Sebelum dimulainya fase “Big Three”, ada sebuah fase dimana dua pemain bintang bermain di satu tim yang sama, seperti Michael Jordan bersama Scottie Pippen di Chicago Bulls, John Stockton dengan Karl Malone di Utah Jazz, dan masih banyak lagi duet yang menonjol.

Periode tahun 2000-an, Los Angeles Lakers merupakan klub tersukses di NBA dengan raihan lima gelar juara NBA. Bahkan, Lakers, sampai dengan saat ini, menjadi satu-satunya tim di periode tahun 2000-an yang meraih gelar juara secara tiga kali beruntun. Kesuksesan yang diraih Lakers tidak terlepas dari duet yang pernah dimiliki.

Musim 1996-1997, Lakers memulai langkah untuk membangun dinasti three-peat. Mereka merekut senter muda yang sedang mencuri perhatian di NBA, Shaquille O’Neal. Di tahun yang sama, tim asal Los Angeles ini juga melakukan transaksi menukar Vlade Divac ke Charlotte Hornets demi anak muda yang baru lulus dari high school, Kobe Bryant.

Diawal kedatangan, O’Neal diprediksi akan menjadi wajah utama Lakers, namun seiring berjalannya waktu, Bryant berkembang menjadi pemain yang patut diperhitungkan. Rata-rata produktivitas angkanya selalu meningkat diiringi dengan efisiensi serangan diatas satu angka pada setiap penguasaan. Situasi ini membuat Bryant secara perlahan mencuri perhatian manajemen Lakers dan membuat O’Neal merasa iri.

Statistik individu yang diberikan Bryant dan O’Neal berbanding terbalik dengan prestasi yang diberikan. Babak final wilayah barat musim 1997-98, menjadi pencapaian terbaik duet Bryant dan O’Neal di tiga musim awal bersama Lakers.

Gagal selama tiga musim beruntun, membuat manajemen Lakers mengambil langkah untuk mendatangkan pelatih legendaris yang meraih sukses di Chicago Bulls bersama duet Michael Jordan dan Scottie Pippen, Phil Jackson. Lakers langsung mendapatkan dampak positif dari kedatangan Jackson. Mereka meraih gelar juara dengan mengalahkan Indiana Pacers. Kesuksesan Lakers berlanjut sampai dengan musim 2001-2002.

Duet ini sempat kembali mencapai babak final di musim 2003-2004, namun Detroit Pistons berhasil menghentikan impian duet Bryant dan O’Neal untuk meraih cincin juara ke empatnya. Pada partai final ini, O’Neal memimpin Lakers dengan efisiensi 1,1 angka pada setiap penguasaan. Namun, Bryant dengan rata-rata usage tertinggi berhasil diredam oleh Pistons. Dia hanya menghasilkan efisiensi 0,9 angka. Partai final ini, ternyata juga menjadi akhir duet O’Neal dan Bryant. Pada musim selanjutnya, O’Neal pindah ke Miami Heat untuk membuat duet baru bersama Dwayne Wade.

Pindahnya O’Neal di musim 2004-2005, praktis membuat Bryant menjadi pusat permainan Lakers. Tetapi, Bryant tidak dapat mengangkat Lakers seorang diri. Lakers hancur lebur dengan hanya berada di peringkat 12 wilayah barat. Manajemen Lakers mencoba kembali menemukan pasangan Bryant. Pilihan itu jatuh kepada pemain muda, Andre Bynum.

Duet Bryant dan Bynum berhasil membawa Lakers kembali ke babak playoff. Namun, dalam dua musim beruntun, mereka dihempaskan oleh Phoenix Suns di babak pertama playoff. Pada musim 2007-08, Bynum mengalami cedera, sehingga Lakers mengambil langkah untuk melakukan pertukaran pemain dengan Memphis Grizzlies. Pertukaran ini sempat menjadi kontroversial karena Grizzlies mendapatkan pemain yang tidak sepadan dengan yang mereka berikan kepada Lakers. Grizzlies mendapatkan Kwame Brown, Javaris Crittention, Aaron McKie, Marc Gasol dan dua draft pick, sedangkan Lakers mendapatkan pemain All-Star, Pau Gasol.

Musim perdana two man game Bryant dan Gasol hanya berhasil mengantarkan Lakers kembali ke babak final. Duet baru ini belum cukup untuk mengalahkan rival abadi Lakers, Boston Celtics, yang kala itu baru saja diperkuat big three (Kevin Garnet, Ray Allen, dan Paul Pierce). Lakers baru berhasil meraih gelar juara lewat kerjasama Bryant dan Gasol di musim 2008-2009.

Pada musim 2008-2009, duet Bryant dan Gasol merupakan salah satu duet terbaik di NBA. Mereka berada di peringkat ke dua dalam hal rata-rata produktivitas angka, dibawah duet Chris Paul dan David West. Net Rating berada di peringkat ke empat dari duet yang memiliki minimal 2.000 menit bermain. Selain itu, Gasol menjadi fasilitator kedua bagi Bryant. Sebaliknya, Bryant merupakan fasilitator tertinggi untuk Gasol. Action yang saling mendukung bagi mereka berdua, yaitu cut, hand off, spot up dan pick and roll man.

40 persen produktivitas angka cut Bryant dihasilkan dari kreasi yang diciptakan oleh Gasol. Lakers memakai play 3-2 atau triangle offense dengan Gasol dan Bryant berada di area pin post. Pemain wing melakukan umpan ke Gasol diteruskan dengan down screen ke Bryant di area sisi lemah pin post. Gasol akan mengirim umpan ke Bryant setelah berhasil melakukan cut memanfaatkan  down screen yang dibuat pemain wing.

Pada saat melawan Phoenix Suns, strategi cut diantisipasi dengan cara pemain bertahan melakukan switch, namun dengan cerdik Bryant memanfaatkan situasi mis match karena yang melakukan penjagaan di area lima kaki adalah Steve Nash.

 


Play triangle juga dapat dikembangkan dengan action hand off. Saat play triangle dengan action hand off dijalankan, posisi Kobe bukan berada di area pin post, melainkan berpindah di area corner. Pemain wing mengirimkan umpan ke Gasol di area pin post. Setelah itu, pemain wing melakukan down screen ke area corner diikuti Bryant melakukan cut mendekati Gasol untuk melakukan hand off.

Variasi selanjutnya, apabila pemain wing memberikan umpan ke Bryant lalu pemain wing melakukan flash cuts, maka Bryant dapat memanfaatkan Gasol, yang memiliki efektivitas tembakan 37 persen di area perimeter, untuk melakukan spot up.

Di musim terakhir berseragam Grizzlies, Gasol piawai menghasilkan produktivitas angka melalui post up. Dia berada di persentil 89. Menariknya, tandem Gasol di area pin post bukan pemain berposisi forwarda atau senter, melainkan Bryant, yang bermain di posisi garda. Penempatan Bryant di area pin post saat melakukan serangan bukan tanpa alasan. Kobe dapat memberikan ancaman ketika melakukan post up. Rata-rata points per possession di setiap musim, selalu menunjukkan grafik peningkatan hingga berhasil menembus satu angka dari setiap penguasaan. Catatan tersebut membuat Gasol atau Bryant dapat menciptakan penjagaan ganda ketika melakukan post up sehingga salah satu dari Gasol atau Bryant dapat berdiri bebas untuk melakukan cut atau spot up.

Kelebihan Gasol di area perimeter membuat Bryant dapat membuat action yang tidak dapat dilakukan dengan dua duet sebelumnya, yaitu action pick and pop. Bahkan, frekuensi pick and pop yang dimiliki Gasol lebih tinggi dibandingkan pick and roll. Efektivitas keduanya berada diatas 40 persen. Keadaan ini mengakibatkan lawan akan mengalami kendala ketika melakukan penjagaan. Apabila dilakukan switch maka Gasol akan melakukan roll dengan efektivitas tembakan 73,1 persen, jika tidak dilakukan switch maka Gasol akan melakukan pop dengan efektivitas tembakan 46,4 persen, atau Bryant sendiri yang akan menghukum lawan dengan efektivitas tembakan 42,4 persen.

Kedatangan Gasol membuat Lakers kembali memiliki duet yang berhasil mengembalikan Lakers ke jalur juara. Gasol merupakan duet yang semprurna bagi Bryant karena dapat melakukan hal yang tidak dapat dilakukan dua duet sebelumnya. Selain itu Gasol tetap dapat memainkan peranan penting bagi tim tanpa mengurangi peran utama Bryant. (*)

Foto: Bleacherreport

Populer

Charles Barkley Tak Setuju Jika Pemain NBA Dikirim ke Olimpiade
Orlando Magic Jadi Salah Satu Tim dengan Kondisi Finansial Terbaik Musim Depan
Puma Speedcat, Sepatu Balap Retro yang Kembali Tenar
Sasha Vezenko Kembali ke Olympiacos Karena Tak Nyaman di NBA
Derek Fisher: NBA Modern Sama dengan WWE
Nike Lakukan Tes Pasar untuk Jordan Poole dengan Nike GT Cut 3 PE
Ekspansi NBA Ditunda Sampai Boston Celtics Terjual
ESPN Incar Shams Charania atau Chris Haynes untuk Ganti Adrian Wojnarowski
Kisah JoJo dan RiRi yang Kandas Karena Bukan Pemain All-Star
Sisi Romantis LeBron James Keluar Saat Ulang Tahun Istrinya