Seperti yang sudah kami tulis, perburuan gelar individu untuk pemain NBA sudah bisa dibilang berakhir. NBA memutuskan, penentuan peraih gelar individu akan dilandasi pada penampilan pemain sebelum NBA hiatus pada 11 Maret lalu. Artinya, Orlando ini akan benar-benar menjadi ajang perburuan gelar juara dan MVP final saja.

Atas dasar ini, membuat prediksi kepada siapa gelar tersebut akan jatuh juga semakin mudah. Pasalnya, situs resmi NBA juga sudah menyajikan semua data statistik untuk kita menebak siapa kira-kira yang mendapatkan gelar individu tertentu. Di sisi lain, memberikan gelar individu kepada pemain sering sekali bias dengan kondisi tim mereka.

Seperti pada tahun 2017, saat Russell Westbrook memiliki rataan tripel-dobel untuk kali pertama. Banyak pandangan miring bahwa Westbrook hanya baik seorang diri, timnya tak begitu baik. Namun, tetap saja, Westbrook dengan catatannya sangat memenuhi kriteria untuk disebut sebagai Most Valuable Player atau pemain paling berharga di liga.

MVP – Giannis Antetokounmpo

Untuk gelar MVP, pilihan saya jatuh kepada Giannis Antetokounmpo. Bukan sebuah pilihan mengejutkan mengingat Giannis memang sudah sangat mendominasi musim lalu. Musim ini, setelah melihat catatan statistik lanjutan, Giannis memiliki Player Impact Estimate (PIE) tertinggi di NBA dengan 23,9.  PIE adalah sebuah statistik lanjutan yang dikembangkan NBA untuk melihat kontribusi pemain terhadap sebuah pertandingan. Semakin besar angka PIE, maka semakin besar kontribusi pemain.

Tak hanya perhitungan PIE, Giannis juga memimpin NBA dalam urusan Net Rating. Net Rating adalah perhitungan perbedaan poin memasukkan dan kemasukan tim saat pemain tersebut ada di lapangan. Angka Net Rating Giannis adalah 16,1.

Lawan Giannis untuk gelar MVP tampaknya cuma LeBron James. James berada di urutan kedua PIE dengan 20,0. Saya sendiri sempat berpikir LeBron layak menjadi MVP musim ini. Namun, secara statistik, selain kalah di PIE, LeBron juga memiliki rasio kemungkinan turnover (TOV%) lebih tinggi dari Giannis. LeBron 15,3 persen, Giannis 13,1 persen.

LeBron bisa saja menjadi MVP jika para pemilik suara nanti memilih berdasarkan fakta bahwa LeBron berusia 35 tahun, memasuki musim ke-17 di NBA, dan masih mendominasi. Hebatnya lagi, LeBron juga bermain di posisi yang berbeda sepanjang kariernya. Musim ini, 57 persen menit bermain LeBron dihabiskan sebagai point guard. Dalam 16 musim ke belakang, secara rata-rata, LeBron hanya satu persen menit bermainnya dengan posisi itu. LeBron bukan lagi seorang small forward dan untuk musim pertamanya sebagai point guard, catatan 10,6 asis per gim adalah sebuah angka yang hebat.

Defensive Player of the Year (DPOY) – Giannis Antetokounmpo

Dominasi Giannis dan alasan mengapa ia layak meraih gelar MVP kedua secara beruntun adalah kemampuannya bertahan. Giannis memimpin liga untuk Defensive Rating dengan 96,5. Artinya, dalam 100 penguasaan bola di mana Giannis di lapangan, timnya hanya kemasukkan 96,5 poin, atau tidak sampai 1 poin per penguasaan bola.

Giannis juga memiliki insting melalukan defensive rebound yang baik. Ia hanya kalah dari Andre Drummond di statistik Defensive Rebound Percentage (DReb%) dengan 30,5 persen. Andre memimpin liga dengan 33,6 persen.

Lawan Giannis di daftar ini adalah Anthony Davis. AD (sapaan Davis) membantu Lakers menjadi tim dengan Defensive Rating terbaik ketiga di liga, di bawah Bucks dan Raptors dengan 105,5. Seperti Giannis, AD adalah pemain yang cukup lincah untuk ukuran tubuhnya. Hal itu membuatnya bisa menjaga senter dan power forward dengan sama baiknya.

Rookie of the Year (ROTY) – Ja Morant

Untuk gelar pemain tahun pertama terbaik, saya tanpa ragu menyebut Ja Morant. Jika Anda ingin memasukkan Zion sebagai persaingan, silakan saja, tapi bagi saya, jumlah gim yang terlalu sedikit membuat Zion tak layak masuk dalam perebutan gelar ini. Jika ada lawan yang sepadan dengan Ja, seharusnya adalah ruki Heat, Kendrick Nunn.

Di musim pertamanya di liga, Ja sudah memimpin barisan pemain tahun pertama untuk Usage Percentage (USG%) dengan 25,8 persen. USG% tinggi Ja bagsunya juga diimbangi dengan PIE yang tinggi dengan 13,1. Angka PIE Ja merupakan yang tetringgi kedua di antara ruki yang bermain setidaknya 40 gim. Satu-satunya pemain dengan PIE tertinggi dari Ja adalah rekan satu timnya, Brandon Clarke.

Sixthman of the Year - Dennis Schroder

Sebagai pemain cadangan, setiap pemain punya peran yang berbeda-beda. Akan tetapi, semua rasanya sepakat bahwa untuk gelar pemain cadangan terbaik, yang kita butuhkan adalah pemain yang bisa menggantikan posisi pemain utama untuk mengontrol permainan dan atas hal ini, pilihan saya jatuh ke Dennis Schroder.

Musim ini, dengan kedatangan Chris Paul, Dennis hanya satu kali menjadi pemain utama. Pun begitu, ia tetap memiliki rataan menit bermain 31,0 menit per gim. Menariknya, dari jumlah tersebut, ia mampu menyumbangkan 19,0 poin per gim, tertinggi di antara barisan cadangan lainnya di NBA. Ia juga menambahkan 3,7 rebound (tertinggi sepanjang karier) dan 4,1 asis per gim. Tak hanya produktif, Dennis juga efektif dengan eFG% di angka 53 persen.

Lawan Dennis untuk gelar ini adalah Sang Langganan, Lou Williams, dan rekan satu timnya, Montrezl Harrell. Namun, untuk kali ini, rasanya Lou tak berada di posisi unggul ketimbang Trezz (sapaan Montrezl). Lou tak efektif secara tembakan (eFG% 48 persen) dan memiliki rasio turnover tinggi (14 persen). Sedagkan Trezz tentunya lebih efektif dan memiliki peningkatan untuk Defensive Rating di angka 107 musim ini. Catatan ini tertinggi di kariernya.

Most Improved Player – Bam Adebayo

Bam Adebayo menjadi pelari terdepan di kategori ini. Secara statistik tradisional, hampir semua angka Bam naik dua kali lipat. Musim lalu, dengan 23,3 menit per gim, ia mencetak 8,9 poin, 7,3 rebound, 2,2 asis, 0,9 steal, dan 0,8 blok per gim. Musim ini, dengan 34,4 menit, Bam menghasilkan 16,2 poin, 10,5 rebound, 5,1 asis, 1,2 steal, dan 1,3 blok per gim.

Bam membuat dirinya menjadi senter yang tak semua tim miliki. Jika rata-rata senter kini bertransformasi meningkatkan kemampuan menembak jarak jauh, Bam justru berkembang menjadi senter fasilitator. Kemampuan menembak jarak jauhnya belum cukup berkembang, tapi kemampuannya membaca permainan di lapangan jauh berubah dari musim lalu.

Lawan Bam di gelar ini adalah Brandon Ingram. Serupa dengan Bam, Brandon juga mengalami perkembangan di statistik tradisional, utamnya poin. Menariknya, catatan poin Brandon meningkat pesat (dari 18,3 ke 24,3) meski hanya mengalami kenaikan menit bermain tak sampai satu menit (dari 33,8 ke 34,3). Namun, secara keseluruhan, Brandon masih tak menunjukkan perubahan signifikan kecuali di poin.

Coach of the Year – Nick Nurse

Saat Raptors menjadi juara musim lalu, banyak yang beranggapan bahwa keberuntungan menjadi faktor utama mereka meraih gelar tersebut, plus Kawhi Leonard. Kini, semusim berselang, tanpa Kawhi, Nick Nurse menunjukkan bahwa gelar juara tersebut datang karena sistem yang luar biasa. Tanpa Kawhi, Raptors tetap tegak di urutan kedua klasemen sementara Wilayah Timur dengan 46 kemenangan.

Raptors tampil seolah tanpa bintang utama yang ditugaskan untuk selalu mencetak poin. Pascal Siakam, Serge Ibaka, Kyle Lowry, Fred Vanvleet, Marc Gasol, Norman Powell, bahkan ruki, Terrence Davis, bisa jadi ancaman untuk semua lawan mereka. Di sisi lain lapangan, pertahan Raptors benar-benar mengerikan. Rotasi mereka mengalir, komunikasi mereka tampak berjalan dengan sempurna. Andai saja mereka punya Giannis, mungkin saja Raptors menjadi tim paling mengerikan di NBA. Namun, tanpa satu pemain spesial seperti Giannis, Raptors tetap jadi tim bertahan terbaik kedua di NBA dengan defensive rating di angka 104,9. Nick Nurse layak mendapat apresiasi atas ini.

Foto: NBA

Komentar