Nike bergabung dengan perusahaan seperti Apple yang sementara waktu menutup toko di Cina karena wabah koronavirus, melansir laporan dari Portland Business Journal. Mereka akan menutup sekitar setengah dari seluruh toko di wilayah tersebut. Setengahnya lagi akan tetap beroperasi dengan jam operasional di bawah normal.
Pernyataan resmi lanjutan atas kabar ini telah disebarkan melalui rilis pers yang dibagikan ke beberapa media ternama di dunia. Kebijakan ini merupakan tanggapan atas virus Korona yang kini tengah mewabah di sana.
“Pertama dan terpenting, keprihatinan kami tertuju pada orang-orang yang terkena dampaknya. Kami tetap memberi perhatian pada kesehatan dan keselamatan rekan kerja dan mitra kami di sana," kata CEO Nike, John Donahoe, dalam rilis pers. "Meskipun dalam situasi yang sulit seperti ini, peluang jangka panjang Nike untuk terus melayani konsumen di kawasan Asia TImur tetap sangat kuat. Pada saat yang sama, kami terus membangun momentum merek dan pengembangan bisnis yang luar biasa di semua geografi lainnya," imbuh pengganti Mark Parker tersebut.
Tiongkok adalah tambang emas bagi penjualan produk Si Contreng dengan menempati urutan ketiga konsumen terbesar di dunia. Di sisi lain, pertumbuhan bisnisnya adalah yang terbesar dengan mencatat angka penjualan sebesar AS$6,2 Milyar dengan peningkatan sebanyak 21% pada 2019.
Poonam Goyal, analis senior bidang untuk Bloomberg Intelligence, mengatakan bahwa Nike bisa saja kehilangan perkiraan pendapatan kuartal ketiga. Lebih luas lagi, wabah ini dapat menurunkan setahun ke depan. "Kami melihat ini sebagai badai jangka pendek di tengah prospek jangka panjang di sana. Mereka setidaknya memegang 16 persen total penjualan. Masih sangat menjanjikan,” tutur Goyal kepada Portland Business Journal.
Walau demikian, ia berpendapat bahwa Nike masih punya senjata cadangan. Peluncuran aplikasi Nike baru-baru ini dapat memberikan alternatif untuk menggenjot penjualan secara digital. Perkiraan ini akan membuahkan hasil andai perusahaan asal Oregon itu bekerja keras setidaknya hingga akhir tahun.
Sementara itu, ekonom Brian Yarbrough dari firma Edward Jones mendaku bahwa kebijakan Nike ini tergolong wajar. “Penduduk Tiongkok sedang dalam hasrat rendah berbelanja. Mereka memilih tinggal di rumah akibat Korona,” tuturnya.
Yarbrough justru membaca bahwa Nike akan terus menjadikan Tiongkok sebagai pasar efektif. Margin pendapatan di sana bisa mencapai 38% sementara di Amerika Serikat hanya mencapai 25% saja. Nike memiliki 11 pabrik di Tiongkok dengan mempekerjakan 153.000 karyawan menurut situs Nike. Aset besar tersebut menghasilkan sekitar 23% produksi alas kaki dan 27% pakaian dari total seluru produksi yang dilakukan dalam setahun. (ajb)
Foto: Nike Beijing