Indonesian Basketball League (IBL) telah mengumumkan deretan nominasi peraih gelar individu untuk musim 2020. Sebagaimana diketahui, seluruh penilaian akan menggunakan data pertandingan sebelum IBL hiatus Maret lalu. Artinya, meski nantinya IBL jadi dilanjutkan, seluruh kejadian yang terjadi di sana tidak akan masuk hitungan. Apalagi untuk pemain asing yang jelas tidak akan ikut melanjutkan musim.

Seperti yang disepakati di awal saat tim nasional Indonesia ikut liga dengan nama Indonesia Patriots, pemain-pemain Patriots diperbolehkan bersaing untuk gelar individu. Hasilnya, ada tiga nama yang masuk dalam dua perebutan gelar. Arki Dikania Wisnu untuk gelar Sixthman of the Year sedangkan Andakara Prastawa dan Abraham Damar Grahita masuk untuk Most Valuable Player.

Sebelum kita membahas pemain-pemain yang terlewatkan, mari kita bahas keanehan di atas terlebih dahulu. Khusus untuk nominasi MVP, IBL memasukkan empat pemain sedangkan gelar individu lain hanya tiga. Menariknya, dari empat pemain tersebut, dua datang dari satu tim yang sama (yang sudah ditulis di atas). Bagaimana bisa ada dua pemain di satu tim yang sama-sama dominan?

“Apakah MVP selalu dominan?” Meski tidak pernah ada pernyataan langsung, pernah terbayang makna dari Most Valuable dan pemain tersebut tidak dominan? Atau tidak memiliki peran paling penting di sebuah tim. Itu sebabnya, jika kita melihat jauh ke NBA, hanya ada nama LeBron James yang mewakili Los Angeles Lakers, tidak ada Anthony Davis. Jika ada dua pemain yang memiliki pengaruh besar seperti ini, seharusnya bisa dilihat mana yang lebih bernilai dalam sebuah kemenangan. Dan NBA tampaknya tahu bahwa LeBron lebih berpengaruh untuk kemenangan Lakers sedangkan Davis dampaknya besar dalam bertahan (masuk nominasi Defensive Player of the Year).

Oh iya, sebenarnya tak masalah IBL tidak menyertakan nama-nama di bawah ini dalam nominasi mereka. Pasalnya, sesuai dengan yang ditunjukkan IBL, mereka menggunakan pedoman statistik tradisional pemain atau yang terpampang di dalam lembar statistik saja. Sah-sah saja hal ini dilakukan tapi seperti yang sudah sering kita bahwa statistik tradisional itu tidak cukup menggambarkan performa individu seorang pemain.

Luis Jacobo III

Dari data statistik yang dikumpulkan dan diolah oleh @basketballstatistic, total ada 39 pemain asing yang berlaga musim ini. Jumlah ini sudah termasuk pemain asing yang datang menggantikan pemain asing lainnya. Ada pemain yang hanya bermain dua kali sepanjang musim dan ada pula yang bermain penuh 14 gim. Atas dasar ini, mari kita kerucutkan daftar untuk pemain yang bermain setidaknya 10 gim.

Setelah menyaring daftar ini, kita menemukan ada 20 pemain yang memenuhi syarat. Tiga nama nominasi yang diberikan IBL adalah tiga pemain dengan rataan poin tertinggi, Dior Lowhorn (28,3 poin), Mike Glover (23,4), dan Savon Goodman (22,9). Seperti yang kita sudah sering bahas, catatan rataan poin ini sangat bias. Bisa saja pemain memiliki rataan 40 poin per gim tapi hasil dari menembak 50 kali dalam satu gim, dengan ini kita bisa menyebut pemain tersebut tidak efektif.

Untuk melihat efektivitas keseluruhan seorang pemain, kita bisa menggunakan banyak variabel. Misal, untuk menghasilkan poin tinggi, kita bisa melihat efektivitas tembakan mereka dengan menghitung eFG% dan produktivitas tembakan dengan TS%.

(Baca juga: Mengapa eFG% Lebih Penting dari FG%?)

Dari 20 nama yang tersaring tadi, kami kembali menyaringnya dengan mencari pemain yang memiliki efektivitas tembakan di atas 50 persen. Hasilnya, ada sembilan nama yang keluar dan sayangnya, satu dari tiga nominasi IBL justru tereliminasi. Glover hanya memiliki catatan eFG% di angka 46 persen dan TS% 52 persen. Buruknya lagi, Glover adalah pemain dengan rata-rata penguasaan bola terbanyak di antara 20 nama yang tersaring dengan 22,08 possession per gim. Ketika dihitung offensive ratingnya, Glover hanya memiliki catatan 95,7 yang artinya ia hanya mencetak 0,957 poin per penguasaan bola.

Kembali ke sembilan nama yang lolos penyaringan, menariknya pemain dengan eFG% tertinggi bukanlah pemain yang masuk nominasi. Adalah pemain Pacific Caesar Surabaya, Luis Jacobo III yang memiliki eFG% 59 persen dan TS% 60 persen. Sedikit mengingatkan eFG% dianggap lebih komplet ketimbang FG% saja karena eFG% menghitung tripoin dengan angka pengali yang berbeda.

Jacobo memiliki rataan poin 21,8 poin per gim. Hebatnya lagi, ia mencetak angka tersebut dengan hanya bermain 27,8 menit per gim dan hanya memiliki rataan 16,34 possession per gim. Offensive rating Jacobo 106,3, meninggalkan Glover di belakangnya dan Goodman lebih jauh lagi (89,1). Ia hanya kalah dari dua pemain Patriots, Lester Prosper (108,3), Brandon Jawato (108,8), dan Lowhorn yang memiliki offensive rating tertinggi di liga (112,6).

Atas dasar-dasar di atas, maka selayaknya Jacobo masuk ke dalam nominasi pemain asing terbaik, terserah mau menggeser Glover atau Goodman sama saja. Lowhorn sangat layak masuk nominasi meski secara permainan, ia bisa dibilang tidak sekomplet Jacobo. Lowhorn menorehkan rataan poin yang tinggi karena mendapatkan kesempatan menguasai bola yang tinggi juga. Namun, ia bisa menjawab kepercayaan dengan baik juga.

Arif Hidayat

Bergeser ke gelar individu pemain lokal, kali ini kita akan membahas Sixthman of the Year. Arki Wisnu, Avan Seputra, dan Govinda Saputra adalah nominasi yang ada. Setelah memilah-milah statistik yang sekali lagi dikumpulkan dan diolah oleh @basketballstatistic, kami menemukan satu nama yang seharusnya ada di daftar yakni garda Prawira Bandung, Arif Hidayat.

Berkaca pada kata Sixthman itu sendiri, tim mengharapkan seorang pemain dari bangku cadangan yang mampu memanggul beban atau tugas seorang starter dan Arif adalah sosok tersebut. Untuk memenuhi kriteria Sixthman, kami tidak tahu berapa persentase tampil dari bangku cadangan yang diterapkan oleh IBL. Arif sendiri 62 persen turun sebagai pemain cadangan. Dari 13 gim, hanya lima kali ia menjadi pemain utama.

(Baca juga: Mengenal dan Memahami TS% (True-Shooting Percentage))

Meski lebih sering turun dari bangku cadangan, Arif terbukti memikul beban starter dengan %TMPoss mencapai 23 persen. %TMPoss sendiri adalah statistik menghitung possession individu saat sedang turun bermain, nyaris serupa dengan USG%. Hanya ada tiga pemain lain yang memiliki %TMPoss 20 persen atau lebih dengan menit bermain di atas 20 menit yakni Diftha Pratama (20 persen), Abraham Grahita (23 persen), dan Nuke Tri Saputra (27 persen).

Secara efektivitas permainan, Arif memang tidak lebih efektif dari Arki, Avan, dan Govinda. Namun, hal ini bisa dibantahkan mengingat Arif adalah pembawa bola utama tim jika ia turun berlaga. Hal menariknya lagi, jika kembali menggunakan standar IBL dengan statistik tradisional, Arif justru adalah pemain cadangan yang memiliki poin per gim terbanyak dengan 9,0 poin. Tak sampai di situ, catatan 3,2 asis per gim Arif juga menempatkannya sebagai pemain lokal dengan asis terbanyak keempat di liga, hanya kalah dari Prastawa, Widy, dan Hardianus Lakudu. Sekali lagi, Arif 62 persen dari bangku cadangan.

Situasi Arif ini sedikit banyak mengingatkan kami pada situasi Abraham Grahita musim lalu saat bersama Stapac. Turun dari bangku cadangan, tapi memiliki menit bermain dan pengaruh terhadap pertandingan layaknya pemain utama. Kesamaan keduanya? Sama-sama di bawah pimpinan Giedrius Zibenas.

Yerikho Tuasela

Nama terakhir di ulasan ini adalah pemain Pacific Caesar Surabaya lainnya, Yerikho Tuasela. Yerikho adalah top skor keempat liga musim ini, hanya kalah dari Abraham Grahita (13,6), Daniel Wenas (11,4), dan Nuke Tri Saputra (10,0). Kenapa kami memilih Yerikho di ulasan ini ketimbang Nuke? Karena secara statistik, Nuke menorehkan poin lebih banyak dengan percobaan yang juga jauh lebih banyak. Nuke harus meningkatkan efisiensi serangannya untuk masuk ke daftar ini.

Yerikho sendiri memiliki eFG% 52 persen dengan TS% 57 persen. Atas dua catatan ini, ia hanya kalah dari Abraham Grahita dan Prastawa di antara nominasi MVP. Yerikho kurang lebih memiliki peran yang sama dengan Daniel Wenas di Louvre Surabaya. Keduanya adalah finisher, tak banyak menguasai bola, tak banyak memfasilitasi rekan setimnya. Bedanya, Daniel fokus ke area tripoin sedangkan Yerikho di area perimeter dan paint.

Ketimbang memilih dua pemain dalam satu tim yang sama (timnas lagi) untuk masuk nominasi MVP, rasanya memasukkan nama Yerikho bisa jadi opsi yang lebih masuk akal. Atau, jika Yerikho tidak bisa masuk nominasi ini, masuk nominasi Most Improved Player juga masih bisa. Musim lalu, Yerikho bermain 21 menit per gim dan menorehkan 7,0 poin, 3,0 rebound, dan 1,0 asis per gim. Musim ini, Yerikho 9,8 poin, 2,5 rebound, dan 2,1 asis per gim. eFG% dan TS% Yerikho musim lalu hanya di angka 47 persen berubah menjadi seperti yang tertulis di atas.

Foto: Harianto

 

Komentar