Tulisan berikut adalah sambungan dari tulisan sebelumnya: "Kunci Dasar Memajukan Liga Basket Tertinggi Indonesia".
-----
Tiga unsur penting penggerak liga basket Indonesia harus bekerja sama. Hal ini sudah gw ceritakan ringkas di tulisan sebelumnya. Selain harus bekerjasama, mereka juga harus sama-sama berkorban. Masing-masing dengan kapasitasnya masing-masing.
Operator liga berkorban dalam bentuk menyiapkan modal besar untuk menjalankan liga. Klub-klub peserta berkorban dalam bentuk penyediaan dan penyertaan modal dalam menjalankan klubnya dan bahkan mungkin mendukung pemodalan liga.
Para pemain berkorban dengan.. Nah, ini dia. Setelah gw pikir-pikir, pengorbanan para pemain di awal justru yang paling “kecil”. Mereka cukup bermain sebaik dan seniat mungkin. Berusaha terus meningkatkan kemampuan dan ketangkasan, dan di saat bersamaan harus “menyadari” dengan kondisi yang ada, berapa sih jasa mereka sebagai pemain sebaiknya dihargai?
Bila kita ingin melihat liga basket tertinggi sebagai sebuah entitas bisnis (baca: industri), maka para pemain adalah salah satu modal terbesar yang harus dikelola. Operator dan pemilik klub harus mulai memikirkan berapa anggaran yang paling pas untuk “mengelola” pemain. Di sisi lain, para pemain, seperti yang gw bilang di atas tadi, harus memiliki dua kesadaran. Kesadaran pertama, berapa sebaiknya mereka digaji. Kesadaran kedua, mencocokkan kemauannya dengan kemampuan operator dan klub. Oleh karenanya, para pemain perlu bersatu (asosiasi pemain) agar bisa bernegosiasi dengan operator dan pemilik klub.
Para pemain harus menyepakati bersama, berapa besaran gaji terendah yang baiknya diterima oleh mereka, dan berapa batas tertinggi dari pemain terbaik di antara mereka yang layak menerima gaji tertinggi. Tentunya bukan hanya gaji saja, tetapi juga fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Seperti misalnya, beasiswa, asuransi kesehatan, standar tempat tinggal, dan lain-lain.
Total kebutuhan gaji dan fasilitas pemain ini harus dibincangkan bersama. Harus ada standarisasi yang dipatuhi oleh semua klub peserta.
Pada satu titik, akan keluar total besaran angka yang mencakup rincian: batas gaji terendah, gaji rata-rata, gaji tertinggi, dan ujungnya adalah total pengeluaran untuk gaji dan fasilitas pendukung pemain dalam satu musim.
Angkanya bisa jadi akan cukup besar bagi beberapa klub peserta yang sudah ada. Bisa jadi juga hanya angka receh bagi beberapa klub lainnya. Hal terpenting adalah menyepakati angkanya. Klub-klub yang tak mampu memenuhinya punya dua pilihan. Pertama, mencari pemodal baru untuk mengejar angka yang disepakati. Kedua, tak usah ikut kompetisi.
Bagi klub yang merasa kaya raya dan bisa dengan mudah mengeluarkan uang dengan angka yang disepakati, harus mulai berani legawa. Hadirnya angka yang sudah disepakati ini bisa berarti pula hilangnya kemewahan yang selama ini mereka nikmati.(*)
Foto: Unsplash