Rasanya sudah tidak ada yang tidak mengenal Nikola Jokic sekarang ini. Peningkatan prestasi individu dan juga pencapaian Denver Nuggets yang semakin baik membuat sosok Jokic semakin sering muncul di beragam pemberitaan. Foto dirinya yang sedang dikerumuni wartawan dengan postur tambunnya hingga potret dirinya di Serbia sebelum “gelembung” lalu dengan tubuh yang sangat kurus terus bermunculan di beragam media.
Di sisi lain, saya pribadi melihat Jokic adalah sosok yang benar-benar menyebalkan. Menyebalkan in a good way sih. Bagaimana tidak, kita yang selama ini disuguhi deretan pemain berotot, cepat, dan eksplosif sebagai sebuah gambaran prototipe pemain terbaik atau dominan di liga, kemudian hancur semua bayangan karena Jokic bisa mendominasi liga dengan gayanya yang bertolak belakang dengan semua kata sifat di atas.
Iya saya tahu, sekarang Jokic semakin kurus, semakin proposional bentuk tubuhnya. Namun, bisa Anda lihat sendiri, Jokic bukanlah sosok pemain yang eksplosif. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, saat melakukan dunk pun, rasanya tidak semudah pemain-pemain lain yang kerap menghujam ring dengan keras.
(Baca juga: Nikola Jokic Hentikan Rangkaian 11 Kemenangan Beruntun Utah Jazz)
Di mata saya, tidak layak kita menyebut Jokic sebagai pembunuh berdarah dingin di NBA. Ia tidak sedingin itu, ia kerap mengeluarkan emosinya. Untuk saya, Jokic adalah pembunuh flamboyan, yang mungkin saat kita lihat pertama kali, kita tidak yakin ia memiliki naluri membunuh. Namun, saat ia beraksi, korbannya terus berjatuhan. Serupa seperti Andrea Pirlo waktu masih aktif bermain bola. Terlihat tak bertenaga, tapi mematikan melalui umpan dan tembakan jarak jauhnya.
Jokic adalah unicorn yang sebenarnya bagi saya, bukan Kristaps Porzingis. Ya, jika Anda sedikit lupa, Kevin Durant sempat menyebut Porzingis sebagai unicorn karena kemampuannya yang merata. Mematikan saat menyerang, bisa bertahan, mengancam dari luar dan dalam garis tripoin, dan memiliki tinggi lebih dari tujuh kaki (213 sentimeter).
Porzingis sebelum serangkaian cedera yang mendera memang cukup menjanjikan. Pun begitu, satu hal yang tidak dimiliki oleh Porzingis dan dikuasai oleh Jokic adalah kemampuannya membaca permainan dan menjadi fasilitator untuk timnya. Bayangkan saja, sebagai senter, Jokic adalah pencetak asis terbanyak untuk timnya. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Jokic adalah orang yang membawa bola dari inbound ke area pertahanan lawan.
Di awal musim ini, Jokic menorehkan rekor yang luar biasa. Ia baru saja mendapatkan gelar Player of the Month, atau pemain terbaik bulanan edisi Januari. Ia jadi Player of the Month untuk Wilayah Barat. Pemilik gelar ini untuk Wilayah Timur sendiri jatuh kepada Joel Embiid. Ini jadi kali pertama sejak 2006 di mana dua senter menjadi pemain terbaik bulanan. Pada saat itu, Yao Ming (Houston Rockets) dan Dwight Howard (Orlando Magic) mendapatkan gelar untuk bulan November. Namun, sekali lagi, Jokic sangat berbeda dari seluruh nama di atas. Ketiga nama tersebut tak memiliki kemampuan menjadi fasilitator tim mereka. Bahkan tidak mendekati.
Rekor lain Jokic adalah catatan statistiknya. Dalam 20 gim yang sudah dilalui, Jokic mengemas 26,8 poin, 11,8 rebound, 8,6 asis, dan 1,7 steal per gim. Jika dihitung secara total, Jokic jadi peringkat dua untuk poin, peringkat tiga untuk asis dan steal, serta peringkat empat untuk rebound. Selain itu, bergeser ke statistik lanjutan, Jokic adalah peringkat teratas untuk PER (Player Efficiency Rating).
Ini belum bagian menariknya. Dalam 20 gim tersebut, pemain yang masih berusia 25 tahun ini membukukan 20 dobel-dobel. Artinya, ia selalu mencatatkan dobel-dobel di setiap gim yang ia mainkan. Dobel-dobel adalah catatan di mana seorang pemain mampu membukukan dua digit angka untuk lima statistik utama atau yang biasa kita sebut statistik tradisional, yang berisi poin, rebound, asis, steal, dan blok.
Jokic adalah satu-satunya pemain yang mampu menorehkan dobel-dobel di setiap gim musim ini. Ia sempat mendapatkan persaingan dari Domantas Sabonis. Sayangnya, catatan Sabonis putus di gim ke-17. Sepanjang sejarah NBA, Jokic hanya kalah dari legenda Portland Trail Blazers, Bill Walton. Pada 1976-1977, Walton menorehkan dobel-dobel di 34 gim pertamanya dalam satu musim.
“Namanya juga senter, pasti mudah mendapatkan dua digit rebound.” Anggapan ini sebenarnya masuk akal mengingat posisi dan yang diyakini banyak pihak faktor keunggulan postur. Akan tetapi, jika Anda menilik keseluruhan box score Jokic di 20 gim ini, ada empat gim di mana ia tidak menyentuh dua digit rebound. Ya, di empat gim tersebut, dobel-dobel Jokic datang dari poin dan asis. Oh iya, dalam kurun 20 gim itu juga, Jokic berhasil membukukan lima tripel-dobel.
Jika berbicara rekor keseluruhan, dobel-dobel beruntun terpanjang sejarah NBA terjadi dalam 53 gim. Catatan ini dipegang oleh pemain Cleveland Cavaliers, Kevin Love. Namun, rekor ini tercipta kala Love masih bermain untuk Minnesota Timberwolves. Sebenarnya, Wilt Chamberlain adalah pemegang rekor ini dengan total 227 dobel-dobel beruntun, Akan tetapi, rekor ini tercipta sebelum ABA dan NBA bergabung, atau sebelum 1976.
Sepanjang kariernya, Jokic juga sudah mengumpulkan 46 tripel-dobel. James Harden yang lima musim lebih dulu masuk ke NBA ketimbang Jokic, baru saja mengumpulkan tripel-dobel ke-50 pada gim melawan Los Angeles Clippers, Selasa, 2 Februari 2021, waktu setempat. Di sejarah NBA, baru ada delapan pemain (termasuk Harden) yang menorehkan total 50 tripel-dobel dan Jokic saya yakini akan menjadi yang kesembilan musim ini.
Jika performa ini terus terjaga, Jokic benar-benar adalah ancaman paling nyata di NBA. Menariknya, ia mungkin adalah ancaman yang paling tidak mengancam secara penampilan. Namun, rasanya semua NBA kini sudah tahu. Tidak bisa lagi menyepelekan apa yang terlihat dari seorang Jokic karena di balik itu, Nikola Jokic adalah seorang “pembunuh” sejati.
Foto: NBA