Protes pemain NBA terhadap ketidakadilan sosial setelah penembakan polisi terhadap Jacob Blake minggu ini merupakan aksi boikot atau pemogokan terlama dalam sejarah liga. Namun faktanya ini bukan yang pertama. Legenda Elgin Baylor dan Bill Russell yang merintis aksi tersebut untuk pertama kalinya.

Sebelum aksi minggu ini, sebenarnya pemain NBA telah menolak untuk bermain sebagai bentuk protes terhadap diskriminasi rasial, lebih dari 50 tahun yang lalu. Ini menjadi bukti bahwa betapa lamanya orang kulit hitam Amerika telah berjuang mencari kesetaraan hidup.

Berikut ini adalah sejarah singkat protes pemain NBA, yang semuanya menggambarkan mengapa para pemain merasa bahwa slogan di lapangan dan kaus tidak memberi dampak signifikan terhadap perjuangan mereka. Bahkan setelah 61 tahun sejak protes pertama yang dilancarkan pemain NBA.

1959: Elgin Baylor protes segregasi (pemisahan kelompok ras atau etnis secara paksa)

Pada 16 Januari 1959, Minneapolis Lakers dijadwalkan untuk menghadapi Cincinnati Royals dalam pertandingan di tempat netral di Civic Center di Charleston, Virginia Barat. Gim tersebut paling ditunggu penggemar karena menampilkan dua bintang yang sedang naik daun yaitu "Hot Rod" Hundley dan ruki sensasional Elgin Baylor. Tapi ketika Lakers datang ke arena, Baylor memakai pakaian kasual. Baylor juga duduk di bangku cadangan dengan santai. 

Ternyata ada sebuah peristiwa yang terjadi sebelumnya. Menjelang pertandingan, Hotel Kanawha menolak menyediakan kamar untuk Baylor, Boo Ellis dan Ed Fleming. Mereka semua adalah pemain kulit hitam di Lakers.

Pelatih Minneapolis John Kundla malah membawa timnya ke Edna's Tourist Hotel di dekatnya, yang menampung seluruh pemain. Ternyata, Baylor juga ditolak karena warna kulitnya. Jadi, pemain berusia 24 tahun itu memilih untuk duduk ketiga gim melawan Royals.

American Business Club of Charleston mengeluarkan biaya AS$6500 untuk menjadi tuan rumah gim ini, tapi karena tidak ada Baylor, mereka hanya mendapatkan sekitar AS$1000 dari tiket. Tentu itu bukan kesalahan Baylor.

Promotor American Business Club of Charleston H. Thomas Corrie mengirimkan telegram kepada Maurice Podoloff sebagai presiden NBA. Isinya, mendesan NBA memberikan hukuman atas tindakan disipliner Elgin Baylor dari klub Minneapolis, yang menolak untuk bermain melawan Cincinnati. Sebagai bukti, klub Minneapolis sebelumnya diberi tahu pada 29 Desember, bahwa pemisahan diberlakukan di hotel. Tindakan Elgin Baylor dianggap memalukan bagi promotor dan merusak peluang untuk mempromosikan NBA di masa depan.

Hanya catatan itu yang menunjukkan bahwa Corrie menjanjikan Kundla, sebuah hotel lokal akan mengurus seluruh tim. Terlepas dari itu, Podoloff menjawab bahwa dirinya sulit menghukum seseorang karena berusaha melindungi harga diri dan martabatnya.

1961: Boston Celtics protes diskriminasi rasial

Pada 17 Oktober 1961, beberapa pemain kulit hitam di Boston Celtics ditolak ketika memasuki kedai kopi Phoenix Hotel di Lexington, Kentucky. Saat itu, mereka akan bertanding menghadapi St. Louis Hawks. Tenyata, mereka juga ditolak memasuki sebuah restoran di Marian, Indiana, dua hari sebelumnya.

Lima pemain kulit hitam Boston saat itu adalah Bill Russell, Sam Jones, Satch Sanders, KC Jones dan Al Butler. Mereka akhirnya berkumpul di kamar hotel Bill Russell, lalu sang MVP liga itu mengatakan, "Saya berpikir kami tidak harus bermain."

Russell mengatakan kepada media setelah kembali ke Boston, "Saya tidak akan bermain di tempat mana pun lagi, bila dalam keadaan seperti itu."

1964: Pemain All-Stars mengancam boikot

Pada 14 Januari 1964, NBA All-Star Game akan disiarkan langsung di TV untuk pertama kalinya. Presiden Asosiasi Pemain Tommy Heinsohn mengadakan pertemuan dengan Presiden NBA J. Walter Kennedy, perwakilan pemilik klub Fred Zollner dari Detroit Pistons dan beberapa pemain.

Inti pertemuan itu adalah membahas tentang masa depan pemain, termasuk tentang gaji dan masa depan pemain setelah pensiun nanti. Semua hal berlangsung lancar dan mereka berjabat tangan, tapi tidak ada kesepakatan tertulis.

Tiga jam sebelum waktu pertandingan, beberapa pemain meminta dokumen hasil pertemuan itu ditandatangani. Kennedy sebagai Presiden NBA memberikan jawaban bahwa pemilik klub menolak melakukan hal ini.

Kemudian, lima menit sebelum tip-off, pada pemaian memilih tidak bertanding. Baylor dan Russell termasuk di antara mereka. Kennedy akhirnya menyerah, dan para pemain menang, dengan mendapatkan dokumen pertemuan yang sudah ditandatangani pemilik klub. Laga All-Star dimulai, namun terlambat 15 menit.

2014: Clippers protes Donald Sterling

Pada 26 April 2014, Donald Sterling sebagai pemilik LA Clippers membuat komentar rasis kepada pacarnya, V. Stiviano, yang rekamannya dirilis TMZ. Anggota tim mengadakan pertemuan untuk membahas gim keempat dari seri playoff putaran pertama melawan Golden State Warriors. Mereka memutuskan untuk bermain, tetapi tetap ingin melakukan protes.

Clippers tetap masuk lapanga pada 27 April, mereka melepas jaket pemanasan Clippers dan meninggalkannya di tengah lapangan. Para pemain memakai kaus kemeja lengan panjang merah dengan logo tim terbalik. Mereka bermain dengan kaus biru dengan tulisan Los Angeles di bagian depan, bersama dengan kaus kaki dan ban lengan hitam.

Dua hari kemudian, Sterling dilarang berada di komunitas NBA seumur hidup.

2014: Munculnya kaus 'I Can't Breathe'

Pada bulan Desember 2014, para pemain NBA mengenakan kaus hitam selama pemanasan sebelum pertandingan dengan kalimat "I Can't Breathe" terpampang di bagian depan. Mereka memakai itu untuk menghormati Eric Garner, seorang pria kulit hitam yang mengucapkan kata-kata tersebut sebelum meninggal ketika dicekik oleh polisi New York City Daniel Pantaleo pada bulan Juli 2014.

Beberapa bulan setelahnya terjadi lagi peristiwa penembakan. Michael Brown, seorang pria kulit hitam berusia 18 tahun dari Ferguson, Missouri, ditembak dan dibunuh oleh petugas polisi bernama Darren Wilson.

LeBron James dan mendiang Kobe Bryant termasuk di antara bintang NBA yang memakai kaos "I Can't Breathe".

Darren Wilson mengundurkan diri dari jabatannya pada November 2014. Sementara Daniel Pantaleo dipecat pada Agustus 2019.

2018: Celtics dan Kings mencari keadilan atas Stephon Clark

Pada 25 Maret 2018, pemain dari Boston Celtics dan Sacramento Kings mengenakan kaus bertuliskan "Acountability. We Are One." di bagian depan, dan "#StephonClark" di bagian belakang selama pemanasan sebelum gim. Stephon Clark adalah seorang pria kulit hitam berusia 22 tahun yang ditembak setidaknya tujuh kali oleh dua petugas polisi Sacramento, saat memegang ponsel. Dari peristiwa tersebut, ternyata tidak ada petugas polisi yang dihukum. Keduanya keduanya masih bekerja tugas aktif.

Jadi aksi-aksi protes inilah yang pernah dilakukan oleh pemain-pemain NBA. Ternyata sudah berlangsung sejak lama. Minggu ini, mereka melakukan aksi yang lebih besar lagi, yaitu boikot pertandingan selama tiga hari berturut-turut. (tor)

Foto: NBA

Komentar