Kunci bisa digelarnya Developmental Basketball League (DBL) 2021 West Nusa Tenggara Series sebenarnya pada kepercayaan yang diberikan para stakeholder dan peserta pada DBL Indonesia. Mereka semua percaya DBL Indonesia bisa menggelar kompetisi basket pelajar ini dengan aman karena punya protokol kesehatan ketat, yang tentunya telah disetujui pihak-pihak yang terkait.
Protokol kesehatan disusun DBL Indonesia tidak dalam waktu singkat. Tapi, itu sudah diatur berbulan-bulan sejak DBL Indonesia tidak bisa menggelar DBL musim 2020 lalu. Protokol tersebut dibuat demi keselamatan bersama.
Selama berbulan-bulan itu DBL Indonesia menjalin koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait untuk meminta-minta arahan. Mulai dari pemerintah pusat, serta koordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI).
Koordinasi di tingkat kementerian juga sempat dibangun dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Di Kemenparekraf, DBL Indonesia memaparkan hal-hal yang sudah dipersiapkan untuk melaksanakan DBL 2021. Paparan itu disampaikan langsung pada Menparekraf Sandiaga Uno yang kebetulan juga "abas" alias anak basket.
Membangun komunikasi dengan Kemanparekraf perlu dilakukan, sebab pelaksanaan DBL selama ini melibatkan insan-insan kreatif di tiap kota penyelenggaraannya. Harapannya, jika kompetisi DBL di 30 kota yang bisa terselenggara, maka hal itu bisa mendorong kebangkitan usaha-usaha di sektor kreatif.
Setelah melakukan komunikasi di tingkat kementerian, DBL Indonesia mengerucutkan koordinasi dengan pemangku kepentingan di tingkat daerah. Unsur pemerintahan dan kepolisian di tingkat daerah ditemui. Dari sana DBL Indonesia menghimpun informasi untuk melihat kemungkinan di mana saja kompetisi basket pelajar bisa digelar. DBL juga meminta masukan terkait protokol kesehatan yang telah disusun selama ini.
Dari acara roadshow keliling Indonesia, akhirnya petunjuk didapat ada beberapa daerah yang memungkinkan acara kompetisi DBL 2021. Di antaranya Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Palembang (Sumatera Selatan).
Kepercayaan pemangku kepentingan di dua provinsi itu berbuah izin untuk DBL Indonesia. DBL 2021 pun akhirnya dimulai Seri Nusa Tenggara Barat yang digelar di Kota Mataram, 22-26 Februari lalu. Ada 16 tim sekolah yang mengikuti kompetisi ini. Terdiri dari 11 tim putra dan 5 tim putra.
Kepercayaan pemangku kepentingan di Nusa Tenggara Barat (NTB) benar-benar dijaga oleh DBL Indonesia. Protokol kesehatan yang ketat dijalankan dengan disiplin. Tanpa toleransi. Prokes itu tentu melahirkan kebiasaan baru yang membuat para peserta merasa canggung. Namun dengan pendekatan humanis, prokes itu tetap harus dilakukan.
Misalnya saja normal baru yang membuat para peserta canggung adalah kewajiban melakukan tes swab antigen. Meski semua difasilitasi oleh DBL Indonesia. Tidak sedikit peserta yang agak berat menjalankannya. Apalagi bagi mereka yang selama ini belum pernah sama sekali melakukan tes. Dokumentasi akun ofisial @DBLMataram di bawah ini menggambarkan hal tersebut:
Kewajiban ini untuk semua peserta. Dari pemain sampai seluruh ofisial di tim. Bahkan tim tari yang menjadi pendamping tim pun wajib menjalani tes. Panitia dan petugas pertandingan juga wajib di- swab.
"Ini adalah bagian skrining awal kami untuk menghadapi risiko persebaran virus Covid-19," kata Donny Rahardian, Wakil Direktur DBL Indonesia.
Tidak ada satupun peserta, mulai pemain basket, ofisial tim, hingga personil tim dance yang luput menjalankan swab. Bahkan, tim yang terus melaju ke babak berikutnya pun harus kembali menjalani tes swab tiga jam sebelum mereka bertanding. Total 820 tes swab antigen dilakukan DBL Indonesia sepanjang lima hari pertandingan di DBL 2021 West Nusa Tenggara Series. Tim putra SMAN 5 yang menjadi juara DBL 2021 West Nusa Tenggara Series menjadi tim terbanyak yang harus melakoni tes swab antigen. Total sebanyak empat kali!
Beda dengan tim putri yang hanya menjalani dua kali laga. "Aku menjalani dua kali tes swab selama main di DBL kemarin kak," kata Stephanie Nandhika, siswa atlet dari tim putri SMAN 5 Mataram itu.
MVP untuk kategori putri itu merasa cemas saat tahu harus menjalani antigen tes swab. Maklum, ia sebelumnya belum pernah menjalaninya. "Deg-degan banget waktu nunggu giliran swab. Baru kali ini aku jalanin tes swab. Ternyata pedih sekali. Tapi tidak masalah demi memastikan kesehatan Semuanya," jelasnya.
Hal yang sama pelatih tim putri SMAN 5 Mataram Muhammad Syahriel. "Baru pertama kali saya melakukan tes swab ini. Saya menjalaninya dua kali karena tim kami kan melaju sampai final. Salut saya dengan keseriusan penerapan prokes di DBL kemarin," ujarnya.
Pada para peserta, penasehat medis DBL Indonesia dr Pratama Wicaksana mengatakan, tes swab antigen termasuk yang disarankan oleh World Health Organization (WHO) sebagai bentuk pendeteksian atau tracing.
Selain itu, seluruh pihak yang terlibat di DBL juga tetap menjalankan protokol yang umum dilakukan di tempat publik seperti mengukur suhu tubuh, membersihkan tangan dengan disinfektan, dan menggunakan masker.
Protokol umum ini masih ditambah dengan beberapa tahapan yang selama ini kebanyakan dilakukan di tempat lain. Ini juga berlaku bagi untuk orang tua dan guru yang datang sebagai penonton di tribun.
Secara umum, prokes yang disusun oleh DBL Indonesia yang dikumpulkan pada empat aspek yang selama ini dikenal sebagai CHSE. Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Keberlanjutan Lingkungan. Prokes ini disusun dengan pendekatan 3T, yakni Testing , Tracing , dan Treatment . Dan penerapannya dibagi dalam empat hal, yakni sebelum peserta datang ke tempat (GOR), saat tiba di tempat, saat berada di tempat, dan ketika meninggalkan tempat. (gun)
Foto: Dika Kawengian