Australia (Peringkat Empat)

Australia, jadi tim perwakilan Zona Oceania yang paling jauh melaju di Piala Dunia FIBA 2019 dengan finis di peringkat empat. Australia meraih hasil sempurna di babak pertama dan kedua dengan meraih lima kemenangan tanpa sekali pun menelan kekalahan.

Pada babak perempat final, Australia menghadapi tim kejutan terbaik, Republik Ceko. Australia, yang unggul tiga faktor kemenangan, berhasil mengalahkan Republik Ceko dengan skor 82-70. Di babak semifinal, Australia, yang hanya unggul persentase offensive rebound, harus mengakui kekalahan atas Spanyol dengan skor 95-88. Dalam laga perebutan juara tiga dan empat, Australia berhadapan kembali dengan tim yang pernah dikalahkan pada babak kedua, Prancis. Namun,pada laga ini, Australia memperoleh hasil yang berbeda. Tim Negeri Kanguru itu harus mengakui kekalahan atas Prancis dengan skor 67-59.

Selama di babak perempat final, Australia, menjadi tim peringkat pertama dalam hal offensive rebound. Tingginya offensive rebound membuat Australia menjadi tim dengan kesempatan menghasilkan angka terbanyak di fase itu. Namun kesempatan tersebut gagal dimaksimalkan, bahkan, Australia jadi tim yang paling banyak membuang kesempatan dari turnover. Akibatnya, kesempatan yang terbuang membuat Australia menjadi tim dengan efisiensi terendah. Mereka memiliki 0,9 angka pada setiap penguasaan. Selain itu, rendahnya persentase tembakan gratis juga menjadi faktor rendahnya efisiensi serangan.

Faktor yang membuat Australia dapat merebut peringkat ke empat adalah kuatnya efisiensi bertahan. Mereka berhasil menjadi tim dengan efisiensi pertahanan terbaik. Australia hanya kemasukkan 0,9 angka pada setiap penguasan lawan. Efektivitas tertinggi lawan disumbangkan pada area lima kaki dan area tiga angka. Area lima kaki memiliki efektivitas tembakan 64 persen, sedangkan area tiga angka memiliki efektivitas tembakan 36 persen. Kedua area tersebut memiliki efektivitas tembakan lawan di atas rata-rata, tapi hanya selisih satu persen. Secara keseluruhan, hanya empat area yang memiliki efektivitas tembakan lawan di atas rata-rata dari 13 area.


Australia benar-benar mengandalkan seorang Patty Mills untuk menghasilkan produktivitas angka. Pemain asal klub San Antonio Spurs itu memiliki persentase TM Poss tertinggi dan menjadi satu-satunya pemain Australia yang memiliki rata-rata produktivitas angka dua digit. Mills berada di peringkat kedua dalam hal rata-rata produktivitas angka, yaitu 24,3 per pertandingan dengan persentase efisiensi tembakan 64 persen.

Australia menjadi tim dengan karakteristik yang berkebalikan dengan Serbia. Australia benar-benar mengandalkan kuatnya pertahanan untuk menutupi rendahnya efisiensi serangan. Hasil dari Australia menunjukkan kuatnya pertahanan akan lebih baik dibandingkan tim yang memiliki kekuatan serangan terbaik.

Prancis (Peringkat Tiga)

Pada ajang Piala Dunia FIBA 2019, Prancis, memiliki prestasi yang sama dengan gelaran sebelumnya, yaitu peringkat tiga. Prancis melalui babak pertama dan kedua dengan meraih empat kemenangan dan satu kekalahan dari Australia. Di babak selanjutnya, Prancis, yang lolos sebagai runner-up Grup  L, harus bertemu dengan juara Grup K, Amerika Serikat.

Prancis yang tidak diunggulkan justru berhasil lolos ke babak semifinal setelah mengatasi perlawanan Amerika Serikat dengan skor 79-89. Tingginya offensive rebound dan produktivitas tembakan gratis menjadi faktor kemenangan Prancis.

Di babak semifinal, Prancis kembali bertemu dengan tim asal zona Amerika, Argentina. Mereka tidak dapat mengulangi performa impresif seperti saat mengalahkan Amerika Serikat. Prancis, yang tidak mampu unggul di satu pun empat faktor kemenangan, harus menerima kekalahan dari Argentina dengan skor  80-66.

Pada laga perebutan peringkat tiga dan empat, Prancis bertemu dengan tim yang pernah mengalahkan mereka di babak kedua, Australia. Rudy Gobert dkk, belajar dari pengalaman saat menerima kekalahan di babak kedua. Prancis meningkatkan performa offensive rebound dan menurunkan persentase tembakan bebas Australia. Dengan strategi tersebut, Prancis berhasil mengakhiri perlawanan Australia dengan skor 67-59.

Prancis dan Australia memiliki karetiristik permainan yang sama, yaitu mengandalkan efisiensi pertahanan selama di perempat final. Prancis menjadi tim peringkat tiga dengan efisiensi pertahanan terbaik. Kuatnya efisiensi pertahanan Prancis dapat terlihat di area lima kaki dan area tiga angka. Area yang memiliki efektivitas tertinggi di perempat final, area lima kaki, berhasil diturunkan di bawah rata-rata. Lawan hanya dapat memiliki efektivitas tembakan 58 persen di area lima kaki. Area tiga angka merupakan area yang paling tinggi dalam upaya tembakan lawan, tapi lawan hanya memiliki efektivitas tembakan 32 persen, selisih tiga persen dibandingkan rata-rata.

Menjadi tim peringkat tiga yang memiliki offensive rebound dan peringkat empat dengan upaya tembakan gratis tidak membuat kesempatan menghasilkan angka Prancis menjadi tinggi. Rendahnya kesempatan menghasilkan angka Prancis disebabkan faktor rendahnya upaya tembakan. Bahkan, Prancis menjadi tim dengan upaya tembakan terendah di perempat final.

Prancis memiliki rata-rata 64,7 upaya tembakan, di mana 39,7 upaya tembakan berasal dari area dua angka dan 25 upaya tembakan berasal dari area tiga angka. Selain itu, rata-rata 64,7 upaya tembakan membuat Prancis memiliki tempo permainan paling lambat dengan rata-rata 71 penguasaan per pertandingan. Ironisnya, rendahnya upaya tembakan juga diikuti dengan rendahnya efektivitas tembakan. Prancis yang jadi tim dengan efektivitas tembakan terendah, 41 persen.

Rendahnya efektivitas tembakan membuat Prancis memiliki efisiensi serangan yang di bawah rata-rata. Mereka menduduki peringkat tujuh dari delapan tim dalam hal efisiensi serangan dengan satu angka pada setiap penguasaan.

Frank Ntilikina (25% TM Poss), Evan Fournier (31% TM Poss), dan Nando De Colo (26% TM Poss) menjadi pilihan serangan Prancis. Total 57 persen distribusi produktivitas angka berasal dari mereka bertiga. Ironisnya, hanya Nando De Colo yang memiliki efisiensi serangan untuk mendukung kesuksesan tim. Dia memiliki 1,1 angka pada setiap penguasaan.

Prancis memiliki karateristik tim dengan mengandalkan kuatnya pertahanan untuk meraih kemenangan, tetapi lemah dalam faktor serangan. Hanya satu dari tiga kontributor utama yang memiliki efisiensi serangan untuk mendukung kesuksesan tim. Prancis memiliki strategi untuk mendapatkan kesempatan menghasilkan angka dari offensive rebound dan tembakan bebas. Namun, strategi tersebut tidak berhasil karena tidak didukung dengan efektivitas tembakan.

Argentina (Peringkat Dua)

Juara Piala Dunia FIBA 1950, Argentina, tampil di Piala Dunia FIBA 2019, bukan sebagai unggulan. Prediksi tersebut tidak salah jika melihat daftar pemain yang dibawa oleh Argentina. Dari 12 pemain, tidak ada satu pun pemain yang berasal dari liga basket terbaik, NBA. Walau demikian, hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi Argentina untuk meraih hasil yang di luar perkiraan banyak pengamat basket.

Selama babak pertama dan kedua, Argentina tidak mengalami kesulitan untuk lolos ke babak perempat final dengan meraih lima kali kemenangan tanpa sekalipun menerima kekalahan. Lawan tangguh Argentina dimulai pada saat perempat final ketika berhadapan dengan peringkat dua dunia, Serbia.

Serbia, yang mempunyai statistik impresif terutama dalam hal serangan, lebih diunggulkan dibanding Argentina. Sampai dengan kuarter tiga berakhir, Argentina hanya unggul selisih satu angka, bahkan pada kuarter empat, Serbia sempat memimpin dua angka. Namun, keunggulan tersebut hanya bertahan satu menit. Argentina langsung menemukan momentum untuk kembali memimpin perolehan angka. Setelah keunggulan tersebut, Serbia tidak dapat mengejar ketertinggalan. Argentina berhasil lolos ke semifinal dengan skor 97-87. Argentina unggul pada faktor yang menjadi kekuatan utama Serbia, yaitu efektivitas tembakan.

Pada babak semifinal, Argentina berhadapan dengan Prancis. Kemenangan atas Amerika Serikat membuat Prancis lebih diunggulkan dibandingkan Argentina. Kreator kemenangan Prancis atas Amerika Serikat, Rudy Gobert, berhasil dikunci oleh para pemain Argentina. Gobert, yang menghasilkan dobel-dobel ketika berhadapan dengan Amerika Serikat, hanya memiliki tiga angka dengan efektivitas tembakan 33 persen. Dengan strategi tersebut, Argentina berhasil meraih kemenangan mutlak dengan skor akhir 80-66. Setelah 69 tahun menanti, Argentina kembali merasakan laga final Piala Dunia FIBA.

Dengan performa yang impresif ketika mengalahkan Serbia dan Prancis membuat prediksi laga final akan berlangsung ketat. Namun, prediksi tersebut tidak terwujud, Argentina tampil antiklimaks di laga final. Permainan kolektif dengan efektivitas tembakan yang tinggi berhasil dibaca oleh Spanyol. Argentina kalah mutlak atas Spanyol dengan skor 75-95.

Keunggulan Argetina di babak perempat final, yaitu persentase tembakan bebas. Mereka menempati peringkat dua dengan memiliki persentase tembakan bebas 28 persen. Keunggulan ini untuk menutup kelemahan Argentina pada efektivitas tembakan yang masih di bawah rata-rata. Area tiga angka menjadi faktor efektivitas tembakan yang masih di bawah rata-rata. Area tersebut menjadi area yang paling tinggi melepaskan upaya tembakan, namun menghasilkan efektivitas tembakan yang di bawah rata-rata. Sebaliknya, area perimeter yang paling rendah melepaskan upaya tembakan, justru menghasilkan efektivitas tembakan di atas rata-rata.

Argentina memiliki rata-rata efisiensi serangan sama dengan rata rata turnamen, yaitu 1,1 angka pada setiap penguasaan. Tingginya persentase tembakan gartis jadi strategi untuk membuat efisiensi serangan Argentina sama dengan rata-rata. Selain faktor persentase tembakan gratis, efisiensi serangan Argentina didukung oleh faktor rendahnya kesempatan yang terbuang dari turnover.

Mantan pemain NBA, Luis Scola, menunjukkan bahwa umur bukan menjadi penghalang. Scola, 39 tahun, jadi kontributor utama produktivias angka Argentina dengan rata-rata 18,7 angka per pertandingan.  Meskipun hanya menjadi pilihan ketiga dalam hal pilihan serangan, Scola, memiliki efisiensi serangan yang mendukung kesuksesan tim. Dia memiliki 1,1 angka pada setiap penguasaan dengan menggunakan 24% TM Poss. Selain itu, Scola merupakan arsitek tingginya persentase tembakan gratis Argentina. Dia menempati peringkat pertama sebagai pemain yang memiliki upaya tembakan gratis dengan persentase keberhasilan yang sangat tinggi, yaitu 90 persen.

Facundo Campazzo dan Nicolas Laprovittola menjadi pilihan serangan pertama dan kedua Argentina. Namun, kedua pemain tersebut memiliki efisiensi serangan yang belum mendukung kesuksesan tim. Campazzo memiliki 0,9 angka pada setiap penguasaan dengan 26,1 persen TM Poss. Sementara Laprovittola memiliki 0,8 angka pada setiap penguasaan dengan 25,7 persen TM Poss. Kedua pemain tersebut menjadi beban rendahnya efetkivitas tembakan Argentina.

Meskipun memiliki efisiensi serangan yang belum mendukung kesuksesan tim, peran Campazzo sangat vital bagi Argentina. Dia menjadi fasilitator utama Argentina dengan rata-rata 8,7 asis per gim. Ia hanya kalah dari Tomas Satoransky. Rasio asis dibanding turnover Campazzo menunjukkan hasil positif, yaitu 2,8.

Banyak pengamat basket menempatkan Campazzo sebagai pemain dengan penampilan paling mengejutkan di perempat final. Namun, penulis tidak menempatkan Campazzo sebagai pemain dengan penampilan paling mengejutkan. Penulis menempatkan pemain muda Real Madrid, Gabriel Deck, sebagai pemain dengan penampilan paling mengejutkan di perempat final.

Gabriel Deck, yang masih berusia 24 tahun, bukan merupakan pilihan utama serangan Argentina. Dia hanya menjadi pilihan ke empat di bawah Campazzo, Laprovittola, dan Scola. Walau demikian, hal tersebut tidak menghalangi penampilan Deck. Dengan hanya menjadi pilihan keempat, Gabriel Deck memiliki rata-rata produktivitas angka tertinggi kedua, di bawah Scola, dengan rata-rata 16,7 angka. Selain itu, dia memiliki efisiensi tembakan yang impresif, yaitu 67 persen. Sumbangan angka tertinggi dari area dekat, yaitu 22 angka dengan efektivitas tembakan 65 persen. Area rim menjadi area dengan efektivitas tembakan tertinggi, yaitu 89 persen.

 

Strategi Argentina dalam menghasilkan produktivitas angka melalui tembakan gratis, belum optimal karena rendahnya efektivitas tembakan yang berasal dari situasi bola hidup. Pilihan serangan pertama dan kedua Argentina justru menjadi beban rendahnya efektivitas tembakan Argentina. Dengan hasil tersebut, Argentina harus menunggu empat tahun lagi untuk mengulang prestasi tahun 1950. 

(bersambung)

Foto: FIBA

Komentar