Charlotte Hornets seolah telah melambaikan bendera putih usai membiarkan Kemba Walker pergi ke Boston Celtics di pasar pemain bebas lalu. Bagaimana tidak, tim ini telah bergantung kepada Kemba sejak Hornets memilihnya di urutan sembilan NBA Draft 2011. Bahkan, dalam delapan musim pengabdiannya, Kemba telah berhasil menempatkan dirinya sebagai top skor sepanjang masa Hornets dengan 12.009 poin.

Namun, ternyata anggapan bahwa Hornets menyerah salah. Tak sampai di situ, pemikiran bahwa yang menggantikan peran Kemba adalah seorang Terry Rozier pun juga salah. Keberadaan Kemba ternyata digantikan oleh pemain tahun kedua yang musim lalu lebih banyak terdengar di NBA G League, Devonte’ Graham.

Ya, dalam 13 gim yang sudah Hornets lalui, Graham secara tak diduga menjadi top skor tim dengan 18,8 poin, 3,5 rebound, dan 7,1 asis per gim. Rataan asis tersebut juga menjadi yang tertinggi dalam tubuh Hornets. Meski tercatat sebagai pemain dengan rataan menit bermain tertinggi di Hornets, Graham hanya tiga kali turun sebagai pemain utama , itu pun terjadi di tiga gim terakhir.

Tak sampai di situ, efektivitas serangan Graham juga terbukti. Catatan eFG% di angka 53,2 persen menempatkannya sebagai garda kedua di Hornets dengan eFG% tertinggi di belakang Malik Monk. Secara produktivitas pun, Graham kembali di belakang Monk sebagai dua garda Hornets dengan TS% terbaik. Graham memiliki TS% 57,5 persen.

Catatan-catatan apik alumnus University of Kansas ini terlihat lebih baik usai statistik menunjukkan bahwa ia bukanlah pemain dengan penggunaan possession tertinggi dalam tim (Usage percentage). Graham berada di urutan kedua USG%  dengan catatan 24,3 persen. Di atasnya, masih ada Rozier dengan 24,5 persen.

Apa yang ditunjukkan Graham di awal musim 2019-2020 ini bisa menjadi harapan baru untuk Hornets. Di sisi lain, Graham juga bisa menjadi salah satu pemain dengan cerita heroik lainnya di NBA. Terpilih di urutan ke-34 (putaran kedua) NBA Draft 2018, bermain di G League, lalu menjadi top skor tim utama di musim kedua, rasanya tak banyak pemain memiliki cerita serupa.

Selain itu, jika ia terus berhasil menjaga performa demikian hingga akhir musim, bukan tidak mungkin namanya akan masuk dalam nominasi atau bahkan memenangi gelar NBA Most Improved Player. Musim lalu, pemain berusia 24 tahun ini hanya bermain 46 kali di NBA dengan rataan 14,7 menit per gim. Sumbangsihnya hanya 4,7 poin, 1,4 rebound, dan 2,6 asis per gim. Akurasinya pun cukup menyedihkan. Secara keseluruhan (FG%) akurasinya hanya 34 persen sementara dari tripoin hanya 28 persen.

Bicara akurasi, Graham benar-benar menunjukkan peningkatan yang signifikan. Akurasi keseluruhannya naik ke 41 persen. Begitu pula dari area tripoin, akurasinya juga naik ke 41,4 persen. Catatan akurasi tripoin tersebut bahkan menjadi yang tertinggi di NBA untuk pemain dengan minimal melepaskan 100 tripoin sejauh ini.

Devonte’ Graham, ada baiknya Anda mulai mengingat nama ini. Mungkin, ada baiknya juga Anda mulai melihat gim-gim Hornets untuk melihat bagaimana ia berkembang musim ini. Atau mungkin, Anda sudah mulai mencari-carai formulir pendaftaran untuk bergabung ke pasukan penggemar Graham.

Foto: NBA

 

Komentar