Sejak NBA digelar pada 1947, total ada 33 tim yang pernah terdaftar. Dari jumlah tersebut, 20 di antaranya pernah merengkuh gelar juara. Los Angeles Lakers dan Boston Celtics tercatat sebagai tim dengan gelar juara terbanyak sekaligus tim dengan penampilan di final terbanyak. Keduanya meraih 17 gelar juara. Lakers mendapatkannya dalam 32 kali perjalanan ke final, baik masih bernama Minneapolis Lakers atau sudah berganti ke LA. Sedangkan Celtics lebih baik karena meraih 17 gelar juara dari 21 kali kesempatan.

Dalam siniar (podcast) episode terbaru, kami mengulas mengenai tim-tim terbaik yang pernah ada. Tiga nama muncul, Chicago Bulls (1996-1998), Los Angeles Lakers (2000-2002), dan Golden State Warriors (2017-2018). Celtics yang pernah tercatat delapan kali juara beruntun yang merupakan rekor juara beruntun terbanyak di liga tidak kami masukkan di sini.

Kami tetap menghargai tim yang digawangi Bill Russell, K.C. Jones, John Havlicek, dan Bob Cousy tersebut. Akan tetapi, fakta bahwa di era itu, aturan tripoin belum ada, keterbatasan ketangkasan (skill) pemain, hingga postur serta atletisme jadi yang terdepan membuat kami tidak memasukkan mereka di jajaran ini.

Kembali kepada tiga tim yang jadi perbincangan kami, Warriors memiliki keunggulan jauh dari komposisi dan gaya bermain. Sebenarnya, secara keseluruhan, baik Bulls dan Lakers juga memiliki komposisi yang cukup bagus. Namun, gaya bermain triangle yang dipegang teguh oleh Phil Jackson bisa kami sebut sebagai gaya bermain yang membutuhkan sosok sentral. Dalam hal ini, Michael Jordan dan Scottie Pippen di Bulls serta Kobe Bryant plus Shaquille O’Neal di Lakers.

Sebaliknya dari gaya tersebut, Steve Kerr yang pernah bermain untuk Phil Jackson dan juga merasakan sentuhan Gregg Popovich di San Antonio Spurs tampaknya menggabungkan dua filosofi tersebut. Warriors sangat mengandalkan pergerakan tanpa bola. Jarang sekali satu dari tiga bintang Warriors menguasai bola dalam waktu lama dengan skema isolation.

Hal ini semakin terbukti dengan catatan statistik. Warriors 2016-2017 memiliki rataan 30,4 asis per gim. Catatan itu jadi yang tertinggi di liga dan berjarak lebih dari 5 asis per gim baik dari Bulls (24,8) dan Lakers (23,0). Selain itu, Warriors juga hanya punya satu pemain dengan USG% menyentuh 30 persen, itupun 30,1 persen, yakni Stephen Curry. Kevin Durant berada di bawahnya dengan 27,8 persen sedangkan Klay Thompson di urutan ketiga dengan 26,1 persen.

Catatan di atas berbanding sangat jauh dari Bulls dan Lakers. MJ dan Pippen memimpin USG% jauh dari rekan-rekannya. Oh maaf, MJ memimpin USG% sangat jauh dari rekan-rekannya dengan 33,3 persen. Pippen di bawahnya dengan 24,4 persen sedangkan Tony Kukoc di urutan ketiga dengan 21,4 persen. Nyaris serupa, duet Kobe dan Shaq mendominasi USG% tim dengan 31,8 dan 31,6 persen. Pemain dengan menit terbanyak untuk Lakers setelah keduanya, Horace Grant dan Rick Fox berjarak sangat jauh dari duet utama Lakers. Grant hanya memiliki USG% 12,9 persen sedangkan Fox 16,3 persen.

Jika USG% terlalu rumit, kita bisa lihat secara tradisional dari banyaknya percobaan tembakan setiap pemain (FGA). Warriors tidak memiliki pemain yang menembak rata-rata lebih dari 19 tembakan per gim. Sedangkan MJ dan Kobe memimpin Lakers dengan masing-masing menembak 22,6 dan 22,2 tembakan per gim.

Tak sampai di situ, sistem permainan Warriors juga membuat peran garda utama (point guard) yang selama ini kita kenal menghilang. Fasilitator utama tim ini adalah Draymond Green, seorang forwarda (power forwardundersized. Pun begitu, seluruh pemain Warriors, utamanya Hampton five (plus Andre Iguodala) memiliki kemampuan menjadi fasilitator yang baik.

Jadi, jika Bulls dan Lakers memusatkan permainan mereka pada dua bintang utama masing-masing dan tiga starter lainnya sebagai pelengkap, Warriors justru tak memiliki pakem tersebut. Green adalah fasilitator utama tim dan perebut rebound terbaik kedua di tim (setelah Durant). Senter utama mereka, Zaza Pachulia, ada di urutan ketiga untuk rebound.

Bulls di sini bisa kami sebut memiliki tim yang lebih baik dari Lakers. Pasalnya, untuk rebound, mereka punya seorang Dennis Rodman yang jauh mengungguli rekan-rekannnya dan fungsinya memang hanya merebut rebound. Sedangkan Lakers menggantungkan rebound mereka juga kepada bintang mereka, Shaq. Terbayang jika Shaq harus absen, Lakers akan kesulitan dalam mencetak poin dan merebut rebound, salah dua hal terpenting dalam permainan basket.

Tak hanya fleksibel di barisan utama, Warriors juga memiliki fleksibilitas tinggi di barisan cadangan. Hal ini pula yang membuat mereka tidak bermasalah saat barisan utama istirahat atau bahkan absen. Nama-nama penting di barisan cadangan Warriors selain Iguodala adalah Shaun Livingston, Ian Clark, Patrick McCaw, David West, hingga JaVale McGee. Sekali lagi, sistem permainan membuat pemain-pemain yang bisa dibilang levelnya medioker ini mampu mengisi kekosongan barisan utama.

Kekuatan cadangan Warriors hampir serupa dengan Bulls yang memiliki Kukoc sebagai sixthman layaknya Iguodala. Peran Clark sebagai penembak jitu barisan cadangan untuk Warriors dimainkan oleh Steve Kerr di Bulls. Ya, Kerr yang pada 2017 melatih Warriors dan menjadikan Clark mirip dengannya. Selain Kukoc dan Kerr, barisan cadangan Bulls yang masih bisa memberikan sumbangsih adalah Jud Buechler dan Bill Wennington.

Robert Horry adalah sixthman Lakers. Namun, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, peran Shaq dan Kobe yang terlalu besar membuat statistik Horry tak istimewa, jauh ketimbang musim-musim sebelumnya. Setelah Horry ada nama Mark Madsen yang jadi senter cadangan Shaq dan Isaiah Rider. Rider adalah pemain cadangan terproduktif Lakers dengan 7,6 poin per gim dan berfungsi sebagai penembak jitu.

Warriors dengan Kevin Durant kami yakini adalah tim paling paling sempurna yang pernah terbentuk (selain Dream Team Amerika Serikat). Tiga opsi menyerang, dua pemain isolasi terbaik, dua penembak tripoin terbaik, satu defender sayap, dua defender tangguh, satu senter pick n roll, dan sistem permainan kolektif nan dinamis membuat sulit rasanya menemukan lawan untuk Warriors. Warriors mungkin saja three-peat jika badai cedera tak menghampiri pada 2019. Namun tak apa, Warriors 2017 akan terus abadi hingga kami menemukan komposisi lain yang lebih baik.

Foto: NBA  

 

Komentar