Banyak sekali rilisan-rilisan sepatu yang tertunda karena pandemic COVID-19. Pengungkapan secara daring kemudian jadi solusi guna tetap mempertahankan penjualan dengan mengedepankan promosi gencar. Itulah yang dilakukan lini olahraga lokal League. Mereka tetap percaya diri mengumumkan penjualan siluet Clash 2 via situs resmi.

Kesan pertama saya akan sepatu ini adalah tampilan yang modern minimalis. Warna dominan putih menyelimuti bagian atas. Terdapat kuncian berbahan plastik TPU pada bagian tumit. Bantalan EVA yang dicetak sedemikian rupa menghiasi sol samping. Sementara sol karet cokelat muda jadi tumpuan untuk menyediakan traksi.

Seperti namanya, apa yang sedang Anda lihat ini adalah edisi kedua. Clash pertama dinamai Clash LA. Sebuah sepatu basket dengan padanan warna yang cenderung terang dan menarik mata. Panel-panelnya tampak lebih rumit guna melahirkan komponen yang kokoh.

Clash 2 tampaknya punya konsep yang berbeda meski punya sudut-sudut nyaris serupa. Bagian atasnya hanya memuat dua panel besar berbahan nilon yang dianyam (mesh) dengan struktur berbeda. Bagian lidah juga terbuat dari bahan yang sama dengan ornamen dari kulit sintetis berisi identitas sepatu yang dibuat memanjang dari ujung atas hingga tengah.

“Kami ingin menghasilkan  sesuatu yang segar di kategori basket League. Maka dari itu dibuat lebih simple dan minimalis terinspirasi dari para konsumen sepatu lari. Mereka ingin sepatu lari yang simpel dan bisa juga dipakai harian,” tutur Mikhael Romeo selaku desainer melalui wawancara daring.

Pria yang pernah mengenyam pendidikan singkat di Pensole Academy tersebut menyebutkan unsur-unsur unggulan pada sepatu ini. “Pemilihan bahan jadi kunci di sini. Mesh kami pilih untuk memaksimalkan sirkulasi udara yang baik. Penyajiannya kami buat sedemikian rupa agar dapat menonjolkan kesan kuat didukung heel counter berbahan plastik TPU. Kombinasi tersebut menghadirkan kesan kokoh,” lanjutnya.

Mikhael Romeo Opondita merupakan satu dari beberapa pemuda Indonesia yang belajar ilmu desain sepatu ke Pensole Academy, Amerika Serikat. Sekolah ini didirikan dan dikelola oleh D'Wayne Edwards, mantan desainer Air Jordan dan lini sepatu internasional lainnya. Wawancara saya dengan Mikhael telah terbit di Majalah Mainbasket edisi Desember 2018. Ia bercerita cukup banyak tentang pengalamannya belajar di Negeri Paman Sam. 

Saya belum mencobanya untuk bermain basket. Namun, pikiran saya melayang membayangkan bagaimana sirkulasi udara pada bagian kaki akan lebih lancar. Warnanya yang netral membuat kita bisa memadankannya dengan warna seragam tanding apapun. Lebih bagus bila memakainya dengan jersey berwarna putih, atau yang punya garis maupun ornamen berwarna senada.

Bagian lain yang layak disebutkan adalah panel yang melingkari mata kaki hingga tumit. League menerapkan Mesh dengan delapan jahitan horizontal. Terdapat enam lubang tali sejajar. Tiga yang paling depan berbahan nilon yang dijahit di panel utama depan. Kaki bagian depan akan terkunci bila kita menarik tali di lubang ini.

Kuncian ekstra disajikan melalui tiga lubang tali di ujung berlapis kulit sintetis. Bagian ini punya dua ekstra lubang tali sehingga kita punya pilihan gaya menali yang lebih rapat. Untuk sekadar jalan-jalan, tiga tali di barisan dalam bisa jadi pilihan. Lalu, dua lubang tambahan di sisi luar bisa jadi penambah kerapatan saat kita akan memakainya bermain basket.

Tak banyak penjelasan teknologi pada bagian bantalan. Kendati demikian, Clash 2 menyediakan bantalan yang cenderung empuk. Rasa nyaman itu sudah bisa dirasakan meski tak menambahkan sol dalam tambahan seperti yang biasa kita temui di sepatu basket impor. Ketebalannya menurut saya pas. Layak dipakai harian namun juga mumpuni di atas lapangan.

Sol karet bernama Flexolite hadir guna melengkapi tampilannya. Lewat deskripsi produk, League mendaku bahwa Flexolite adalah karet elastis yang mereka gunakan untuk menyediakan traksi dan kekesatan yang dibutuhkan. Ukiran pada bagian bawahnya dibuat berbeda di setiap sisi sesuai dengan kebutuhan kaki saat bermain basket.

Baca juga: Membedah League Shift, Gebrakan Sepatu Basket Lokal Sarat Inovasi

League membanderolnya dengan harga Rp699.000. Harga layak untuk sepatu basket dengan visi pemakaian harian itu. “Kondisi serba terbatas seperti sekarang tak menyurutkan kami untuk tetap melepasnya ke publik. Saya yakin tanggapan positif akan tetap hadir,” ujar Romeo. Ia menjanjikan bahwa perusahaannya akan menjual Clash 2 dengan varian warna baru di kemudian hari.

Mainbasket juga sempat mencoba edisi Shift  Sepatu basket yang punya segudang teknologi. Bagian yang paling saya suka adalah plat plastik di dalam bantalan. Dua jenis bantalan EVA di bantalannya menghadirkan sensasi berbeda saat memakainya. Serta bagian atas yang menerapkan teknologi Exo-web guna menghadirkan rasa kokoh namun tetap ringan.

Dari kacamata awam saya, Shift hadir sebagai sepatu basket berperforma mumpuni dengan segala kelebihannya. Sementara Clash 2 jadi pengisi mereka yang membutuhkan sepatu basket dengan tampilan minimalis agar percaya diri memakainya untuk beraktivitas harian.

Komentar