Beberapa waktu lalu, tim nasional Indonesia melakukan pemanggilan tiga atlet dari tim peserta IBL 2020 untuk mengikuti pemusatan latihan guna persiapan menghadapi Thailand pada kualifikasi Piala Asia FIBA 2021 (FIBA Asia Cup) mendatang. Mereka adalah Juan Laurent Kokodiputra, Govinda Julian Saputra, dan Widyanta Putra Teja. Pemanggilan tiga atlet ini pun menimbulkan perdebatan di antara pembaca setia mainbasket.com, karena adanya anggapan bahwa beberapa pemain dianggap lebih layak untuk bergabung dengan timnas. Ada pula yang dianggap kurang layak dengan berbagai alasan subjektif. Lantas, bagaimana kalau dinilai berdasarkan hasil analisis secara objektif dan kesesuainnya dengan kebutuhan tim nasional?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu masalah utama tim nasional saat menelan kekalahan dari Filipina dan Korea pada awal tahun ini. Empat masalah terbesar Indonesia saat itu adalah rendahnya persentase eFG, tingginya persentase turnover, kurangnya pertahanan perimeter atau area luar, serta masalah transisi, yaitu rendahnya produktivitas transisi dan sangat tingginya produktivitas transisi yang dilakukan lawan.

Nilai persentase eFG yang dicatatkan Indonesia adalah 45 persen, paling rendah di grup kualifikasi (Grup A). Persentase turnover yang dilakukan Indonesia adalah 19 persen, lebih tinggi dari Korea (12 persen) dan Filipina (10 persen). Pertahanan perimeter atau area luar Indonesia adalah yang paling buruk di grup kualifikasi dengan kemasukan 81 poin dari serangan tripoin yang dilakukan Korea dan Filipina.

Dalam hal transisi, secara keseluruhan Indonesia hanya menghasilkan delapan poin melalui Abraham Grahita pada dua gim. Sementara Filipina menghasilkan 37 poin dan Korea menghasilkan 32 poin dari serangan transisi saat bertemu Indonesia. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan tambahan pemain yang dapat menjadi solusi untuk masalah tersebut, bukan justru malah membawa masalah baru.

Untuk menentukan pemain yang sesuai dalam komposisi tim, mainbasket.com menggunakan kriteria pemain berdasarkan hasil analisis lanjutan dan pemetaan tembakan. Bukan menggunakan penggolongan konvensional (PG, SG, SF, PF, C), yang sebenarnya sudah tidak digunakan oleh para analis olahraga di negara maju. Istilah konvensional tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan media, dan kalangan penggemar atau penonton basket saja.

Silahkan baca Majalah Mainbasket Edisi 79 untuk memahami istilah karakteristik pemain basket yang digunakan para analis basket pada masa kini.

Sebagai informasi tambahan untuk melihat kebutuhan tim nasional, diperlukan analisis peta tembakan seperti yang terlihat pada gambar peta tembakan Indonesia pada sepanjang kualifikasi Piala Asia FIBA 2021 di bawah ini. Terlihat jelas bahwa Indonesia yang mengandalkan tembakan tripoin, memiliki efektivitas tinggi pada hampir semua wilayah tripoin, kecuali zona tengah atas yang hanya 20 persen. Selain itu, terlihat pula bahwa Indonesia memiliki efektivitas yang sangat rendah pada area perimeter (16-24 kaki), jarak dekat (8-16 kaki), dan sekitar jaring (<8 kaki).

BALL HANDLER

Saat ini, timnas Indonesia telah memiliki tiga ball handler utama, yaitu Andakara Prastawa Dhyaksa, Abraham Damar Grahita, dan Hardianus Lakudu. Akan tetapi, karakteristik tiga pemain tersebut adalah shooting ball handler dari hasil analisis performa pada kualifikasi Piala Asia FIBA 2021 maupun di IBL 2020. Indonesia membutuhkan tambahan pemain yang berkarakteristik offensive ball handler yang memiliki produktivitas tinggi untuk eksekusi jarak dekat, jarak menengah, dan serangan transisi.

Dari hasil analisis IBL 2020, terdapat tiga nama pemain yang paling dominan dalam hal ini, yaitu Widyanta Putra Teja, Yerikho Christpor Tuasela, dan Abraham Wenas. Sedangkan tiga nama favorit lainnya, yaitu Arif Hidayat, Reggie William Mononimbar, dan Respati Ragil Pamungkas tidak memenuhi kriteria tersebut. Pertimbangannya yaitu efisiensi serangan dan persentase turnover.

Grafik di bawah ini adalah perbandingan efisiensi serangan (offensive rating) dan persentase turnover pada sepanjang musim reguler IBL 2020 yang digunakan sebagai alat ukur penyaringan para ball handler. Nilai efisiensi serangan memberikan gambaran secara umum yang telah memperhitungkan produktivitas serangan, efektivitas tembakan, dan turnover.

Pada grafik tersebut terlihat bahwa Abraham Wenas dan Widyanta Putra Teja adalah dua pilihan terbaik berdasarkan pertimbangan perhitungan efisiensi serangan, dan turnover. Sebab mereka memiliki nilai efisiensi serangan tertinggi dan persentase turnover yang paling rendah.

Terpilihnya Widyanta Teja dibandingkan Abraham Wenas pun cukup logis. Widyanta memiliki produktivitas poin dan asis lebih tinggi dari Wenas. Selain itu, karakteristik peta tembakan Widyanta lebih sesuai dengan kebutuhan tim nasional, seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini. Widyanta memiliki keunggulan dalam hal efektivitas jarak dekat dan wilayah perimeter. Ditambah lagi, Widyanta memiliki efektivitas tripoin yang tinggi di wilayah tengah atas, yang merupakan kekurangan dari tim nasional Indonesia (silahkan lihat kembali peta tembakan tim nasional Indonesia di bagian atas).

Sementara itu, bila penyaringan efisiensi serangan dan persentase turnover dikesampingkan, dan hanya menggunakan pertimbangan efektivitas tembakan, maka performa Widyanta lebih baik dibandingkan Arif Hidayat, Respati Ragil Pamungkas, Reggie Mononimbar, dan Yerikho Tuasela. Efektivitas tembakan mereka berempat dapat pembaca nilai sendiri di bawah ini:

3P-REBOUNDER (3P-R)

Pada William Jones Cup tahun 2019, tim nasional Indonesia memiliki setidaknya lima pemain yang berkarakteristik 3P-Rebounder. Empat di antaranya memiliki akurasi tripoin di atas 40 persen, yaitu Kaleb Ramot Gemilang (58 persen), Juan Laurent Kokodiputra (46 persen), Mei Joni (47 persen), dan Indra Muhammad (46 persen). Kelompok pemain ini menghasilkan 64 tripoin dalam delapan laga, atau rata-rata memasukkan
delapan tripoin per gim. Performa tripoin pada barisan 3P-R saat William Jones Cup 2019 ini dapat dianggap sebagai salah satu yang terbaik sepanjang sejarah perbasketan Indonesia.

Sedangkan pada kualifikasi Piala Asia FIBA (FIBA Asia Cup 2020 Qualifiers) awal tahun ini, barisan 3P-R tim nasional menyisakan Kaleb, Joni, dan M. Hardian Wicaksono. Dalam dua gim kualifikasi, mereka hanya memasukkan dua tripoin, dengan akurasi 50 persen lewat Kaleb dan satu tripoin berakurasi 33 persen dari Wicaksono.

Artinya, rata-rata mereka hanya memasukkan rata-rata 1,5 tripoin per gim. Hampir enam kali lebih rendah dari rata-rata tripoin di Wiliam Jones Cup 2019. Kurangnya proruktivitas tripoin dari barisan ini, membuat serangan tripoin Indonesia terfokus pada Prastawa dan Grahita. Akhirnya serangan tersebut semakin mudah diantisipasi lawan setelah melewati babak pertama.

Di antara para pemain berkarakteristik 3P-R yang teridentifikasi dari hasil analisis musim reguler IBL 2020, nama Govinda Saputra, Juan Kokodiputra, M. Ibrahim Sandy Aziz, dan Indra Muhammad berada di posisi teratas setelah dilakukan penyaringan yang mempertimbangkan produktivitas poin, rebound, turnover, dan efisiensi serangan. Perbandingan empat pemain tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Bila memang timnas hanya membutuhkan tambahan dua atlet bertipe ini, maka Govinda adalah pilihan pertama tepat berdasarkan keunggulan efisiensi serangan dan rebound. Pilihan selanjutnya adalah Juan berdasarkan keunggulan efisiensi serangan dan rebound atas Sandy dan Indra. Pada musim reguler IBL 2020, Juan dan Govinda berada di posisi kedua dan ketiga dalam hal rata-rata rebound setelah Indra, di antara para pemain tipe 3P-R.

Dari hasil analisis peta tembakan pun juga menunjukkan bahwa Govinda adalah pilihan tepat untuk mengatasi masalah tripoin timnas di zona atas. Hebatnya, Govinda menjadi pemain lokal yang mencetak tripoin terbanyak di zona tersebut walau hanya tampil 10 gim. Selain itu, Govinda juga tajam di area sayap maupun sudut kanan.

Sementara Juan memiliki performa tripoin yang kurang mengesankan pada musim ini, seperti yang terlihat pada peta tembakan berikut ini. Efektivitas yang dicatatkan Juan sangat jauh di bawah standar permainannya pada tahun 2019. Musim lalu Juan memiliki efektivitas yang tinggi di seluruh area tripoin. Harapannya Juan dapat tampil dengan efektivitas tripoin sama dengan penampilannya pada William Jones Cup 2019. Dengan catatan tripoinnya pada saat itu, Juan bisa sangat berharga untuk timnas. Juan dapat menjadi ujung tombak serangan transisi saat Abraham atau Prastawa berperan menjadi fasilitator. Hal ini bisa dilihat dari tingginya keberhasilan serangan area dalam yang dilakukan Juan pada musim reguler.

Sangat disayangkan Indra Muhammad tidak diundangnya mengikuti pemusatan latihan timnas. Walau performa tripoinnya menurun musim ini, Indra adalah pemain lokal dengan catatan defensive stop tertinggi. Secara objektif, Indra paling layak mendapatkan gelar Defensive Player of The Year musim ini (IBL 2020). Ditambah lagi, Indra adalah pemain bertipe 3P-R dengan catatan rebound tertinggi. Menurunnya performa tripoin Indra musim ini disebabkan karena tidak adanya fasilitator di Pacific Caesar. Berbeda dengan komposisi tim di tahun sebelumnya.

Sama dengan Indra, tidak diundangnya M. Ibrahim Sandy Aziz juga disayangkan. Faktanya, Sandy adalah pemain lokal yang mencetak tripoin terbanyak pada musim ini. Sandy juga jadi penembak tripoin di area sudut yang terbaik dengan akurasi sebesar 40 persen. Bahkan, akurasi tripoin di zona atas mencapai angka 67 persen. Sandy dapat membenahi kualitas rebound-nya sembari melihat apakah kemampuan tripoinnya dapat dimanfaatkan oleh timnas. Kelebihan lainnya, Sandy adalah pemain lokal bertipe 3P-R dengan produktivitas poin tertinggi dan memiliki performa turnover paling rendah. Sangat disayangkan bila Sandy tidak mendapatkan kesempatan bergabung dengan timnas.

Fenomena menarik lainnya yang menimbulkan banyak pertanyaan para pembaca setia mainbasket.com adalah tidak diundangnya Daniel Timothy Wenas yang merupakan salah satu kandidat MVP IBL 2020. Daniel Wenas adalah pemain lokal, di luar Patriots, dengan catatan rata-rata poin tertinggi, serta memiliki catatan rata-rata rebound tertinggi kedua setelah Galank Gunawan. Efisiensi serangannya mencapai 91,5 poin dan persentase turnover-nya rendah, yaitu 12 persen. Dari data-data ini tampaknya Daniel Wenas layak untuk mengikuti pemusatan latihan timnas.

Dari hasil analisis efektivitas peta tembakan, terlihat satu masalah yang mungkin jadi pertimbangan untuk tidak merekrut Daniel Wenas. Masalah tersebut adalah nilai persentase eFG sebesar 42 persen dan hanya memiliki dua area tripoin yang berefektivitas tinggi, yaitu sayap kiri dan sayap kanan. Karena untuk area tersebut timnas sudah memiliki empat pemain dengan frekuensi yang tinggi yaitu Prastawa, Grahita, Kaleb, dan Jawato.

Selain itu, rendahnya akurasi tripoin di area sudut menjadi pertimbangan lain. Karena timnas tampaknya ingin mempertahankan akurasi pada area tersebut sebesar 50 persen atau lebih (lihat kembali peta tembakan Indonesia di bagian atas). Kesimpulannya, bila Daniel Wenas ingin bergabung di timnas, maka dia harus mengembangkan kemampuannya sebagai offensive ball handler atau shooting ball handler yang berfektivitas tinggi di wilayah atas dan sayap, atau mengembangkan kemampuan sebagai 3P-R dan menajamkan tripoinnya di wilayah sudut dan sayap.

Dari hasil analisis perbandingan efisiensi serangan dan peta tembakan di antara para pemain dengan karakteristik yang serupa, serta dilihat kesesuaiannya dengan kebutuhan tim nasional, maka pemanggilan Widyanta, Juan, dan Govinda sudah sangat tepat.

Widyanta adalah fasilitator lokal terbaik pada musim ini yang diharapkan jadi jawaban dari masalah transisi dan kurangnya produktivitas dari jarak dekat dan area tripoin atas. Demikian pula dengan Govinda dan Juan sebagai 3P-R dengan catatan produktivitas rebound dan poin yang tinggi, serta memiliki efisiensi serangan tertinggi di antara para pemain dengan karakteristik tersebut.

Hal yang sangat disayangkan adalah tidak diundangnya Sandy dan Indra yang dapat menjadi pertimbangan tambahan bagi timnas, bila melihat berbagai kelebihan mereka selama musim reguler IBL 2020.

Menggunakan banyak pemain bertipe 3P-R bukanlah strategi yang buruk. Faktanya timnas Indonesia menjadi tim dengan performa tripoin terbaik ketiga pada William Jones Cup 2019, dengan komposisi lima pemain 3P-R. (*)

Foto: Hariyanto

Komentar