Indonesian Basketball League (IBL) baru saja memberi pengumuman tentang peraih gelar individu untuk musim 2020 pada Minggu, 18 Oktober 2020 lalu. Total ada delapan gelar yang dibagikan dengan rincian enam untuk pemain, satu untuk pelatih, dan satu lagi untuk wasit. Beberapa polemik yang muncul setelah pengumuman tersebut, namun untuk kali ini kita tidak akan membahas polemik itu.

Kali ini, saya berbincang dengan peraih gelar Most Valuable Player (MVP), Abraham Damar Grahita. Masuk dalam program Indonesia Patriots, Abraham keluar sebagai MVP IBL 2020 mengalahkan Andakara Prastawa (Patriots), Daniel Wenas (Louvre Surabaya), dan Widyanta Putra Teja (NSH Jakarta).

(Baca juga: Para Pemenang Penghargaan Individu IBL 2020)

Ini adalah gelar MVP pertama Abraham sepanjang kariernya sebagai pemain profesional. Abraham sendiri mengawali karier pada 2016 sebagai ruki untuk Stadium Jakarta. Di musim pertamanya, pemain yang akrab disapa Bram ini finis di urutan tiga ruki terbaik, ia kalah dari Jamarr Andre Johnson (CLS Knights Surabaya) dan Brandon Jawato (Pelita Jaya).

Semusim berselang, Bram meraih gelar individu pertamanya sebagai Most Improved Player. Sayangnya, prestasi baik ini tak berlanjut di musim 2017 – 2018. Bram dan Stapac pulang dengan tangan hampa. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Di musim 2018 – 2019, Stapac keluar sebagai juara dan Bram pulang dengan gelar individu keduanya Sixthman of the Year.

Halo Bram, bagaimana kabar?

Puji Tuhan baik-baik.

Bagaimana perasaannya? Senang bisa dapat MVP?

Ya senang, bersyukur saja. Sebenarnya tahun ini justru tidak mengejar sekali gelar ini, tapi Puji Tuhan bisa dapat. Semakin dikejar justru sulit dapatnya, semakin tidak dikejar justru diberi oleh Tuhan.

Kok tidak mengejar? Saya masih ingat setelah juara tahun lalu Bram bilang ingin jadi MVP, berubah?

Iya, bisa dibilang tidak mengejar separah musim-musim sebelumnya. Selepas gelar Most Improved Player, saya menargetkan jadi MVP. Sayangnya, di musim selanjutnya, justru tampil sangat buruk. Di musim lalu, saya juga merasa termotivasi sekali untuk meraih gelar MVP. Waktu pramusim, saya cukup dominan di Stapac dan saya rasa bisa meraih gelar MVP. Eh waktu tiba musim mainnya justru tidak sebagus itu. Tahun ini jatuhnya lebih santai, tidak menggebu seperti tahun-tahun sebelumnya dan syukur bisa bawa pulang gelar MVP.

Jadi gelar MVP ini memang selalu ada di pikiran Bram?

Iya, bisa dibilang saya sangat kompetitif, dibilang maruk juga boleh kalau orang mau bilang begitu. Saya selalu ingin jadi yang terbaik. Namun, sebenarnya ada perubahan jiwa “kompetitif” sih seiring berjalannya waktu.

Perubahan seperti apa?

Kalau sekarang saya lebih melihat gelar MVP ini bisa menjadi berkat untuk orang-orang. Semoga gelar ini bisa menginspirasi anak-anak kampung lainnya supaya bisa memiliki mimpi yang jauh lebih besar. Bram ini kan anak kampung, sama seperti mereka, jadi mereka tidak perlu takut untuk bermimpi seperti saya. Saya kan juga memulai semuanya dari bawah sekali, benar-benar dari nol.

Ucapan mengenai Bram anak kampung ini kan sering sekali ya. Bram asalnya dari Bangka Belitung, memangnya sekampung apa di sana?

Hmm, waktu kita menyebut mall, yang paling bagus di sana adalah Ramayana. Lapangan basket indoor juga hanya ada beberapa dan pemain dari Bangka Belitung juga sedikit sekali yang terpantau tim nasional muda. Puji Tuhan sejak karier saya membaik, pembangunan lapangan basket juga semakin banyak, meski juga belum menjangkau semua daerah dan semua kalangan. Pemain-pemain asal Bangka Belitung juga semakin banyak dilirik, contoh timnas elite muda kemarin yang ada nama beberapa pemain asal Bangka Belitung.

Pendapat Bram tentang pemain lain di nominasi MVP?

Ya saya rasa sudah cukup baik. Untuk MVP sendiri, Daniel Wenas memainkan peran penting untuk Louvre. Widy juga berhasil memimpin NSH sampai di papan atas liga. Prastawa juga masih terus tampil konsisten.

Tidak sedikit yang berkomentar miring mengenai masuknya pemain Patriots dalam nominasi dan keluarnya Bram sebagai MVP sebagai pemain Patriots. Pendapatnya?

Untuk pemain Patriots dalam nominasi kan Mainbasket sendiri sudah menjelaskan sejak awal musim kalau memang kami berhak bersaing untuk itu. Untuk gelar MVP sendiri tergantung sudut pandang ya, jadi bisa sangat subjektif. Misal ada yang bilang,” Ah itu kan karena rekan setim udah pada jago.” Nah jadi dominan di antara pemain-pemain jago kan bukan perkerjaan mudah. Sekali lagi ini tergantung sudut pandang dan tingkat subjektivitas. Kalau mau objektif ya statistik adalah pilihan terbaik.

Bicara MVP biasanya lekat dengan pemain yang dominan membawa bola atau melepaskan tembakan. Bram sendiri melihat peran Bram di Patriots seperti apa?

Sebenarnya tidak ada peran-peran khusus dari pelatih. Saya sendiri juga dibilang ball dominant juga rasanya kurang tepat, masih ada Prastawa dan Hardianus juga. Mau nembak paling banyak juga masih ada Lester dan Brandon. Saya rasa saya bisa dibilang “licik” saja selama di lapangan. Pintar-pintar ambil kesempatan saja, berusaha tampil lebih efektif juga.

Apa yang berkembang dari diri Bram selama musim ini?

Saya rasa cara membaca pertandingan ya. Seperti yang saya bilang, ada pemain yang lebih baik dalam membawa bola, jadi saya lebih banyak bergerak tanpa bola. Dengan skema ball movement yang banyak di Patriots, saya harus lihai mencari celah di pertahanan lawan dan mencari tempat menembak terbaik saya. Lebih efektif lah saya selama di Patriots.

Kembali ke jiwa kompetitif. Keluarga Bram tidak ada yang latar belakangnya seorang atlet. Orang tua juga bekerja sebagai guru. Jadi jiwa kompetitif Bram ini datang dari mana?

Jujur saya juga tidak tahu ini muncul dari mana. Saya cuma tidak senang kalah sejak dulu, saya kesal sekali kalau kalah. Oleh karena itu, sampai sekarang saya tidak main video game seperti di handphone atau game online lainnya, karena saya tidak suka kalah. Saya tahu saya tidak sebagus itu main video game tapi saya tetap tidak terima kalau saya kalah gitu.

Apa jiwa ini ada sejak kecil? Atau karena setelah mengenal basket?

Sulit juga dibilang seperti ini. Saya kecil bisa dibilang anak yang tidak pandai bergaul, tidak punya banyak teman juga, jadi harusnya tidak ada lingkungan yang membuat saya untuk jadi kompetitif. Apa karena basket? juga tidak tahu jawabannya. Namun, mungkin karena saya sudah memberikan segalanya untuk basket, saya “investasi” banyak sekali di basket, jadi saya kesal sekali kalau kalah.

(Baca juga: Abraham Damar Grahita: Fundamental Memang Krusial, Tapi Otot Juga Penting)

Hampir semua gelar individu sudah Bram dapat selama lima musim di liga. Bram sudah tidak punya sesuatu untuk dibuktikan di liga, di Indonesia. Jadi hal apa yang rasanya bisa mendorong Bram untuk menjadi lebih baik ke depannya?

Rookie of the Year belum dapat nih, apa harus masuk ulang sebagai ruki ya? Hahaha. Hmm, saya sih ingin melakukan hal-hal yang orang jarang lakukan, misalnya back to back MVP. Atau mungkin membawa tim yang “tidak besar” untuk juara. Pada dasarnya kan saya tidak suka kalah, saya rasa itu akan terus membangun semangat saya untuk lebih baik.

Beberapa waktu lalu nama Bram sempat dikaitkan dengan kemungkinan main di liga luar negeri. Masih terbuka kemungkinan itu?

Kalau dari saya pribadi jelas masih ingin bermain di luar negeri, itu adalah kesempatan yang mungkin sekali dalam seumur hidup. Namun, sampai sekarang memang kesempatannya belum menampakkan diri. Kalau datang, saya pasti ambil kesempatan itu.

Bicara masa depan, Bram sendiri kondisinya dengan Stapac seperti apa sekarang?

Oh, kalau ini, saya adalah free agent, kontrak saya sudah habis.

Dalam hal ini berarti Bram bisa pindah ke tim manapun yang cocok?

Ya, bisa asal cocok dalam semua hal.

Terakhir, bisa beri penutup dari Bram atas pencapaian MVP ini?

Hmm, jangan pernah takut bermimpi, tapi jangan lupa juga bekerja keras. Saya sama seperti kalian semua, saya memulai semuanya dari titik nol. Saya ingin semua anak muda Indonesia percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita terus berusaha dan bekerja keras. Semangat terus semuanya!

Foto: Mei Linda

 

Komentar