pembanding terdekat Patriots muda. Secara usia pun nyaris sama, namun angka jelas terlihat sangat berbeda. Efektivitas tembakan yang mencapai 55 persen bisa dibilang memastikan satu kaki untuk menang.
Ada beberapa sudut pandang untuk melihat hal-hal di atas. Di mata saya, ini jelas adalah pertanda buruk untuk basket Indonesia. Pertama, secara efektivitas tembakan kita masih kalah jauh dengan negara yang kita anggap rival. Kedua, tim-tim muda kita, bisa menang dari tim senior/profesional hanya dengan statistik yang tidak istimewa.
Terlihat dari diagram yang disusun oleh tim Halo Statistik, Patriots muda selalu berhasil menurunkan eFG% lawan. Bahkan-rata-rata lawan mereka hanya memiliki eFG% 37 persen dan sangat sering membuat turnover dengan ratio TO% 21 persen. Menariknya, kita semua tahu, hampir sepanjang gim, sistem pertahanan yang digunakan Patriots adalah full court press. Hal ini mengindikasikan bahwa tim profesional kita belum bisa lolos saat lawan melawan full court press, utamanya yang dilakukan secara intens secara tenaga dan durasi.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana saat lawan sudah menemukan cara untuk lepas dari full court press tersebut? Saat bola sudah menyeberang setengah lapangan dan lawan bisa melakukan set play?
Sejujurnya, kami belum punya data tentang itu. Di kemudian hari, kami harap kami dapat menyediakan data tentang ini. Namun, sedikit catatan menarik dari gim melawan Prawira datang dari Abraham Damar Grahita. Ia mencetak 26 poin, namun hanya satu kali memasukkan tripoin (1/6) dan tujuh poin dari tembakan gratis (7/10). Artinya, 16 poin Abraham tercipta di dalam garis tripoin. Melihat peta tembakan (shot chart) Abraham di gim tersebut, hanya ada satu tembakan masuk dari perimeter, sisanya dari area kunci.
Menarik melihat bagaimana Patriots muda berkembang ke depannya. Efisiensi serangan harus menjadi faktor utama yang dikembangkan, seiring dengan pertahanan, utamanya di area kunci. Di sisi lainnya, tim-tim juga harus mencari cara untuk lolos dari tekanan 40 menit penuh anak-anak muda Patriots. Hal yang seharusnya tak perlu kami tulis mengingat mereka sudah ada di level profesional.
Jika kedua belah pihak bisa berkembang bersama dan menjadi lebih baik, yang diuntungkan pun adalah basket Indonesia secara keseluruhan. Sekali lagi, semakin membaiknya sebuah kompetisi, apalagi yang penuh dengan lokal seperti ini akan bermuara pada kolam pemain yang lebih banyak untuk mendukung prestasi negara di kancah internasional.
Statistik: Halo Statistik
Foto: IBL Indonesia