Dalam olahraga bola basket, tidak jarang saya melihat para pemain melakukan selebrasi. Bentuknya bisa berbagai macam. Beberapa terbilang unik, bahkan bisa menjadi salah satu ciri khas si pemain. Jason Terry, misalnya, seringkali melakukan selebrasi dengan merentangkan tangan ala pesawat terbang setelah mencetak tripoin. Oleh karena itulah ia dijuluki “The Jet” sepanjang kariernya.

Pada waktu yang lain, saya pernah melihat James Harden melakukan selebrasi mengaduk panci (stirring the pot). Kelly Oubre Jr. mendapat technical foul akibat menganggukkan kepala (headbanging). Carmelo Anthony mengetuk-ngetuk kepalanya dengan tiga jari (three to the dome).

LeBron James, megabintang NBA, juga punya selebrasi yang menawan. Orang-orang menyebutnya "The Silencer" (pembungkam). Gerakannya sederhana: Menekan tangan ke bawah tiga kali, dengan telapak tangan menghadap lantai, sementara kaki diangkat bergantian seolah-olah sedang memompa udara. Setelah itu, Sang Raja akan menepuk dadanya dengan tangan kanan dan berteriak.

Luar biasa. Setidaknya bagi saya. Entah bagi yang lain.

Tanpa disadari, saya jadi suka menunggu-nunggu selebrasi pemain. Apalagi setelah mencetak poin krusial. Seolah itulah ungkapan hati pemain yang paling murni. Sebuah refleksi emosional yang membuktikan bahwa mereka memang manusia. Kadang-kadang maknanya bisa sangat berarti.

Dalam lingkup ilmu komunikasi, selebrasi termasuk komunikasi nonverbal. Mark L. Knapp dan J.T. Hall mengatakan bahwa istilah nonverbal biasa digunakan untuk menggambarkan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Sementara Judee Burgoon mendefinisikan komunikasi nonverbal sebagai perilaku selain kata-kata yang membentuk sistem koding secara sosial, karenanya komunikasi nonverbal dikirimkan secara intens dan diinterpretasi secara intens, yang digunakan di antara anggota komunitas bicara secara reguler, dan interpretasi dapat disadari secara sepakat.

Makna selebrasi sendiri bisa berarti apa saja. Sebab, pesan nonverbal—kata Jalaluddin Rakhmat—merupakan pesan kinesik yang dibungkus dalam gerakan tubuh yang bisa dimaknai. Cendekiawan Indonesia itu membagi pesannya dalam tiga komponen: fasial, gestural, dan postural.

Selebrasi pemain pada umumnya mencakup dua komponen di atas, yaitu fasial dan gestural. Sementara postural, meski saya tidak sepenuhnya yakin, tampaknya jarang terjadi, kecuali dengan gabungan salah satu komponen di atas.

Sebagai contoh, mendiang Kobe Bryant seringkali menunjukkan ekspresi geram (Kobe’s Snarl) setelah mencetak poin. Saat menunjukkan itu, ia bisa sangat berbahaya bagi lawan. Apalagi Bryant terkenal sebagai salah satu kompetitor terbaik di lapangan. Seolah ekspresi itu merupakan pesan ancaman.

Selebrasi Bryant bisa disebut pesan fasial. Sebab, pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan maksud tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit 10 kelompok makna: bahagia, marah, sedih, muak, takut, terkejut, muak, kecaman, minat, takjub, dan tekad.

Untuk gestural, selebrasi The Silencer milik James termasuk ke dalamnya. Sebab, pesan gestural dilakukan dengan menunjukkan gerakan sebagian anggota badan. Sang Raja kebetulan menggunakan gerak tubuh untuk menyampaikan pesan demi membungkam lawannya.

Sementara itu, meski agak bingung menunjukkan contohnya, pesan postural rupanya ada di lapangan bola basket. Itu terjadi saat Reggie Miller melakukan selebrasi mencekik leher sendiri. Selebrasi klasik yang cukup intens pada masanya.

Saat itu, Miller masih aktif bermain. Ia membela Indiana Pacers dalam pertandingan kelima melawan New York Knicks di playoff 1994. Miller bersitegang dengan superfan Knicks sekaligus sutradara ternama, Spike Lee. Mereka tampak tidak berhenti mengoceh kepada satu sama lain.

Miller kemudian mencetak 25 poin dari total 39 pada kuarter empat. Ia membuat Knicks kalang kabut dan mengalami kekalahan. Setiap kali mencetak poin, Miller mengejek Lee yang duduk di pinggir lapangan, tepat di barisan depan. Situasi pun semakin panas.

Pada tengah pertandingan, Pacers kemudian mendapat tembakan gratis. Miller kembali mengejek Lee, menunjukkan gestur empat jari, lalu mencekik lehernya sendiri. Secara postural, ia menyiratkan permusuhannya dengan Lee. Miller menunjukkan siapa yang akhirnya berada di atas angin dan siapa yang jatuh dengan menghadapkan diri kepada lawan bicaranya.

Sejujurnya, dari semua selebrasi, saya kesulitan menangkap maksud sebenarnya. Seperti saya tulis sebelumnya, makna selebrasi bisa jadi apa saja. Apalagi makna memang ada pada komunikan. Mereka bebas menginterpretasikan. Meski begitu, sangat menarik mengaji semuanya dalam lingkup ilmu komunikasi, mengingat ilmu komunikasi ada di persimpangan jalan ilmu-ilmu lain. Begitu pun dalam bola basket.

Foto: NBA

Komentar