Betapa girangnya Paul Pierce ketika Boston Celtics memutuskan memboyong Kevin Garnett ke di TD Garden pada 2007 silam. Belum lagi kehadiran Ray Allen menjadi tambahan amunisi yang melengkapi keperkasaan Boston Three Party. Kegirangan itu tidak mengherankan sama sekali mengingat Garnett adalah salah satu bigman terbaik di liga.

Seperti apa ia mengawali karirnya? Dan, bagaimana ia bertahan selama 21 tahun di liga basket tersohor di dunia?

Garnett memulai karirnya pada 1995 ketika berusia 19 tahun. Minnesota Timberwolves memilihnya di urutan ke-5 dalam bursa pilih NBA Draft. Saat itu ia sekaligus menjadi pemain lulusan SMA pertama yang langsung masuk ke liga sejak 1975. Sejak itu orang-orang menyebutnya Da Kid (Si Bocah).

Si Bocah kemudian tumbuh dan berkembang di NBA. Ia berada di tangan yang tepat pada masa rookie-nya. Pelatih anyar saat itu, mendiang Flip Saunders, membangunkannya dari bangku cadangan menjadi pemain utama. Setidaknya ia merangkum 10,4 poin, 6,3 rebound, dan 1,8 assist per pertandingan di tahun pertama. Ia juga termasuk dalam jajaran All-Rookie Second Team.

Awal sederhana bagi Garnett jika membandingkan dengan tahun pertama LeBron James, anak SMA lainnya yang langsung ke NBA pada 2003. Akan tetapi, kerja kerasnya membawa Garnett ke jenjang lebih tinggi. Pada musim 1999-2000, dirinya berhasil masuk dalam jajaran All-NBA First Team pertamanya. Ia juga berada di urutan kedua sebagai kandidat peraih MVP. Empat tahun berselang, Si Bocah baru mendapat gelar MVP.

Performa eksplosifnya kemudian mendapat perhatian serius dari Celtics. Mereka merelakan draft pick 2009 demi Garnett. Pada akhirnya, mereka pun sukses memboyong Big Ticket atau KG —sebutan lain Kevin Garnett— ke markas mereka di TD Garden pada 2007. Bersama Pierce dan kedatangan Allen, Boston Three Party menjadi momok bagi tim lawan di tahun tersebut. Garnet dkk. mulai menggantikan Big Three era Larry Bird. Celtics sukses mencetak kemenangan 66-16 di musim reguler.

Rekor itu rupanya membawa Celtics menembus Playoffs. Performa apiknya membuat mereka sukses melaju ke babak final menghadapi Los Angeles Lakers untuk kesebelas kalinya dalam sejarah. Saat itu, bersama Pierce, Garnett berhasil menjadi motor pembangkit kemenangan. Boston Celtics merobohkan tembok kokoh seteru abadinya. Garnett dkk. keluar sebagai juara sekaligus melengkapi gelar ke-17 untuk Celtics.

Pada 2012, sinyal-sinyal runtuhnya Big Three mulai terngiang. Ray Allen memutuskan pindah ke Miami Heat sementara Garnett tetap di Boston. Akan tetapi, pada 2013 Garnett bersama Pierce memutuskan keluar dan bermain bersama Brooklyn Nets. Sayangnya, performa Garnett di sana tidak sebagus di tim-tim sebelumnya.

Sebentar di Nets, Garnett lantas pulang ke Timberwolves. Si Bocah rupanya kembali ketika usianya tidak muda lagi. Kini ia berubah menjadi seorang mentor untuk anak-anak muda Timberwolves. Mr. Garnett menjadi sebutan lain dirinya.

Pada 2016 ini, Garnett lewat akun Instagram miliknya mengumumkan pensiun. Pengumuman itu menyusul keputusan Kobe Bryant dan Tim Duncan yang lebih dulu berhenti. Perjalanan Si Bocah rupanya selesai di sini. Ia menutup karirnya dengan membukukan rata-rata 17,8 poin, 10 rebound, 3,7 assist, 1,4 blok, dan 1,3 steal.

Selamat jalan, Da Kid!

 

Daftar Prestasi di NBA

Komentar