Setelah artikel Theo Maledon naik di unggahan instagram @mainbasket, banyak komentar meminta kami mengulas tentang talenta-talenta muda Eropa di NBA Draft 2020. Dari komentar dan berdasarkan daftar prediksi pilihan draft di beberapa media, tiga nama Eropa tertinggi adalah Deni Avdija, Killian Hayes, dan Theo Maledon. Sebenarnya, dalam beberapa rilisan media, ada juga nama seperti Aleksej Pokusevski (Olympiacos) dan Leandro Bolmaro (Barcelona).

Theo Maledon

Namun, di ulasan kali ini, saya hanya akan membahas tentang tiga nama pertama. Untuk Theo, saya sudah memberikan sedikit pendapat saya mengenai gaya bermainnya di artikel lalu. Berdasarkan beberapa highlights, Theo menunjukkan fundamental yang cukup bagus. Caranya melindungi bola, memanfaatkan pick n roll, dan membuat jarak dengan lawan saya rasa bisa membuatnya bersaing di NBA.

Akan tetapi, Theo masih jauh dari kata agresif. Meski rataan asisnya tidak tinggi, pemain ini pada dasarnya memiliki mental pass first atau mengutamakan melayani rekan-rekannya. Ia menginisiasi serangan dan tidak cukup sering mengambil tembakan sendiri.

Berdasarkan data dari RealGM, di musim 2019-2020, rata-rata Theo hanya mencoba  5,7 tembakan per gim (dari total 46 penampilan di Liga Prancis, Leaders Cup, dan EuroLeague). Di beberapa video, sebelum melepaskan tembakan pun, Theo masih sering ragu-ragu apakah ia akan mengumpan atau tidak.

Akurasi tripoinnya memang lebih bagus dari Killian, tapi agresivitas dan efisiensi tembakannya tidak lebih baik. Akurasi tripoin Theo 33 persen, tapi efektivitas tembakannya (eFG%) hanya 49 persen. Pemain dengan karakter seperti ini biasanya akan terpilih lebih dari urutan ke-10 tapi tidak lebih dari 20. Hanya beberapa tim saja yang suka dengan pemain dengan tipikal permainan seperti ini. San Antonio Spurs, Utah Jazz, dan Boston Celtics saya rasa akan jadi tempat yang cocok untuk Theo.

Untuk bertahan lama di NBA, efisiensi tembakan akan jadi pekerjaan rumah utamanya. Ia harus menemukan tempat-tempat terbaik untuk melepaskan tembakan dan mencari cara agar bisa bebas berdiri di area tersebut. Di sisi lain, ia juga harus terus mengurangi persentase turnovernya yang musim ini berada di angka 20 persen.

Killian Hayes

Membandingkan Theo dengan Killian Hayes memang masuk akal mengingat keduanya bermain di posisi yang sama. Akan tetapi, perbedaan mencolok gaya bermain keduanya membuat hal ini kurang apple to apple. Di sisi lain, kompetisi yang diikuti keduanya juga cukup berbeda jauh hingga cukup sulit untuk membandingkan keduanya.

Gaya bermain adalah perbedaan terbesar Theo dengan Killian. Jika Theo bisa dibilang tipikal garda fundamental dan bergerak pasti, maka Killian adalah sebaliknya. Ia cukup atletis dan tak ragu-ragu dalam menyerang lawan, utamanya menerobos ke area kunci. Seperti yang dibahas di atas, Killian kalah dalam hal akurasi tripoin tapi unggul untuk efisiensi tembakan.

Pasalnya, Killian memang sangat gemar menyerang area kunci lawan dengan atletismenya. Akurasi tripoin Killian hanya di angka 29 persen, tapi efektivitasnya cukup oke dengan 53 persen. Killian sedikit mengingatkan saya dengan John Wall yang juga cukup atletis dan tidak cukup baik dalam melepaskan tembakan jarak jauh.

Kesamaan lain keduanya adalah melihat posisi teman yang terbuka. Killian membukukan catatan 5,4 asis per gim dari seluruh 33 laga yang ia mainkan. Sementara Wall memiliki rataan asis sepanjang karier di angka 9,2 asis per gim. Namun,serupa dengan Wall, Killian juga punya catatan turnover yang tinggi dengan 3,2 turnover per gim atau setara dengan TOV% 25 persen. Wall memiliki rataan 3,8 turnover per gim sepanjang kariernya dan TOV% 17,3 persen.

Satu hal yang bisa jadi kelebihan dan kekurangan dalam diri Killian adalah fakta bahwa dirinya adalah pemain yang dominan menggunakan tangan kiri. Hal ini biasanya jadi keuntungan karena mayoritas orang di dunia dan juga pemain NBA adalah dominan tangan kanan. Namun, di level sekarang, hal itu belum bisa disebut sebagai keuntungan Killian.

Alasannya, dalam semua video permainan Killian, pemain ini hampir selalu menyerang ke arah dominan tangannya tersebut. Ya, ia hampir selalu menerobos lewat arah kiri dirinya atau arah kanan pemain lawan. Di level NBA, jika tak berkembang, Killian akan dengan mudah dibaca oleh lawan-lawannya. Oleh karena itu, pekerjaan rumah Killian sebelum nantinya benar-benar bermain di NBA adalah menurunkan turnover, memperbaiki tembakan tripoin, dan menambah variasi lantunan bola (dribble) dengan memperkuat penggunaan tangan kanannya.

Pemain seperti Killian akan menjadi banyak rebutan tim-tim NBA di malam draft nanti. Atletisme adalah hal yang sangat dicintai di NBA (utamanya saat draft). Namun, rasanya, tim yang bisa menggunakan jasanya adalah tim yang disesaki jajaran penembak jitu. Charlotte Hornets, Sacramento Kings, dan Phoenix Suns mungkin akan berpikir keras mengenai kemampuan Killian.

Deni Avdija

Satu nama terakhir yang akan saya ulas memiliki posisi berbeda dari dua nama sebelumnya. Ya, Deni Advija memiliki tinggi badan 203 sentimeter dan biasa bermain sebagai pemain sayap (shooting guard atau small forward). Meksi biasa bermain di posisi sayap, kemampuan melantun bola Deni cukup baik. Ia mampu membuat situasi sendiri dengan posisi satu lawan satu.

Namun, satu hal yang mengesankan saya dari banyak video cuplikan permainan Deni adalah kemampuannya membaca situasi serangan. Ia bergerak tanpa bola dengan cukup bagus, membuka ruang (spacing) juga cukup bagus untuk pemain berusia 19 tahun. Hal ini adalah modal utama untuk pemain yang berposisi bukan sebagai pembawa bola utama tim.

Akurasi tripoin keseluruhan di angka 34 persen (37 persen di sembilan gim Liga Israel) semakin menyempurnakan Deni sebagai seorang pemain sayap. Untuk keseluruhan tembakan, baik secara produktivitas (TS%) dan efektivitas (eFG%), Deni memiliki catatan di atas rata-rata NBA dengan 59 persen.

Jika menyamakan gaya bermainya dengan pemain NBA sekarang, saya melihat Deni adalah versi lebih baik dari seorang Bogdan Bogdanovic (Kings). Jika dilihat secara paket ketangkasan tentunya, karena jika dilihat dari akurasi tembakan jauh, maka Bogdan akan melesat jauh. Saya sempat berpikir menyamakan Deni dengan Danilo Gallinari (Oklahoma City Thunder), tapi ada perbedaan besar di antara keduanya.

Selain perbedaan tinggi dan posisi (Galo lebih tinggi lima sentimeter dan lebih banyak bermain sebagai stretch four), gaya bermain keduanya sudah sangat berbeda. Gayo flamboyan dengan mengandalkan tembakan jarak jauhnya yang mematikan (39 persen tripoin sepanjang karier) sedangkan Deni seperti yang sudah saya tulis adalah pemain yang cukup aktif di semua area lapangan.

Jika saja Deni bisa meningkatkan akurasi tripoinnya di kisaran 36 persen (atau 37 persen seperti di Liga Israel), maka jangan kaget jika Deni bisa jadi pilihan tim seperti Golden State Warriors (jika mereka dapat pilihan pertama). Ya, menurut saya ia akan jadi pelengkap manis Warriors dengan paket ketangkasan yang ia punya. Pun jika nantinya Warriors tak memilihnya, saya rasa Deni akan sangat bagus bergabung dengan tim mana saja yang memiliki fasilitator yang baik.

Tiga nama di atas adalah tiga talenta terbaik (menurut saya) dari Eropa untuk NBA Draft 2020 ini. Pesan saya, jangan sedikitpun Anda membandingkan ketiganya dengan talenta Eropa terbaik seperti Luka Doncic. Luka adalah sebuah pengecualian yang mungkin hanya hadir dalam kurun waktu terentu. Pun begitu, tiga nama di atas menurut saya masih akan memberikan warna baru di NBA dan mungkin saja bisa mengejutkan banyak pihak.

Jika ada beberapa hal yang menurut Anda kurang tepat dari ulasan di atas, bisa langsung memberikan sanggahan Anda dengan mengirim tulisan sanggahan ke mainbasket@gmail.com. Pun juga jika Anda ingin menuliskan ulasan lain tentang basket, bisa langsung mengirim surel ke sana.

Foto: FIBA, EuroCup

 

Komentar